![]() |
prokopim td |
ATAR, kiprahkita.com - Gerimis masih membasahi jalanan bertanjakan tinggi di jalur utama Batusangkar-Lintau via Setangkai.
Beberapa perempuan terlihat berjalan beriringan. Setiap orang menjinjing sebuah rantang. Silih berganti. Para bundo kanduang mengantarkan rantang itu ke semua masjid.
Begitulah, ketika ada perhelatan di nagari, baik helat duka maupun suka, termasuk juga agenda-agenda masyarakat yang dipusatkan di masjid atau nagari.
“Lai aman. Rantang kito tu diagiah banomor dek panitia. Alah labiah 15 saf. Tapi anta’an se lah ka situ (Aman. Rantang kita itu diberi bernomor oleh panitia. Sudah lebih lima saf –jejeran rantang itu. Tapi antarkan sajalah ke situ),” ujar seorang perempuan yang baru saja kembali dari masjid tersebut menjawab tanya temannya yang sedang menuju ke masjid.
Kaum ibu itu terlihat bersemangat mengantarkan rantang yang dijinjingnya ke masjid. Rona keiklasan dan rasa ingin turut berpartisipasi terhadap pembangunan di kampung halamannya terlihat menonjol.
Kendati kondisi perekonomian keluarganya pas-pasan saja, tetapi pantang bagi dia untuk tidak turut berpartisipasi, sesuai dengan fungsinya sebagai seorang perempuan pada sebuah perhelatan yang digelar di nagarinya.
Rantang itu terdiri dari empat sia, berisi nasi, sambal telur, beberapa buah pisang dan kerupuk.
Apa yang dikatakan perempuan tadi ternyata benar. Di dalam masjid, terlihat ratusan rantang telah dijejer dengan rapi menurut saf yang ada. Satu saf diperkirakan lebih dari dua puluh rantang.
Di sampingnya terlihat sebuah piring, sebuah sendok, tempat cuci tangan dan sepiring gulai rabuang dan daging kambing.
Setiap kaum lelaki yang datang, langsung dipersilahkan oleh panitia untuk memenuhkan saf terdepan lebih dahulu. Setiap orang, duduk menghadap rantang yang telah dijejerkan di depan mereka.
Acara jamuan dimulai. Setiap orang membuka rantang-rantang yang ada di depannya masing-masing. Hampir dapat dipastikan, mereka akan mendapatkan menu yang berbeda.
Ada yang kebagian goreng ayam, goreng ikan, goreng telur dan menu-menu khas masyarakat, sesuai dengan tingkat perekonhomian masing-masing. Begitu juga buah-buahan, ada pisang, ada rambutan. Semua terlihat bahagia.
Tingginya minat kalangan perempuan untuk turut berpartisipasi, dengan mengirimkan rantang berisi menu makanan di setiap perhelatan menjadi pertanda, jiwa kebersamaan dan kekeluargaan di nagari itu masih terjaga dengan baik.
Lantaran itu merupakan potensi yang cukup besar manfaatnya, maka sudah menjadi kewajiban setiap anak nagari, baik yang berada di kampung halaman maupun perantauan untuk memeliharanya.
Tradisi warga yang sudah diwariskan turun-temurun itu, Sabtu (2/9/2023), dikemas dalam bentuk Pawai 1.000 Siya (rantang), dalam rangka Satu Event Satu Nagari pada agenda berjuluk Gebyar Pesona Talago Biru II. Iring-iringan perempuan pembawa siya, melintasi jalan-jalan menuju kawasan objek wisata Talago Biru.
Menurut Bupati Tanah Datar Eka Putra, event ini menjadi branding Nagari Atar, dan akan diingat oleh para wisatawan, bahwa di setiap tahun pada September, digelar event Gebyar Pesona Talago Biru di sini.
Pada event itu, bukan saja arak-arakan perempuan menjinjing siya, tetapi pengunjung juga bisa menyaksikan tradisi masyarakat seperti bakar Talago dan memandikan kerbau.(musriadi musanif)
0 Komentar