PADANG, kiprahkita.com - Kemenangan seorang kandidat calon presiden (capres) dalam pemilihan langsung, tak bisa hanya dengan menggunakan hitung-hitungan dan matematis. Ada banyak penyebab, seorang capres menang atau kalah.
"Jika dilihat dari kursi dan presentase suara parpol-parpol di parlemen: Pendukung Prabowo terdiri dari 265 kursi atau 46,09 persen. Ganjar didukung oleh PDI Perjuangan dan PPP 147 kursi atau 25,56 persen. Anies didukung tiga parpol Nasdem, Demokrat dan PKS jumlah suaranya sebanyak 163 kursi atau 28,35 persen," kata Pakar Komunikasi Politik dari Universitas Andalas (Unand) Najmuddin Muhammad Rasul, Ph.D.
Menurutnya, bila kita merujuk pada hitung-hitungan dan matematis, maka Prabowo bisa menang satu putaran dan melenggang ke istana negara. Suara empat parpol pendukung Prabowo, ujarnya, relatif besar yaitu 46,09 persen.
Alasan tak bisa semata-mata menggunakan perhitungan matematis, sebutnya, karena ada pengaruh kesepakatan elit empat parpol, yang bisa jadi tidak mencerminkan suara arus bawah. Ada juga kaitannya dengan masalah hukum, dan prilaku konstituen yang kini kebanyakan adalah pemilih muda.
"Pemilih muda itu, karakteristik mereka adalah rasional, kreatif, inovatif dan mereka tidak mudah percaya dengan pesan-pesan politik yang tidak rasional. Elite-elite parpol yang kebanyakan adalah generasi muda, cenderung mengandalkan isu-isu politik yang out off date, wong cilik, kemiskinan, keagamaan, dan akan meneruskan kebijakan rezim terdahulu," ujarnya.
Najmuddin menyebut, kurang elite memperhatikan perubahan pola pikir yang terjadi di akar para konstituennya, bukan memiliki karakteristik seperti dulu lagi. Sikap militansi mereka sekarang berubah.
Dengan demikian, menurut saya, dukungan elit dan suara di parlemen yang banyak tidak menjamin seseorang melenggang ke istana alias terpilih menjadi presiden.(mus)
0 Komentar