Makna di Balik Bencana

OPINI, kiprahkita.com - Bencana alam sering kali dipandang sebagai tragedi yang menghancurkan. Namun, dalam perspektif Islam, setiap musibah memiliki hikmah yang mendalam. 

Izzuddin bin Abdis Salam, sebagaimana dikutip oleh Muhamad Rofiq Muzakkir, menyebutkan hingga 17 hikmah yang dapat diambil dari bencana alam. 

Hal ini mencakup pengingat, ujian, hingga bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-Nya.  

Salah satu hikmah utama adalah musibah sebagai bentuk hukuman (iqab) bagi sebagian orang. 

Dalam surah Saba ayat 9, Allah berfirman, bahwa Dia dapat membenamkan manusia ke dalam bumi atau menjatuhkan pecahan langit sebagai peringatan. Namun, penting untuk diingat bahwa azab ini tidak bersifat general. 

Ada orang-orang yang justru menjadikan musibah sebagai momentum untuk mendekatkan diri kepada Allah, sebagaimana terjadi pada umat terdahulu seperti kaum Nabi Shalih, Syu’aib, dan Luth. 

Bahkan Nabi Musa, seorang manusia terbaik pada zamannya, pernah menghadapi gempa yang disebutkan dalam surah Al-A’raf ayat 155.  

Selain itu, musibah juga berfungsi sebagai bentuk tawfiq (pertolongan ilahi) yang mendorong seseorang untuk lebih taat kepada Allah. 

Ayat dalam surah Al-An’am ayat 43 menegaskan bahwa musibah seharusnya mendorong manusia untuk memohon kepada Allah dengan hati yang penuh kerendahan.  

Hikmah lain dari musibah adalah sebagai kompensasi atau ganjaran dari Allah. Kompensasi ini dapat berupa kaffarah (penghapusan dosa) atau tsawab (pahala dan rida Allah)

Dalam hadis, Rasulullah SAW menyatakan bahwa setiap penderitaan, bahkan hanya tertusuk duri, dapat menjadi penghapus dosa bagi seorang Muslim.

Lebih jauh lagi, korban reruntuhan akibat gempa bumi termasuk golongan syahid yang langsung mendapatkan balasan surga.  

Bencana alam juga sering kali menjadi cara Allah mencegah musibah yang lebih besar

Kisah Nabi Musa dan Khidr dalam Al-Quran mengilustrasikan hal ini dengan jelas. Misalnya, kapal yang dilubangi oleh Khidr agar tidak direbut penguasa zalim atau kematian seorang anak yang menghindarkan orang tuanya dari penderitaan di masa depan.  

Selain itu, bencana membuka peluang besar untuk beramal saleh. Bantuan berupa makanan, minuman, atau perhatian kepada sesama yang terdampak adalah wujud nyata amal yang diridai Allah. 

Dalam sebuah hadis qudsi, Allah menegaskan bahwa membantu sesama berarti membantu-Nya.  

Musibah juga menjadi sarana evaluasi diri. Dalam konsep sufistik yaqzhah (kebangkitan), bencana mengingatkan individu dan komunitas untuk merenungkan dosa-dosa masa lalu serta memperbaiki tata kelola yang kurang baik. 

Secara komunal, hal ini menunjukkan pentingnya mitigasi, pengelolaan sumber daya manusia, dan penegakan hukum untuk menjaga keseimbangan alam.  

Lebih jauh lagi, bencana menjadi pengingat akan dahsyatnya hari kiamat. Gempa bumi yang kita alami di dunia hanyalah gambaran kecil dari gempa besar yang akan mengguncang seluruh bumi pada hari akhir, sebagaimana disebutkan dalam surah Az-Zalzalah.  

Terakhir, musibah mengajarkan kita untuk mempraktikkan nilai-nilai Islam secara nyata. Sifat-sifat mulia seperti sabar, ikhlas, rida, syukur, serta menjauhi kesombongan dapat tumbuh melalui pengalaman menghadapi musibah.

Dengan demikian, bencana alam bukan sekadar peristiwa tragis, tetapi juga ladang hikmah yang penuh kebaikan bagi mereka yang mau merenungkannya.  

Melalui pemahaman ini, kita diajak untuk melihat musibah dengan sudut pandang yang lebih dalam, menjadikannya peluang untuk mendekat kepada Allah dan memperbaiki diri secara individu maupun komunal.(muhammadiyah.or.id)

Posting Komentar

0 Komentar