Jalan Haji Usmar Ismail Abadi di Jantung Kota Bukittinggi

Usmar Ismail, Nama Abadi di Jantung Bukittinggi

NASIONAL, kiprahkita.com Di bawah langit sejuk Bukittinggi, suara talempong menggema meriah. Menerbitkan senyum manis di bibir setiap pasang telinga yang mendengar. Pada hari Selasa itu, 29 April 2025, langkah-langkah penuh semangat mengiringi momen bersejarah: Peresmian Jalan Haji Usmar Ismail di pusat kota yang tak pernah kehilangan pesonanya.

Usmar Ismail 

Nama besar Bapak Perfilman Indonesia itu, kini resmi menjadi bagian dari denyut nadi masyarakat di sana. Peresmian jalan ini tidak hanya ditandai dengan pemotongan pita oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon, tetapi juga dirayakan melalui pertunjukan budaya Minangkabau yang memperlihatkan kekayaan identitas lokal.

Di sela-sela deretan tamu kehormatan, hadir pula Heidy Hermia Ismail, putri keempat Usmar Ismail, dengan mata yang berbinar penuh haru ia menikmati semua rangkaian acara.

“Ini bukan sekadar nama jalan. Ini pengakuan atas warisan budaya dan dedikasi ayah kami untuk Indonesia,” ujarnya, disambut tepuk tangan hadirin. Semua mata takjub kepadanya.

Wali Kota Bukittinggi, H. M. Ramlan Nurmatias, dengan suara penuh keyakinan menyatakan bahwa langkah ini sejalan dengan misi kota: membangun sumber daya manusia yang berakhlak, berbudaya, dan mampu bersaing secara global. “Usmar Ismail adalah sosok yang tumbuh dari tanah Minangkabau, dari keluarga terdidik, dan telah memberi warna bagi sejarah kebudayaan bangsa. Sudah sewajarnya nama beliau hidup di kota kelahirannya,” tegasnya.

Inisiatif penamaan ini bermula dari gagasan Arief Malinmudo, sutradara asal Bukittinggi yang mengirim surat resmi ke Pemerintah Kota pada 7 Maret 2025. Responnya cepat dan positif, hingga akhirnya ditetapkan melalui SK Wali Kota pada 18 Maret 2025, dengan persetujuan DPRD.

Kini, Jalan Haji Usmar Ismail terbentang tak jauh dari Jam Gadang. Para pelancong bisa menapaki jejak sang maestro dengan berjalan kaki, menyatu dengan udara sejarah dan semangat yang diwariskannya.

Riri Riza, sutradara kenamaan dan kurator Pameran 100 Tahun Usmar Ismail, turut hadir dan menyampaikan pandangannya. “Penghormatan ini bukan hanya simbolik. Ini adalah bentuk nyata bagaimana kota bisa menyatu dengan sejarah dan membangkitkan kembali kesadaran budaya,” katanya.

Riri mengingatkan kembali kiprah Usmar yang pernah menempuh pendidikan di Batusangkar, Padang, Yogyakarta, hingga UCLA Amerika Serikat. Karya-karyanya seperti Darah dan Doa, Lewat Jam Malam, dan Tiga Dara, tak hanya menjadi film, tapi juga potret zaman dan narasi kebangsaan.

“Percakapan tentang idealisme Usmar Ismail tidak akan pernah habis,” tambah Arief Malinmudo. Ia berharap, ke depan, Bukittinggi memiliki Museum Film Usmar Ismail—sebagai pusat kajian film dan budaya nasional yang berpijak dari ranah Minang.

Usmar Ismail bukan hanya sosok sineas. Ia adalah simbol—bahwa budaya bukanlah peninggalan masa lalu, melainkan napas yang terus hidup dan membimbing masa depan.

Sejarah Pengabadian Nama Usmar Ismail sebagai Nama Jalan di Bukittinggi

1. Latar Belakang

Usmar Ismail lahir di Bukittinggi, 20 Maret 1921. Ia adalah tokoh penting dalam sejarah perfilman Indonesia dan dikenal sebagai Bapak Perfilman Indonesia. Karyanya yang paling bersejarah adalah Darah dan Doa (1950), yang dianggap sebagai film nasional pertama Indonesia. Pada 10 November 2021 itu, Usmar Ismail dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Joko Widodo, menjadikannya tokoh film pertama yang menerima kehormatan tersebut.

Sebagai bentuk penghormatan atas jasa-jasanya, masyarakat dan tokoh-tokoh seni di kampung halamannya, Bukittinggi, menginisiasi pengabadian namanya dalam bentuk penamaan jalan.

2. Gagasan dan Usulan

Gagasan untuk menamai sebuah jalan dengan nama Haji Usmar Ismail pertama kali diajukan oleh Arief Malinmudo, seorang sutradara film asal Bukittinggi. Pada 7 Maret 2025, ia secara resmi mengirimkan surat usulan kepada  Pemerintah Kota Bukittinggi, disertai argumen kuat bahwa Usmar Ismail adalah figur yang layak dikenang melalui ruang publik karena kontribusinya terhadap seni, budaya, dan nasionalisme.

Usulan ini disambut baik oleh Wali Kota Bukittinggi saat itu, H. M. Ramlan Nurmatias, yang baru dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto.

3. Proses Penetapan

Pemerintah Kota kemudian melakukan kajian lintas dinas bersama DPRD Kota Bukittinggi. Hasilnya dituangkan dalam Surat Keputusan Wali Kota Nomor 188.45.68-2025 yang ditandatangani pada 18 Maret 2025. Penamaan ini disetujui oleh keluarga besar Usmar Ismail, menandai penghormatan yang bersifat resmi dan santun.

4. Lokasi dan Peresmian

Jalan yang dinamai Haji Usmar Ismail berada di jantung kota Bukittinggi, tidak jauh dari Jam Gadang, ikon kota tersebut. Jalan ini dapat diakses dengan mudah oleh pejalan kaki dan wisatawan, sehingga sangat strategis secara kultural dan simbolik.

Peresmian jalan berlangsung pada 29 April 2025, dan dihadiri oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon, Wali Kota Bukittinggi, serta tokoh-tokoh perfilman nasional. Acara ini diramaikan dengan pertunjukan budaya Minangkabau, menandakan keterikatan antara budaya lokal dan warisan nasional.

5. Reaksi dan Apresiasi

Keluarga Usmar Ismail yang diwakili oleh putrinya, Heidy Hermia Ismail, menyampaikan rasa haru dan terima kasih atas penghormatan ini. Ia menyebut bahwa Bukittinggi adalah kota pertama yang secara resmi dan etis mengabadikan nama ayahnya menjadi nama jalan.

Sutradara Riri Riza, yang menjadi kurator Pameran 100 Tahun Usmar Ismail pada tahun 2021, menyatakan bahwa penamaan jalan ini adalah bentuk konkret dari kesadaran sejarah dan penghormatan terhadap budaya.

6. Harapan ke Depan

Selain penamaan jalan, para tokoh budaya termasuk Arief Malinmudo berharap Museum Film Usmar Ismail bisa dibangun di Bukittinggi. Museum ini diharapkan menjadi pusat kajian literasi film, sejarah, dan budaya perfilman Indonesia.

Pengabadian nama Usmar Ismail sebagai nama jalan bukan hanya penghormatan simbolik, melainkan langkah nyata dalam menyambungkan identitas lokal Bukittinggi dengan sejarah nasional Indonesia. Dengan nama Usmar Ismail terpatri di pusat kota, generasi muda diingatkan bahwa seni dan budaya adalah bagian penting dari perjuangan dan jati diri bangsa.

Keseharian Usmar Ismail: Antara Disiplin, Seni, dan Pemikiran Tajam

Di balik layar yang gelap dan sorotan proyektor yang gemerlap, Usmar Ismail hidup dengan keseharian yang sederhana namun sarat makna. Dikenal sebagai sosok perfeksionis dan pekerja keras, hari-harinya tidak pernah jauh dari dunia tulis-menulis, diskusi budaya, dan panggung film yang ia cintai sepenuh jiwa.

Di masa mudanya, ketika belum terjun ke dunia film, Usmar dikenal sebagai penulis esai dan puisi. Ia biasa bangun pagi, memulai harinya dengan membaca koran dan buku, lalu menulis di meja kecilnya yang penuh dengan kertas-kertas berserakan. Ia percaya bahwa seorang seniman harus berpikir dan membaca, sebelum berbicara lewat karya.

Saat aktif sebagai sutradara, keseharian Usmar berubah menjadi padat dan terstruktur. Ia sering datang lebih awal ke lokasi syuting, mengenakan pakaian sederhana: kemeja lengan panjang, celana kain, dan topi atau kopiah hitam. Dengan clipboard di tangan, ia mencatat setiap detail produksi dan berdiskusi langsung dengan kru serta para aktor. Bagi Usmar, film bukan sekadar hiburan, tetapi "media perjuangan" — karena itu, setiap adegan harus bermakna.

Usmar juga dikenal hangat dan egaliter. Ia tidak segan duduk bersama teknisi atau pengatur lampu, berbagi makan siang dengan mereka, atau berdiskusi soal naskah dengan para penulis muda. Ia suka menyisipkan humor di tengah tekanan produksi, tapi tetap menjaga profesionalisme tinggi. "Kita bukan bikin film main-main," katanya suatu kali, "kita sedang bicara dengan bangsa lewat layar."

Di malam hari, jika tidak menulis skenario, Usmar kerap berdiskusi dengan rekan-rekannya di Perfini (Perusahaan Film Nasional Indonesia), lembaga produksi film yang ia dirikan. Kadang diskusi berlangsung di kantor kecil Perfini, kadang di warung kopi, membahas soal negara, kebudayaan, atau masa depan film Indonesia.

Meski sibuk, Usmar adalah sosok ayah yang lembut dan penyayang. Di tengah keterbatasan waktu, ia tetap berusaha hadir dalam momen-momen kecil bersama anak-anaknya. Ia membawa nilai-nilai intelektual ke dalam rumah, mengajak anak-anak mencintai buku dan menghargai kerja keras.

Sebagai seorang Muslim, Usmar juga menjalankan ibadah dengan tekun. Ia tidak memisahkan iman dari pekerjaannya. Film, baginya, juga bentuk ibadah: menyampaikan pesan moral dan membangun karakter bangsa.

Dalam keseharian yang tampak biasa itu, sesungguhnya hidup seorang pemikir besar. Ia menulis, menyutradarai, mendidik, dan mengabdi kepada bangsanya tanpa gembar-gembor. Jejaknya terus hidup, bukan hanya di film, tetapi juga di jalanan Bukittinggi yang kini menyandang namanya.

Prestasi Usmar Ismail: Jejak Emas Sang Bapak Perfilman Indonesia

1. Pelopor Film Nasional Indonesia

Usmar Ismail adalah sutradara film pertama yang membuat film Indonesia sepenuhnya oleh dan untuk bangsa Indonesia. Karyanya Darah dan Doa (1950), tentang perjalanan panjang Tentara Siliwangi, diakui sebagai film nasional pertama. Tanggal dimulainya produksi film ini, 30 Maret, kemudian ditetapkan sebagai Hari Film Nasional.

2. Pendiri Perfini (Perusahaan Film Nasional Indonesia)

Pada 1950, Usmar mendirikan Perfini, rumah produksi pertama di Indonesia yang berfokus pada pembuatan film berkualitas dengan nilai-nilai kebangsaan dan budaya. Melalui Perfini, ia memproduksi sejumlah film legendaris yang hingga kini masih dipelajari dan dikagumi.

3. Penghargaan dan Reputasi Internasional

Film Lewat Djam Malam (1954) memenangkan Best Cultural Film di Festival Film Asia, Tokyo (1955). Film ini juga dipulihkan dalam proyek restorasi oleh National Museum of Singapore dan World Cinema Foundation, dan kembali diputar dalam berbagai festival film dunia.

4. Sutradara Karya Film Bermutu Tinggi

Beberapa film besar lain yang disutradarainya dan menjadi karya klasik:

Tiga Dara (1956)

Enam Djam di Jogja (1951)

Harimau Tjampa (1953)

Tamu Agung (1955)

Film-film ini tidak hanya kuat dari segi narasi, tapi juga mengangkat tema-tema sosial, politik, dan kebudayaan Indonesia.

5. Pemikir dan Penulis Budaya

Selain sebagai sutradara, Usmar juga aktif sebagai penulis esai, cerpen, dan puisi. Tulisan-tulisannya banyak membahas hubungan antara seni, politik, dan tanggung jawab sosial. Ia juga dikenal sebagai pendiri Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi) pada 1962.

6. Tokoh Perfilman dengan Latar Militer dan Akademik

Usmar sempat menjadi perwira TNI selama revolusi kemerdekaan. Ia juga menempuh pendidikan tinggi di bidang film di University of California, Los Angeles (UCLA), yang menambah wawasan teknis dan artistiknya.

7. Ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional

Pada 10 November 2021, Presiden Joko Widodo menetapkan Usmar Ismail sebagai Pahlawan Nasional, menjadikannya tokoh perfilman pertama Indonesia yang menerima gelar ini. Penghargaan ini menegaskan pengakuan negara atas kontribusinya dalam membangun identitas budaya bangsa melalui media film.

8. Diabadikan sebagai Nama Gedung dan Jalan

Namanya diabadikan dalam:

Gedung Usmar Ismail Hall di Kuningan, Jakarta Selatan

Jalan Haji Usmar Ismail di Bukittinggi, Sumatera Barat (2025)

Keduanya menjadi simbol penghormatan atas dedikasi dan warisannya.

Keterkaitan Usmar Ismail dengan Bukittinggi

Usmar Ismail memiliki hubungan yang sangat kuat dan emosional dengan Kota Bukittinggi, karena kota inilah tempat ia dilahirkan dan memulai perjalanan hidupnya sebagai intelektual dan seniman. Ia lahir pada 20 Maret 1921 di sebuah keluarga Minangkabau terpelajar, yang menjunjung tinggi pendidikan dan nilai-nilai kebudayaan.

Bukittinggi pada masa kecil Usmar merupakan kota pusat pendidikan dan pergerakan di Sumatera Barat, tempat tumbuhnya tokoh-tokoh nasionalis dan budayawan. Lingkungan inilah yang membentuk karakter Usmar sebagai seorang pemikir tajam, kritis, serta cinta tanah air.

Masa kecil dan remajanya dihabiskan di Sumatera Barat. Ia menempuh pendidikan dasar di HIS Batusangkar, lalu melanjutkan ke MULO di Padang, sebelum pindah ke AMS di Yogyakarta. Namun kenangan dan identitas sebagai anak Bukittinggi tetap melekat erat dalam dirinya, bahkan ketika ia telah berkiprah di panggung nasional dan internasional.

Karya-karya Usmar kerap memuat nilai-nilai budaya Minangkabau, baik secara langsung maupun simbolik: semangat egaliter, musyawarah, dan cinta tanah air. Salah satu filmnya yang terkenal, Harimau Tjampa, misalnya, terinspirasi dari kisah dan lanskap kebudayaan Sumatera Barat.

Pada tahun 2025, hubungan Usmar dengan kampung halamannya mendapatkan pengakuan simbolik dan historis. Pemerintah Kota Bukittinggi, melalui inisiatif seniman lokal  Arief Malinmudo, resmi mengabadikan nama Usmar Ismail sebagai nama jalan di pusat kota, dekat ikon Jam Gadang. Ini menjadikan Bukittinggi sebagai kota pertama yang memberikan penghormatan ruang publik kepada tokoh ini, sekaligus menyambungkan identitas lokal dengan warisan nasional.

Dengan demikian, keterkaitan Usmar Ismail dengan Bukittinggi bukan sekadar tempat kelahiran, tetapi juga sebagai sumber nilai, inspirasi, dan akar budaya yang terus mengalir dalam karya-karyanya. (Yus/M/*)

Posting Komentar

0 Komentar