Impian Bayar Pajak: Digitalisasi Pajak Seperti Bayar PBB dan Revolusi Pajak Rakyat

Digitalisasi Pajak: Kunci Kemakmuran Nagari dan Transparansi Masa Kini

SUMBAR, kiprahkita.com Pajak adalah salah satu fondasi utama pembangunan daerah. Sayangnya, potensi besar dari sektor ini belum tergarap maksimal, terutama di level nagari dan kelurahan. Lihat saja realita di lapangan—masih banyak kendaraan bermotor yang menunggak pajak hingga akhirnya disita polisi dalam jumlah ratusan hanya di satu wilayah hukum Polres. Padahal, bila sistem pembayaran pajak bisa dibuat sesederhana dan setransparan pembayaran PBB, tentu kondisi ini tak perlu terjadi.

Pemutihan Pajak Mulai Berlaku Hari ini

Pengelolaan PBB di sejumlah kelurahan sebenarnya bisa menjadi inspirasi. Contoh nyata, seperti yang terjadi di RT 16 Kelurahan Koto Panjang, informasi tagihan PBB didata rapi, diumumkan terbuka, dan ditindaklanjuti secara kolektif melalui grup WhatsApp. Dengan kode ceklis untuk yang sudah bayar dan emotikon tangan untuk yang belum, warga jadi merasa bertanggung jawab dan punya kesadaran bersama. Data pun bisa dilaporkan ke kelurahan secara cepat, transparan, dan efisien—tanpa harus ribet urusan KTP atau identitas ganda.

Nah, bayangkan jika sistem seperti ini juga diterapkan untuk pajak kendaraan bermotor dan usaha mikro. Toh data pemilik kendaraan sudah tercatat jelas di kepolisian. Apa sulitnya menghubungkan database itu ke sistem digital berbasis aplikasi yang user-friendly? Warga cukup login, lihat tagihan, bayar secara online, dan simpan bukti di galeri atau kirim ke grup RT. Sederhana, cepat, dan bisa dipantau langsung oleh aparat setempat.

Kepolisian dan Perpajakan seharusnya memiliki aplikasi yang juga dilengkapi pelaporan bahwa motor atau kendaraan sudah terjual. Dijual A dan dibeli B. Mengapa tidak diupayakan balik nama secara digital saja. Bayangkan. Motor dibeli si A di Riau. Lalu dibeli si B di Pasaman. Ketika harus bayar pajak musti ada KTP si A. Akhirnya berlaku tembak KTP. Mahal. Si B pun tahun berikutnya mending pilih tak bayar pajak. Toh motor cuma dibawa ke sawah atau kebun.

Ketika si B mau balik nama juga harga balik nama sangat tinggi. Si B pun beli motor bekas karena memang memiliki dana sedikit. Belum ada uang buat balik nama sesuai yang ditetapkan Samsat setempat. Belum lagi jarak rumah si B sangat jauh dari Samsat setempat. Misalnya para pemilik motor bekas di daerah-daerah kabupaten. Seperti Rao pedalaman ke Lubuk Sikaping. Nagari Singgalang ke Tanah Datar. Ribetnya lagi proses balik nama tidak selesai dalam satu hari kerja. Harus bolak-balik rumah Samsat.

Perlu dikaji juga besaran pajak harus disesuaikan dengan daya jual motor atau kendaraan. Motor sudah butut tetapi pajak masih bertahan seperti pertama beli. Coba kita ikuti sistem Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) harga tanah dari tahun ke tahun tambah mahal namun pajak yang musti dibayar tetap. Kita pakai sistem air mengalir, "Biarlah pajak kecil tetapi terus rutin dibayar pemilik motor dan kendaraan" artinya persentase harga terkini perlu dipertimbangkan. Apalagi pemilik motor lebih dominan untuk bekas keluarga kurang mampu.

Kelebihan sistem semacam ini bukan hanya mempercepat pembayaran, tapi juga menumbuhkan rasa kolektif: kalau tetangga sudah bayar, masa kita belum? Hal ini menggeser paradigma dari “pajak sebagai kewajiban” menjadi “pajak sebagai bagian dari budaya komunitas yang sadar dan peduli”.

Yang menarik, sistem ini juga membuka peluang bagi nagari dan kelurahan untuk lebih mandiri. Ketika pemasukan daerah stabil dan rutin, tentu akan lebih banyak program pembangunan yang bisa dilakukan tanpa tergantung penuh pada dana pusat. Jalan bagus, fasilitas lengkap, layanan publik meningkat—semua berawal dari sistem perpajakan yang dikelola dengan cerdas.

Tentu, perubahan ini membutuhkan keberanian dari pemerintah daerah untuk berinovasi. Dukungan teknologi, integrasi data antarinstansi, hingga edukasi publik menjadi langkah penting. Namun jika keberhasilan PBB bisa dijadikan model awal, kenapa tidak ditiru untuk sektor pajak lainnya?

Kesimpulannya, masa depan perpajakan bukan hanya soal kewajiban bayar, tapi juga soal kemudahan akses dan transparansi data. Ketika semua orang tahu berapa yang harus dibayar, kapan jatuh temponya, dan bisa langsung bayar lewat HP—barulah kita bicara tentang revolusi pajak rakyat. Nagari pun tak hanya mandiri, tapi juga makmur dan maju bersama. Inilah Impian Bayar Pajak Warga Negara Indonesia.

Peluncuran Program Pemutihan Pajak Kendaraan Bermotor yang akan berlangsung mulai 25 Juni hingga 31 Agustus 2025 ini hanyalah solusi jangka pendek saja. Bahkan bisa jadi tidak terbaca oleh masyarakat di daerah karena minat baca dan penyebaran informasi tidak sedahsyat PBB di atas. Semoga kemudahan mengakses bayar pajak dan kemudahan balik nama di atas bisa terwujud cepat oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Barat melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) dan bekerja sama dengan Kepolisian serta Badan Perpajakan menuju Revolusi Pajak Rakyat. Kapan perlu diadakan pula penghargaan seperti program anggaran lain.

Kabar Gembira

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) resmi meluncurkan program Pemutihan Pajak Kendaraan Bermotor yang akan berlangsung mulai 25 Juni hingga 31 Agustus 2025. Program ini memberikan berbagai keringanan pajak bagi pemilik kendaraan bermotor, baik pribadi, badan hukum, maupun instansi pemerintah di wilayah Sumatera Barat.

Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi Ansharullah dan Wakil Gubernur Vasko Ruseimy secara langsung mendukung penuh program ini sebagai langkah strategis untuk meringankanbeban masyarakat dan meningkatkan kesadaran taat pajak kendaraan.

Kepala Bapenda Sumbar Syefdinon menjelaskan bahwa dalam program pemutihan ini, wajib pajak akan mendapatkan sejumlah pembebasan, antara lain:

1. Bebas tunggakan pokok pajak kendaraan tahun sebelumnya, kecuali tahun berjalan.

2. Bebas denda pajak kendaraan akibat keterlambatan pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).

3. Bebas Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) ke-2, baik untuk kendaraan dari dalam maupun luar Provinsi Sumbar.

4. Bebas pajak progresif untuk kendaraan dengan kepemilikan lebih dari satu atas nama yang sama.

5. Bebas denda SWDKLLJ (Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan) tahun lalu dan tahun-tahun sebelumnya dari PT. Jasa Raharja.

Pelayanan pembayaran pajak dan pemutihan ini dapat dilakukan di berbagai lokasi, seperti Kantor Samsat, Samsat Keliling, Samsat Drive-Thru, Samsat di gerai atau mall, Samsat Nagari, serta melalui aplikasi SIGNAL. Sementara untuk layanan Bea Balik Nama juga tersedia di Kantor Samsat dan Ditlantas Polda Sumbar.

Bapenda mengimbau seluruh masyarakat Sumatera Barat yang memiliki tunggakan atau ingin melakukan balik nama agar memanfaatkan program ini sebaik mungkin sebelum batas waktu berakhir pada 31 Agustus 2025.

Pertanyaan, untuk balik nama, bisakah kita balik nama di mana saja dalam wilayah Sumbar atau harus sesuai kabupaten kota dan sesuai KTP? Untuk informasi lebih lanjut, masyarakat dapat mendatangi Kantor Samsat terdekat atau mengunjungi laman resmi Bapenda Sumbar di bapenda.sumbarprov.go.id. (Yus MM/BS*)

Posting Komentar

0 Komentar