![]() |
Meski dikenal sebagai organisasi Islam dengan aset triliunan rupiah, namun kesederhanaan dan efektivitas dalam gerakan harus tetap terjaga. Setiap gerakan harus terukur sehingga memberikan dampak bagi kemajuan masa depan. Efisien ini tidak hanya ditujukan kepada institusi atau kelembagaan, tetapi juga bagi para perseorangan atau pimpinan baik di Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) maupun yang di Persyarikatan.
Sanjungan atas berbagai capaian yang diraih oleh Muhammadiyah, kata Haedar, jangan kemudian menjadikan pimpinan, kader, dan warga Muhammadiyah sombong – tetapi tetap boleh bangga.
Kepemimpinan Moderat untuk Menjalankan Fungsi Kenabian
Sementara itu, kepada peserta pelatihan, Haedar menyampaikan supaya segala jabatan yang diemban tidak boleh menjadikan diri sombong, tidak boleh pula menunduk-nunduk yang menampakan rendah diri. “Kesombongan itu akan membuat barrier kita rusak, bahkan di saat kita menjadi pemimpin. Tapi juga kemudian kata Pak AR kita tidak boleh nunduk-nunduk, itu tidak boleh juga. Moderatlah atau tawassuth,” katanya.
Kepemimpinan, imbuhnya, harus memiliki dimensi ruhaniah, intelektual, dan sosial. Berbagai dimensi ini menurutnya dapat menjadikan kepemimpinan itu berdampak pada kemajuan pada institusi atau lembaga yang dipimpinnya.
Selain itu, kepemimpinan di Muhammadiyah merupakan wasilah untuk menjalankan fungsi kerisalahan atau kenabian. Maka dalam menjalankan kepemimpinan didorong supaya memiliki empat karakter yaitu sidiq, tablig, fatanah, dan amanah. “Pemimpin di level apapun itu menjalankan fungsi kerisalahan, yang disebut sebagai kepemimpinan profetik,” ungkapnya. (Muhammadiyah.or.id)*

0 Komentar