PAYAKUMBUH, kiprahkita.com -- Dalam mengarungi gelombang kehidupan ini, ada tiga jurang yang mesti diwaspadai agar kaki kita tak terperosok ke dalamnya.
Jurang kehidupan itu juga ditemukan dalam mengelola Persyarikatan Muhammadiyah. Pertama, jurang keputusasaan, hilang harapan, lalu berhenti melangkah. Mereka yang masuk ke jurang ini adalah orang yang tak kokoh pendiriannya.
Kedua, jurang melampaui batas dalam bersikap. Jurang ini dinamamkan dengan ghuluw, yaitu sikap melampaui batas sehingga menabrak prinsip-prinsip syariat. Jurang ketiga adalah berubah haluan dan berpindah ke jalan yang salah.
Dalam konteks apa pun, menurut Ketua Pimpinan Daerah Kota Payakumbuh H. Irwandi Nashir, jika setiap diri tak berhati-hati berjalan, mereka dapat saja terperosok ke dalam juruang itu.
"Benteng agar tidak terperosok ke dalam tiga jurang itu ada dalam Al-Quran, khususnya dalam Surah Hud ayat 112-113," jelas Irwandi saat memberikan ceramah pada acara Silaturahim dan Konsilidasi Organisasi Pimpinan Aisyiah Ranting Balai Jariang, Air Tabit, Kecamatan Payakumbuh Timur, Kota Payakumbuh, Ahad (7/4/2023).
Benteng itu, ujarnya, adalah istiqomah, sikap tak melampui batas, dan tidak pro pada mereka yang nyata menyimpang menurut syariat Islam.
Keistiqomahan, lanjut Irwandi, dapat diraih dengan senantiasa berada dalam jamaah orang-orang taat, dan memiliki tujuan hidup yang terarah. "Sikap inkonsistensi kader dapat menimpa semua ormas Islam, tak terkecuali di tubuh persyarikatan Muhammadiyah," terangnya.
Agar tak terperosok ke jurang melampaui batas, menurutnya, setiap pribadi dapat memilih sikap wasathiyah, yaitu mengambil pilihan jalan tengah atau moderat. Contoh pilihan jalan tengah ini, lanjutnya, ketika Muhammadiyah mengedepankan pandangan luas dalan memahami bidah, sehingga dalam menghukumi perkara-perkara aktual yang berhubungan dengan agama, tak langsung mengharamkannya dan menutup rapat-rapat tanpa hujjah yang jelas dan tanpa dalil yang pasti atau qath'i.
"Kaidah setiap amalan baru adalah bid'ah tak ditelan mentah-mentah dalam manhaj atau metode yang dipilih Muhammadiyah," jelas dosen Universitas Islam Negeri Bukittinggi ini.
Mematuhi perintah Allah Ta'ala untuk tidak condong kepada orang-orang zholim adalah benteng diri agar tak terpengaruh oleh berbagai ideologi yang berseberangan dengan prinsip-prinsip syari'at Islam. Merujuk pada surah Hud ayat 112 dan 113 itu, terangnya, maka hidup ini dijalani di antara dua karang, yaitu tidak melampau batas dan tidak condong pada kezholiman.
"Persyarikatan Muhammadiyah telah menunjukkan bagaimana cara mendayung di antara dua karang itu dengan terus mengedepankan kelurusan, dan keseimbangan Islam dalam menghadapi dan menyelesaikan seluruh problematika kehidupan," imbuhnya.(rel)
0 Komentar