OPINI, kiprahkita.com - Dalam kisah yang tak terhitung, sejumlah orang tampaknya lebih suka menukarkan suara mereka, dengan paketan berisi uang tunai. Seolah-olah memilih pemimpin adalah semacam lelang tertutup.
Sebuah fenomena menarik telah muncul, di mana sebagian masyarakat menganggap dosa besar sebagai tiket masuk eksklusif menuju politik panggung. Jelas, mereka telah memahami cara memperlakukan proses pemilu seperti bursa saham, di mana setiap suara memiliki harga jualnya sendiri.
Ini bukan hanya masalah ekonomi atau pendidikan, tetapi seringkali tentang integritas dan moralitas yang dipertaruhkan. Sogokan bukanlah cara untuk memperbaiki sistem yang rusak, melainkan hanya memperdalam luka yang ada.
Penting bagi masyarakat untuk mengingat, suara mereka adalah instrumen kekuasaan, dan menerima sogokan berarti menjual potensi untuk perubahan yang sesungguhnya.
Di tengah riuh rendah kampanye politik, mungkin ada kebutuhan mendesak untuk menyadarkan kembali, pemilu seharusnya bukanlah "bursa hadiah terbesar", tetapi saat untuk memilih pemimpin yang benar-benar melayani dan mewakili kepentingan masyarakat.
Kita harus mempertanyakan dan menentang praktik ini, dan mengingatkan para pemimpin, kepercayaan rakyat tak dapat dibeli dengan sogokan manis. Itu adalah hak setiap warga negara untuk memilih, tanpa ada tekanan atau insentif tambahan.(YANSEN, warga Padang Panjang)
0 Komentar