Mengenang Sosok DI Pandjaitan yang Gugur Akibat Kekejaman PKI


TOBA, kiprahkita.com - Forum Martabe Sigurs (Formasi) menggelar upacara untuk memperingati gugurnya Pahlawan Revolusi Mayjen TNI (Anumerta) Donald Izacus Pandjaitan di Tugu DI Pandjaitan, Lumban Tor, Desa Natolu Tali, Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba. 

Upacara yang berlangsung Senin (30/9) pagi ini, dihadiri oleh jajaran Forkopimda, pelajar, ASN, dan masyarakat setempat. 

Dalam upacara tersebut, Penjabat (Pj) Bupati Toba Agustinus Panjaitan, bertindak sebagai inspektur upacara. 

Seusai upacara, Pj. Bupati bersama Forkopimda dan Camat Silaen menggelar acara tabur bunga di tugu DI Pandjaitan. 

DI Pandjaitan lahir di Silaen pada 9 Juni 1925, dan gugur dalam upaya kudeta yang dilakukan oleh PKI pada peristiwa G30S/PKI.

Agustinus menyampaikan, DI Pandjaitan adalah salah satu dari tujuh jenderal dan satu perwira yang gugur dalam peristiwa tersebut. 

Menurutnya, pengorbanan mereka dalam mempertahankan ideologi negara harus terus dikenang oleh generasi penerus.

"Ini adalah wujud rasa patriotisme kita sebagai generasi penerus untuk mengenang salah satu pahlawan revolusi kita," ujarnya. 

Ia menambahkan, peringatan ini harus menjadi motivasi bagi masyarakat, khususnya generasi muda, untuk terlibat aktif dalam pembangunan daerah, khususnya di Kabupaten Toba.

Sementara itu, Tumpal Panjaitan, yang mewakili keluarga besar DI Pandjaitan, menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada Formasi atas inisiasi acara peringatan ini. 

Tumpal, yang juga menjabat sebagai Camat Silaen, berharap perjuangan DI Pandjaitan dapat menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk mencintai tanah air dan berkontribusi dalam pembangunan daerah.

Selain upacara, Formasi juga menggelar rangkaian kegiatan lainnya seperti ibadah, hiburan rakyat, pagelaran seni, pembacaan puisi, pemutaran film G30S/PKI, dan film "Harta, Tahta, dan Wanita." 

Para pelajar juga turut berpartisipasi dalam pembacaan turiturian atau riwayat singkat kehidupan DI Pandjaitan.

PROFIL

Mengutip laman kamparkab.go.id dari wikipedia diketahui, Mayor Jenderal TNI Anumerta Donald Isaac Panjaitan lahir pada 9 Juni 1925 di Balige. Perjalanan pendidikannya dimulai dari Sekolah Dasar, dilanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama, hingga akhirnya menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas. 

Saat menyelesaikan pendidikan menengahnya, Indonesia sedang dalam masa pendudukan Jepang. Panjaitan kemudian bergabung dalam militer dan mengikuti pelatihan Gyugun, sebuah pelatihan militer yang dibentuk oleh Jepang. Setelah pelatihan, ia ditugaskan di Pekanbaru, Riau, sebagai anggota Gyugun hingga proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Pasca proklamasi, Donald Panjaitan bersama para pemuda lain membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR), yang kemudian dikenal sebagai TNI. 

Di TKR, ia memulai kariernya sebagai komandan batalyon. Pada tahun 1948, ia dipercaya menjadi Komandan Pendidikan Divisi IX/Banteng di Bukittinggi, serta menjabat Kepala Staf Umum IV (Logistik) Komando Tentara Sumatera. Ketika Belanda melancarkan Agresi Militer Kedua, Panjaitan memegang peran penting sebagai Pimpinan Perbekalan untuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).

Dengan berakhirnya agresi militer dan pengakuan kedaulatan Indonesia, Panjaitan melanjutkan kariernya di militer. 

Ia diangkat sebagai Kepala Staf Operasi Tentara dan Teritorium (T&T) I Bukit Barisan di Medan, sebelum dipindahkan ke Palembang untuk memegang jabatan Kepala Staf T&T II/Sriwijaya. 

Pada tahun 1956, Panjaitan mengikuti kursus Militer Atase (Milat) dan ditugaskan sebagai Atase Militer Republik Indonesia di Bonn, Jerman Barat.

Sepulang dari Jerman pada tahun 1962, Panjaitan yang pernah menimba ilmu di Associated Command and General Staff College, Amerika Serikat, diangkat sebagai Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad). 

Dalam jabatan ini, ia berhasil membongkar pengiriman senjata ilegal dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT) yang diselundupkan ke Indonesia untuk mendukung PKI. 

Senjata-senjata tersebut disembunyikan dalam peti-peti bahan bangunan yang rencananya digunakan untuk pembangunan gedung Conefo (Conference of the New Emerging Forces).

Namun, nasib tragis menimpa Panjaitan saat peristiwa Gerakan 30 September 1965. Pada dini hari 1 Oktober 1965, anggota Gerakan 30 September mendatangi rumah Panjaitan di Jalan Hasanudin, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. 

Mereka masuk secara paksa dan menyerukan Panjaitan untuk turun dari lantai dua rumahnya. 

Dalam proses penculikan, dua pemuda bernama Albert Naiborhu dan Viktor Naiborhu terluka parah saat mencoba melawan, dan Albert akhirnya meninggal. Setelah mendapat ancaman terhadap keluarganya, Panjaitan turun dan mencoba melarikan diri, tetapi ia ditembak mati oleh kelompok tersebut.

Jenazah Donald Panjaitan kemudian dibawa ke markas Gerakan 30 September di Lubang Buaya. Jasadnya, bersama para perwira lainnya yang dibunuh, dibuang ke dalam sumur tua. 

Pada 4 Oktober 1965, jasadnya ditemukan dan dimakamkan dengan upacara kenegaraan. Sebagai penghargaan atas pengorbanannya, Donald Panjaitan dianugerahi pangkat Mayor Jenderal secara anumerta dan diberi gelar Pahlawan Revolusi.(MUS, dari berbagai sumber)

Posting Komentar

0 Komentar