"Kita Perempuan Ini Pasti Kuat": Pelajaran dari Nurul Iman dan Umi Waheedah
Oleh: Dr. Derliana, M.A
Pimpinan Pesantren Kauman Muhammadiyah Padang Panjang
BOGOR, kiprahkita.com –Saat kaki ini pertama kali menginjakkan langkah ke Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman, Parung, Bogor, saya tidak hanya disambut oleh suasana sejuk khas pesantren, tetapi juga oleh semangat yang hangat dan mendalam—semangat perjuangan seorang perempuan yang namanya sudah sering saya dengar dalam berbagai forum: Umi Waheedah. Sosok perempuan kuat, inspiratif, dan penuh cinta dalam mendidik, memberdayakan, dan merangkul ribuan santri dari penjuru negeri.
![]() |
Bertukar Cendera Mata dengan Umi |
Kunjungan kami hari itu bukan sekadar studi tiru. Kami datang membawa kerinduan untuk belajar dari pesantren yang hidup dari kemandirian ekonomi, menyelenggarakan pendidikan 100% gratis, dan dipimpin oleh seorang perempuan tangguh yang bukan berasal dari latar belakang keilmuan agama secara formal, tetapi dari Psikologi dan komunikasi.
Sebagai pimpinan Pesantren Kauman Muhammadiyah Padang Panjang, saya telah terbiasa menghadapi dinamika pendidikan Islam: kekurangan dana, keterbatasan tenaga, beban administratif, dan harapan masyarakat yang tak pernah surut. Tapi hari itu, saya belajar satu hal penting: niat yang kuat, amanah yang dijaga, dan cinta yang konsisten, bisa menjadi kekuatan yang menghidupkan ribuan jiwa.
![]() |
Usaha Mandiri Pondok Umi Waheedah |
Umi Waheedah bukan sosok biasa. Lahir di Singapura dari ayah Melayu dan ibu Indonesia. Beliau adalah lulusan Psikologi Universitas Indonesia dan London School of Public Relations. Bukan dari pesantren, bukan dari fakultas syariah, dan tidak memakai gelar “ustazah”—namun hari ini, ia menjadi Ibu dari 15.000 santri dan pemimpin dari 70 unit usaha pesantren yang menopang kehidupan ribuan anak bangsa tanpa dipungut bayaran.
“Awalnya saya tidak siap,” kata beliau kepada kami dengan jujur. “Saya bukan ahli agama, bukan habib seperti suami saya. Tapi ini amanah. Saya harus jalankan.” Kalimat itu menohok hati saya. Sebab saya tahu, di balik kalimat sederhana itu, ada pengorbanan, air mata, dan malam-malam penuh doa.
![]() |
Cenderamata dari Kauman untuk Umi |
Setelah wafatnya Habib Saggaf bin Mahdi pada tahun 2010, sang pendiri pesantren, Umi melanjutkan seluruh perjuangan ini. Beliau tidak hanya melanjutkan, tapi mengembangkan. Dari 24 unit usaha saat Habib wafat, kini menjadi lebih dari 70 unit usaha produktif. Dari sebuah harapan, kini menjadi kenyataan besar yang membanggakan.
Kemandirian yang Membebaskan
Dalam dunia pesantren, pendidikan gratis seringkali hanya sebatas idealisme. Tapi Nurul Iman menjadikannya kenyataan. Semua santri mendapatkan makan, tempat tinggal, pengobatan, pendidikan umum dan agama, tanpa sepeserpun membayar. “Kenapa harus gratis?” tanyaku.
“Karena dulu anak-anak pertama yang belajar di sini adalah anak-anak Aceh dan Timor Timur yang tidak punya apa-apa. Masa mereka harus bayar untuk menuntut ilmu?” jawab Umi. Pesantren ini hadir untuk membantu anak2 tak berdaya. Di titik ini, saya tersadar: pesantren ini dibangun bukan di atas strategi bisnis, tapi di atas cinta dan kasih sayang kepada anak-anak bangsa yang tersisih.
![]() |
Unit Usaha Dikelola Santri Langsung |
Model pendanaan pesantren ini bertumpu pada social entrepreneurship—unit usaha pesantren dikelola dengan prinsip koperasi, produktif, dan partisipatif. Ada pabrik roti, pembuatan pupuk organik, toko serba ada, percetakan, pertanian, peternakan, bahkan pengolahan sampah daur ulang. Semuanya dikelola oleh para santri dan alumni, dengan semangat gotong royong dan tanggung jawab sosial. Tidak ada utang. Tidak ada sponsor asing. Hanya niat dan kerja keras.
Perempuan dan Kepemimpinan Spiritual
Di ruang pertemuan yang luas, Umi Waheedah menyapa kami dengan lembut, penuh senyum, dan rendah hati. Tapi ketegasan dan ketelitian dalam manajemen beliau sangat terasa. Beliau tahu semua angka. Beliau paham semua alur. Beliau hafal semua prinsip. Ini bukan hanya figur kharismatik—tapi pemimpin yang membumi.
Ketika rombongan kami pamit pulang, beliau menggenggam tangan saya dan membisikkan kata-kata yang menyejukkan:
"Umi Doktor, semangat ya sayang. Kita perempuan ini pastilah orang yang kuat. Aku tahu kamu banyak mengalami masalah dalam memimpin pesantren Kauman ini. Tapi saya akan bantu."
Kata-kata itu menggetarkan. Di tengah semua tantangan yang kadang membuat saya ingin menyerah, ada seorang Umi Waheedah yang pernah mengalami lebih berat, tapi tetap tegar dan penuh cinta. Bagi saya, kalimat itu bukan hanya empati sesama perempuan—tapi doa dan kekuatan spiritual yang menyalur diam-diam, mendalam.
![]() |
Unit Usaha Menakjubkan Kami |
Belajar dari Nurul Iman: Jalan Menuju Islam Berdaya
Dunia pendidikan Islam hari ini butuh contoh nyata, bukan hanya teori. Butuh pesantren yang mandiri bukan dari proposal, tapi dari wirausaha. Butuh pimpinan yang bukan hanya bisa berfatwa, tapi juga bisa menyingsingkan lengan dan turun tangan.
Pesantren Nurul Iman membuktikan bahwa Islam adalah agama pemberdayaan, bukan ketergantungan. Pendidikan yang gratis bukan berarti murah—tapi hasil dari keberkahan dan niat yang tulus. Ekonomi mandiri bukan sekadar target bisnis, tapi cara menjaga harga diri dan menjauhkan lembaga Islam dari ketergantungan struktural.
Umi Waheedah membuktikan bahwa perempuan, bahkan yang tidak pernah bercita-cita memimpin pesantren, bisa menjadi sumbu perubahan jika ia memimpin dengan hati dan niat lillahi ta‘ala.
![]() |
Akrab, Santun, dan Ramah Kesan Kami |
Refleksi untuk Kita Semua
Kita sering mengeluhkan tentang kekurangan dana di pesantren. Tapi hari ini saya belajar bahwa masalah sebenarnya bukan kurang dana—tapi kurang daya. Daya berpikir. Daya berkreasi. Daya berani. Daya mencintai. Umi Waheedah menunjukkan semua itu dalam satu sosok perempuan.
Saya pulang dari Nurul Iman bukan hanya dengan catatan teknis atau model manajemen. Saya pulang dengan semangat baru sebagai perempuan pemimpin pesantren. Saya tahu jalan ini berat, tidak semua orang memahami, dan kadang kita merasa sendirian. Tapi ada perempuan seperti Umi Waheedah yang telah membuktikan bahwa kita bisa.
Penutup: Perempuan, Cinta, dan Cahaya
Dalam sebuah hadits qudsi disebutkan bahwa Allah berfirman:
"Aku sesuai prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Jika ia berprasangka baik, maka itulah yang akan ia dapatkan." (HR. Bukhari dan Muslim)
Saya percaya, prasangka baik dan niat suci itulah yang membuat Nurul Iman terus hidup dan berkembang. Saya percaya, cinta Umi Waheedah kepada amanah suaminya, kepada santri-santrinya, kepada umat, dan kepada Allah—itulah bahan bakar utama dari semua keajaiban ini.
Maka hari ini, saya tuliskan kisah ini untuk siapa saja yang sedang lelah memimpin lembaga, sedang ragu meneruskan perjuangan, atau sedang sendiri dalam jalan sunyi perjuangan pendidikan. Ingatlah, kita perempuan ini pasti kuat karena kita memimpin bukan dengan ambisi, tapi dengan cinta dan berharap Ridha Ilahi Rabbi. Kabulkan Rabb. Terima kasih, Umi Waheedah. Terima kasih, Nurul Iman. Saya belajar bukan hanya tentang manajemen, tapi tentang iman, keikhlasan, dan cinta yang menghidupkan.
Sekilas Oleh-Oleh Tentang Umi Waheeda
Umi Waheeda adalah sosok perempuan inspiratif asal Singapura yang sejak muda sudah aktif di berbagai bidang—olahraga, seni tari Melayu, hingga olimpiade fisika. Setelah menempuh pendidikan tinggi di sastra Inggris dan menguasai O-Level Cambridge, ia memilih jalur religius dengan nyantri di Surabaya. Di sana, ia belajar menghafal Al-Qur’an sekaligus mentransliterasi kitab kuning ke bahasa Inggris. Perjalanan spiritualnya ini mengantarkannya pada misi besar membangun pesantren berbasis cinta ilmu dan kemandirian.
Bersama suaminya, Habib Saggaf, ia mendirikan Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman pada tahun 1998 saat krisis moneter melanda. Misinya mulia: pendidikan gratis seumur hidup bagi anak-anak yatim dan dhuafa. Segala kebutuhan—makan, tempat tinggal, hingga kuliah—ditanggung penuh. Bahkan setelah suaminya wafat, Umi Waheeda tetap memegang teguh prinsip “gratis sampai kiamat,” meski harus mengurangi jumlah santri demi keberlangsungan sistem.
Untuk mendanai sistem ini, Umi Waheeda membangun lebih dari 50 unit usaha pesantren. Semuanya dijalankan dengan semangat social entrepreneurship yang melibatkan para santri secara langsung. Di antaranya adalah pabrik roti, tahu-tempe, susu kedelai, percetakan, air minum kemasan, studio multimedia, konveksi, paving block, perikanan, hingga peternakan. Semua bisnis ini bukan cuma sumber dana, tapi juga sarana belajar praktik kerja nyata bagi para santri.
Salah satu yang paling ikonik adalah pabrik rotinya, yang mampu memproduksi hingga 18.000 potong per hari. Selain itu, pesantren juga punya koperasi kuat yang mengelola usaha-usaha tersebut secara terintegrasi. Keuntungan diputar untuk membiayai seluruh kebutuhan pesantren tanpa menyentuh donasi luar. Bahkan, sebagian produk seperti air kemasan dan makanan ringan mulai menembus pasar umum.
Gaya kepemimpinan Umi Waheeda dijuluki sebagai gaya “melati”—lembut tapi kuat, bersih dan menebar manfaat. Wangi lagi. Ia memimpin dengan cinta, kedisiplinan, dan keteladanan langsung. Sebagai single parent, ia tetap mampu mengelola ribuan santri, guru, dan puluhan usaha. Ia bahkan rela menjual kendaraan dan perhiasan pribadi demi kelangsungan pesantren kala merintis amal usaha ini. Kiprah dan oleh-oleh luar biasa untuk siapa saja yang mau maju bersama.
Umi Waheeda juga aktif berbagi ilmu dan strategi pada pesantren lain di seluruh Indonesia. Ia menjadi pembicara dalam berbagai workshop dan seminar nasional, terutama soal bagaimana membangun pesantren yang mandiri secara ekonomi tanpa menghilangkan ruh pendidikan dan akhlak mulia. Ia percaya bahwa pesantren bukan hanya pusat ibadah, tapi juga pusat produksi dan pemberdayaan.
Dengan semua pencapaiannya, Pesantren Nurul Iman kini dikenal sebagai pesantren dengan sistem ekonomi mandiri terbesar se-Indonesia. Beberapa sumber menyebut bahwa omzet tahunannya bisa mencapai miliaran hingga triliunan rupiah, semuanya kembali ke pesantren. Keberhasilan ini menjadi bukti bahwa model pendidikan dan bisnis bisa berjalan berdampingan secara harmonis.
Kiprah Umi Waheeda dan Nurul Iman bukan sekadar kisah sukses, tapi juga sumber inspirasi kita. Ia membuktikan bahwa ketulusan, kerja keras, dan visi sosial yang kuat bisa menciptakan perubahan nyata. Dari seorang ibu santri, ia menjelma jadi pemimpin visioner yang bukan hanya mencetak generasi Qur’ani, tapi juga generasi produktif dan mandiri.
🌸Unit Usaha yang Dimiliki Pesantren
Menurut penelitian kami dan sumber resmi ponpes, setidaknya terdapat puluhan unit usaha yang menyokong operasional dan pendidikan gratis bagi hingga puluhan ribu santrinya. Diantaranya seperti foto di atas:
Daur ulang sampah – batu pijakan sejak 1998 untuk membentuk koperasi dan unit lain
Pabrik roti & donat – kapasitas hingga 18.000 potong roti dan 3.000 donat per hari
Konveksi – pembuatan pakaian dan seragam, dikelola koperasi
Percetakan (Offset) – mesin cetak untuk buku dan dokumen ponpes .
Studio media – layanan foto, video shooting/editing, wedding shooting nuruliman.or.id
Air minum kemasan (Ointika) – pabrik air, sedang diupayakan sertifikasi SNI
Tahu & tempe – unit agroindustri di bawah koperasi
Susu kedelai – produksi sari kedelai sebagai varian pangan sehat ponpes
Pertanian, perkebunan, peternakan – termasuk pupuk organik & biogas
Perikanan air tawar & ikan hias
Paving block – industri bahan bangunan mandiri
Public entertainment – wadah belajar wirausaha di bidang hiburan & event ponpes nuruliman.or.id
Koperasi Nurul Iman – pusat pengelolaan semua unit & penyaluran keuntungan nuruliman.or.id
💸 Skala & Dampak Ekonomi
Total unit usaha: Penelitian mencatat antara 48–59 unit usaha aktif .
Omzet Triliunan Rupiah: Menurut NU Online (Agustus 2010), omzet tahunan pesantren mampu menembus angka triliunan lewat berbagai usaha, termasuk agribisnis, roti (± Rp3 miliar/tahun), kopi, air kemasan, bahkan jual‑beli batu bara dan permata.
Ruang Market Eksternal: Pemerintah (Kemenperin) mendorong agar produk bukan hanya untuk konsumsi internal tapi juga diedarkan di masyarakat luas, dengan peningkatan mutu, kemasan, SNI, dan distribusi publik.
Strategi & Filosofi
Rantai nilai halal yang terintegrasi – dari hulu ke hilir, meningkatkan nilai tambah produk. Kapital dan peningkatan kapasitas – terus merekrut tenaga, investasi mesin, perluasan usaha. Kolaborasi & kemitraan – kerja sama dengan berbagai pihak untuk pengembangan dan pemasaran produk. Pendidikan teori-praktik bagi santri – semua unit dikelola bersama santri sebagai pelatihan kewirausahaan sejati. Oleh-oleh luar biasa.
(Kiprahkita Yus MM)
0 Komentar