JAKARTA, kiprahkita.com - Dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), khususnya di tingkat SMA, pada 2023 ini pemerintah menerapkan sistem zonasi. Kemudian muncul beberapa masalah, ada yang sampai kisruh, ada juga yang dapat diselesaikan dengan musyawarah mufakat.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan PPDB dengan sistem zonasi itu. Beberapa rekomendasi hasil pengawasan itu, Selasa (31/10), disampaikan pada Rapat Koordinasi Nasional yang melibatkan KPAI, Ombudsman dan Komite Nasional Disabilitas (KND).
"Ada persoalan dalam PPDB zonasi itu, bahkan termonitor ada juga yang mengarah kepada diskriminasi. Pemerintah perlu memastikan terwujudnya pemerataan mutu dan kemudahan akses pendidikan, pada satuan pendidikan negeri dan swasta, dengan memberikan dukungan peningkatan kompetensi SDM, anggaran, sarana prasarana, dan daya dukung lainnya," kata Wakil Ketua KPAI Dr. Jasra Putra, Rabu (1/10), di Jakarta.
Jasra mengatakan hal itu, ketika mengskespose rekmendasi KPAI pada rakor tersebut. Pemerintah, tegasnya, harus siap ketika PPDB zonasi diterapkan, agar warga di sekitar zona sekolah tersebut terakomodir.
Agar hal itu dapat dilakukan dengan baik, imbuhnya, maka harus ada data awal sebagai deteksi dini, sebelum dilakukan PPDB. Selain itu, katanya, persoalan jarak berdasarkan sekolah harus jadi fokus utama, bukan berdasarkan RT/RW. Maksudnya, kata Jasra, zonasi tidak secara administrasi tetapi berdasarkan jarak rumahnya, serta bagi siswa yang bersekolah di sekolah negeri tidak boleh pindah ke sekolah negeri lain, kecuali mengikuti pindah tugas orang tua.
"Rekomendasi ini merupakan tindak lanjut Rapat Koordinasi Daerah KPAI yang dilaksanakan beberapa waktu lalu. Jadi, rumusannya sudah berdasarkan kajian terkait dengan kebijakan dari pusat sampai daerah," tuturnya.
Khusus untuk pemerintah daerah, KPAI merekomedasikan:
1. Bersama pemerintah pusat dan masyarakat, pemerintah daerah perlu berupaya mewujudkan pemerataan mutu pendidikan, kompetensi SDM guru dan tenaga kependidikan antara sekolah swasta dan negeri, sehingga akan merubah pandangan masyarakat terhadap sekolah favorit dan non favorit.
2. Pemerintah daerah perlu menyusun juknis PPDB pada tingkat provinsi, dengan catatan:
a. Memastikan PPDB dilaksanakan secara daring penuh.
b. Singkat, Jelas, dan mudah difahami Masyarakat.
c. Verifikasi data kependudukan melibatkan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.
d. Prosedur penentuan zonasi melibatkan masyarakat terdekat dengan satuan pendidikan.
e. Jalur Afirmasi bagi Disabilitas diberikan layanan surat keterangan disabilitas secara gratis dengan cara bekerjasama dengan Puskesmas atau Rumah Sakit setempat.
f. Form Pendaftaran PPDB bagi kelompok inklusi perlu format khusus yang dapat mengidentifikasi jenis kebutuhan khususnya.
3. Sesuai amanah Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021, pemerintah daerah hanya boleh membuka jalur prestasi ketika ada sisa dari semua jalur seleksi PPDB.
4. Pemerintah daerah memberikan jalur khusus untuk (anak) Guru dan Tenaga Kependidikan, sebagai bentuk penghargaan atas bakti pendidikan yang dilakukan.
5. Pemerintah Daerah perlu menerbitkan regulasi yang memberikan perhatian khusus kepada pemenuhan hak penyandang disabilitas, khususnya akses informasi dan layanan pendidikan.
6. Pemerintah Daerah perlu mengalokasikan anggaran PPDB untuk dukungan sosialisasi, edukasi, peningkatan komptensi SDM, dan layanan.
7. Pemerintah Daerah melakukan pengawasan, memberikan sanksi dan hukuman atas pelanggaran pelaksanaan PPDB, antara lain: pungutan liar, jual beli bangku, pemalsuan identitas, dan lainnya.
8. Pemerintah Daerah melakukan penindakan terhadap adanya penyelewengan dari regulasi PPDB yang dijalankan.
Pada kesempatan itu, menurut Jasra, KPAI juga menyampaikan rekomendasi kepada pemerinyah pusat, dan melaporkan hasil pengawasan percepatan penurunan stunting.
KPAI melakukan pengawasan PPDB 2023, mulai Juni hingga Agustus 2023, dengan metode pengawasan langsung dan tidak langsung kepada delapan provinsi.
Pengawasan langsung dilakukan pada dua provinsi, yaitu Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat. Sedangkan obyek pengawasan menjangkau 746 satuan pendidikan, 4 Dinas Pendidikan, 4 Kantor Wilayah Kementerian Agama, 782 Satuan Pendidikan, serta 468 orang tua atau masyarakat.(mus)
0 Komentar