JAKARTA, kiprahkita.com - Kasus perundungan di sekolah ibarat gunung es. Sudah banyak kejadian, tapi selalu saja berulang. Dua anggota DPR RI pun angkat bicara.
![]() |
ilustrasi dari pixabay.com |
Keduanya adalah Anggota Komisi X DPR RI Ratih Megasari Singkarru, dan Anggota Ledia Hanifa Amaliah.
Ratih menyebut, perundungan menjadi isu yang mengkhawatirkan sejak lama, khususnya perundungan yang terjadi di lingkungan sekolah.
Ia menilai, kasus-kasus perundungan yang terjadi di instansi pendidikan menunjukkan, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
Menurutnya, fenomena ini sering kali disebut sebagai dosa besar pendidikan, yang terus berulang tanpa adanya pertobatan yang nyata.
Kita sebagai masyarakat, tegasnya, harus bersatu untuk menyatakan, tindakan semacam ini tidak dapat lagi ditoleransi.
Ia mengungkapkan, seringkali kasus perundungan yang tidak terdengar di publik. Bahkan, tidak mendapatkan penanganan yang memadai. “Lebih buruk lagi ditutup-tutupi oleh berbagai pihak yang berkepentingan," jelas Ratih.
Sementara Ledia mendorong sinergi guru dan orang tua untuk memperkuat pendidikan karakter anak. Pasalnya, peran guru dan lingkungan sekolah juga mempengaruhi perkembangan karakter anak, meski pembentukan karakter dan pendidikan moral anak dimulai di lingkungan keluarga.
Menurutnya, Kemendikbud-Ristek perlu turut berkontribusi dalam penguatan pendidikan karakter anak. melalui bimbingan konseling yang dimulai dari tingkat Sekolah Dasar.
Adapun berdasarkan data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), ujarnya, kasus perundungan mengalami kenaikan dan mencapai 226 kasus pada Tahun 2022.
Ledia berharap penguatan pendidikan karakter pada anak dapat menekan kasus perundungan di Indonesia. Demikian dikutip dari laman dpr.go.id, Rabu (28/2) malam.(*/mus)
0 Komentar