PADANG PANJANG, kiprahkita.com - Komunitas Seni Kuflet Padang Panjang, melakukan diskusi perihal Epik Brecht, Sabtu (23/03), di sekretariatnya. Narasumbernya adalah Akram Hakim, denan moderator Maharani Saputri.
Akram pada diskusi itu menjelaskan, teater epik adalah penyajian yang meniru sesuatu yang merupakan realitas sosial masyarakat, namun dibuat seolah-olah hal itu tidak lazim di panggung, dan menjadi sesuatu yang asing.
"Setelah melihat pertunjukan teater epik, penonton yang pada awalnya tidak terlalu memikirkan, realitas sosial yang lazim terjadi pada kehidupan sehari-hari itu, lalu kemudaian tersadar, dan bertanya pada diri sendiri, apakah hal tersebut memang lazim untuk dilakukan atau tidak," ujar sutradara muda in,
Menurutnya, Brecht menawarkan beberapa metode, yang dapat digunakan saat melakukan pendekatan teater epik. Sesuai dengan landasan penyutradaraan penulis, ujarnya, metode dan teknik ini didapatkan dari buku Brecht on Theatre The Development Of Aesthetic, terjemahan John Willet dan Organon Kecil Untuk Teater terjemahan Boen S. Oemarjati,
Berikut adalah metode kunci yang terkait dengan teater epik:
1. Verfremdungeffeck atau V-effect
Dalam pendekatan teater epik, Bertolt Brecht menciptakan metode efek alienasi atau Verfremdungeffeck (V-effect). Efek Alienasi merupakan penyajian yang tetap memungkinkan dikenalnya apa yang ditiru, tetapi juga sekaligus menjadi sesuatu yang asing (Dimyati, 2010:24).
2. Dikenali dengan Narator
Penonton akan sulit untuk berpikir lebih kritis, jika mengalami katarsis dan terlalu larut ke dalam sebuah pertunjukan, maka dari itu, narasi dari seorang narator, berfungsi untuk memutuskan emosional penonton pada tokoh dan cerita yang ada di atas panggung.
Narator akan berinteraksi dengan penonton, menyampaikan ulang sebuah adegan cerita di panggung yang telah terjadi, ataupun menceritakan kejadian yang terjadi selanjutnya, untuk memutus emosi penonton dari pertunjukan.
Narasi dalam teater epik cenderung ditujukan untuk menyampaikan pesan ideologis atau sosial. Cerita dapat diatur untuk membahas isu-isu politik, sosial, atau ekonomi dengan cara yang lebih terbuka dan analitis.
3. Multiple-set dan Minimal-set
Di dalam sebuah pertunjukan, setting atau properti yang terlalu realistis, akan terlihat seperti asli dan mengimitasi kehidupan nyata, sementara di dalam teater Epik Brecht, berusaha menyadarkan penonton, bahwa yang mereka saksikan hanyalah sebuah pertunjukan, bukan kisah nyata yang terjadi di atas panggung.
Di dalam teater Epik Brecht, seting hanya bersifat representatif, atau simbolis sudah cukup menunjang daya kritis penonton.
Pendiri sekaligus Penasihat Komunitas Seni Kuflet Dr. Sulaiman Juned, dalam arahannya mengatakan, metode yang dipakai dalam teater epik, untuk menciptakan jarak antara penonton, dan aksi di atas panggung, membuat penonton menjadi pengamat yang lebih kritis daripada penonton pasif.
V-effect, tuturnya, merupakan cara untuk mencegah penonton mengidentifikasi atau berempati, dengan karakter-karakter dalam pertunjukan.
Sulaiman yang merupakan sutradara yang penyair itu menjelaskan, metode Brecht dikembangkan agar penyampaian pesannya kepada penonton, dapat lebih tercapai dengan meningkatkan pikiran penonton, untuk lebih kritis bahkan kepada karakter tokoh.
"Tujuan utama teater epik adalah untuk menciptakan efek pemisahan, antara penonton dan aksi di panggung, penonton diharuskan untuk tetap sadar, bahwa mereka menonton karya, seni dan tidak terikat secara emosional pada cerita dan tokoh," sebut dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang ini.
Menurut Sulaiman, agar hal ini dapat tercapai, Metode V-effect yang memisahkan emosi penonton dengan aktor haruslah digunakan. Untuk itu, katanya, dapat dilakukan, contohnya dengan aktor yang keluar dari karakter tokoh, aktor yang berinteraksi langsung dengan penonton, dan lain sebagainya.(*/nhela)
0 Komentar