TANAH DATAR, kiprahkita.com - Penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) di Indonesia kembali menjadi sorotan, akibat maraknya dugaan praktik politik uang dengan beragam variasinya.
Menurut data yang diungkap oleh Dosen Fisipol Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat Hairunnas, pada pemilu legislatif baru-baru ini, sebanyak 25 hingga 33 persen pemilih terlibat dalam praktik politik uang.
"Hal ini mengindikasikan, fenomena politik uang masih menjadi persoalan serius yang menghantui proses demokrasi di tanah air," ujarnya.
Hairunnas mengungkapkan fakta mencengangkan, sekitar 62 juta pemilih diduga telah menerima uang dalam kerangka politik tersebut.
Pernyataan itu disampaikannya menjelang akhir pekan ini di Batusangkar, saat menjadi narasumber pada acara yang diselenggarakan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Tanah Datar.
Acara tersebut dihadiri oleh panitia pengawas pemilu kecamatan, perwakilan dari aparat kepolisian, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dan Komite Wartawan Reformasi Indonesia (KWRI).
Tak hanya itu, ujarnya, data menunjukkan bahwa tingkat politik uang pada pemilu 2024, lebih tinggi dari pemilu sebelumnya pada tahun 2019, yang diperkirakan berada di kisaran 19 hingga 33 persen.
Hairunnas menjelaskan, politisi sering kali merasa terpaksa menggunakan politik uang, untuk memikat pemilih datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) guna mendukung mereka. Persaingan yang ketat antar calon anggota legislatif, sebutnya, terjadi di antara caleg di separtai.
Dosen muda ini juga tidak menutupi fakta, beberapa isu yang muncul dalam pemilu legislatif kali ini, telah mengganggu proses demokrasi secara keseluruhan.
Misalnya, banyak kepala daerah yang menjabat sebagai pelaksana tugas gubernur, bupati, dan walikota, yang cenderung berpihak kepada kepentingan tertentu.
Selain itu, terdapat fenomena kapitalisasi demokrasi, di mana kepentingan dan sentimen anggota legislatif terpilih menjadi prioritas utama, serta beban kerja yang tinggi bagi penyelenggara pemilu, terutama Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu.
Dengan demikian, imbuhnya, maraknya politik uang dan beragam tantangan lainnya dalam penyelenggaraan pemilu, memperlihatkan perbaikan sistem demokrasi masih menjadi tugas berat bagi semua pihak terkait.
"Upaya untuk mengatasi praktik politik uang serta menanggulangi masalah-masalah struktural lainnya, perlu dilakukan secara bersama-sama, guna memastikan integritas dan validitas proses demokrasi di Indonesia," simpulnya.(musriadi musanif)
0 Komentar