Di Balik Perjalanan Mengikuti PINAS di Palembang


Oleh Jusmaniar 

Sekretaris PDA Kota Sungaipenuh


OPINI, kiprahkita.com - Beberapa hari sebelum keberangkatan, Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) dan Aisyiyah Kota Sungai Penuh sepakat menunjuk saya; Jusmaniar, dan Bapak Dr. Norman Ohira untuk pergi sebagai peserta Pelatihan Instruktur Nasional (PINAS) ke Palembang. 


Semua persyaratan sudah dilengkapi dan siap untuk mengikuti kegiatan tersebut. Namun, tepat pada 18 Mei 2024 menjelang Subuh, Ibunda tercinta berpulang ke Rahmatullah. Saya yang berdomisili di Sungai Penuh, Jambi, segera berangkat pulang ke Padang Panjang, menyongsong kabar duka tersebut. 


Perjalanan dari Sungai Penuh memakan waktu sekitar 10 jam, sehingga meskipun telah bergegas, saya tidak dapat ikut serta dalam proses penyelenggaraan jenazah. 


Perasaan pilu dan tak tertahankan menyelimuti hati saya. Saya hanya bisa pasrah dan merelakan kepergian ibunda tercinta, tanpa bisa memberikan penghormatan terakhir secara langsung. Namun, dalam ajaran agama dan tuntutan persyarikatan, menyegerakan jenazah adalah hal yang utama.


Dua hari berada di kampung halaman, datanglah dilema kedua: Apakah tetap mengikuti PINAS atau membatalkan keikutsertaan. Jika dibatalkan, saya merasa rugi, tetapi jika tetap mengikuti, saya tidak yakin, apakah hati dan raga saya sanggup. 


Setelah berembuk dengan keluarga besar yang mayoritas adalah warga Muhammadiyah, mereka semua menyarankan agar saya tetap berangkat. Maka, hari kedua saya langsung meninggalkan rumah Amak dan kembali ke Sungai Penuh pada Senin pagi.


Dilema ketiga muncul, ketika tidak ada mobil travel langsung dari Sungai Penuh ke Palembang pada tanggal 21 Mei. Setelah menghubungi beberapa loket, satu-satunya pilihan adalah berangkat dari Muara Bungo. 


Pada tanggal 21 Mei pukul 09.00 WIB, saya berangkat ke Muara Bungo dan melanjutkan perjalanan ke Palembang pada pukul 17.00 WIB. Tiba di Palembang pada pukul 06.00 WIB keesokan harinya. Alhamdulillah, perjalanan berlangsung lancar.


Setelah registrasi, saya sah menjadi peserta PINAS yang kita banggakan, dan mendapatkan kelas belajar di kelas C. Namun, duka dan gembira harus saya jalani di waktu yang sama. 


Dalam hari-hari pelatihan, saya mohon maaf kepada para instruktur dan teman-teman, karena saya merasa kurang fokus, meskipun telah berusaha maksimal mengikuti semua jadwal. Saya tidak bisa tertawa lepas, karena air mata sering kali tak tertahan, terutama ketika bayangan Amak melintas.


Dilema keempat terjadi ketika saya hendak kembali ke Padang Panjang. Tidak ada mobil langsung dari Palembang ke Padang Panjang. Maka, rute yang harus ditempuh adalah Palembang, Jambi, Sungai Penuh, dan kemudian Padang Panjang. 


Perjalanan ini memakan waktu dua malam satu hari, sebelum akhirnya saya bisa menginjakkan kaki di rumah Amak.


Terima kasih kepada PINAS yang telah mengajarkan saya bentuk perjuangan dan cinta pada persyarikatan. Terima kasih juga kepada para instruktur dan teman-teman yang telah menguatkan saya dalam diam. Amak adalah syurga sedangkan perserikatan adalah pembawa kita ke pintu syurga.


Inilah sedikit tulisan di balik menjadi peserta PINAS, semoga bisa menjadi teman ngopi. Mohon doa dari kita semua untuk Amak tercinta. Semoga Amak ditempatkan di sisi-Nya.***

Posting Komentar

0 Komentar