Oleh Dr. Jasra Putra, M.Pd
(Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia)
OPINI, kiprahkita.com - Di tengah perayaan Hari Anak Nasional, Ikatan Dokter Anak Indonesia menyalakan lonceng keras, tentang “persoalan besar” terkait anak-anak yang datang ke fasilitas cuci darah, bahwa 1 dari 5 anak mengalami gangguan ginjal.
Kita menghadapi persoalan besar di tengah kemajuan industri makanan, dan kemudahan mendapatkan makanan yang mengandung gula, lemak, dan garam.
Kemasan makanan yang menarik, jangkauan yang mudah melalui gawai, media sosial, dan pesan makan online, semakin memperparah masalah ini.
Banyaknya anak-anak yang datang ke fasilitas cuci darah disebabkan oleh konsumsi gula, garam, dan lemak yang tidak terkontrol.
Hasil penelitian para dokter anak di seluruh Indonesia menjadi peringatan keras bagi kita semua. Dengan perkembangan industri makanan, didukung oleh perkembangan zat kimia dan olahan makanan, serta harga yang sangat murah dan industri kemasan yang kekinian, ternyata meninggalkan persoalan besar bagi anak-anak kita yang belum memahami komposisi gizi seimbang.
Ini juga tantangan besar bagi lembaga pengawasan obat dan makanan kita, bagaimana menghadirkan uji laboratorium makanan di tengah masyarakat agar ada pengawasan yang memadai.
Kita juga berharap program makan gratis tidak hanya berfokus pada penyediaan makanan, tetapi juga mencakup mekanisme sistem yang bisa melindungi dan mengendalikan industri makanan kita.
Program ini harus mencakup sosialisasi gejala gangguan ginjal pada anak, pengawasan makanan, dan uji laboratorium makanan di tengah masyarakat.
Sebagai pencegahan dan deteksi dini, penting untuk segera melakukan sosialisasi gejala gangguan ginjal sebelum harus menjalani cuci darah.
Perlu diperhatikan juga konsumsi air putih yang cukup serta mengurangi konsumsi zat pemanis, garam, dan lemak.
Kita juga perlu membudayakan olahraga di keluarga, sekolah, dan masyarakat, di tengah kurangnya aktivitas fisik anak-anak akibat penggunaan gawai. Penting untuk menggiatkan kembali olahraga dan budaya aktif.
Di sisi lain, kita juga perlu membicarakan perubahan iklim yang mengubah perilaku anak-anak dan menyebabkan mereka lebih banyak mengkonsumsi jajanan.
Kemasan makanan sekarang menjadi barang mewah dan industri viral dengan kemasan yang sangat menarik bagi anak-anak. Namun, apakah ada uji laboratorium dan pengawasan? Ini menjadi pekerjaan rumah kita semua untuk memastikannya.
Kita harus memastikan lembaga BPOM memiliki jejaring kerja pengawasan obat dan makanan di tengah masyarakat, lingkungan sekolah, dan lingkungan bermain anak-anak.
Kita juga harus memperhatikan pesan para dokter tentang batasan konsumsi gula yang berlebihan, yang dapat mempengaruhi suasana hati anak-anak, menyebabkan kecemasan, reaktivitas, dan sikap agresif.
Tren tantangan makan pedas dengan level yang berisiko mengganggu pencernaan dan memicu makan berlebih juga menjadi perhatian.
Bayangkan aktivitas anak-anak yang lebih banyak di media sosial, disrupsi informasi, dan jarang bergerak, dipicu oleh reaksi konsumsi makanan berlebihan akibat rasa yang melebihi batas normal seperti pedas, asam, manis, dan asin.
Perilaku hidup dengan konsumsi makanan berlebihan tanpa banyak bergerak, tidak mengenal waktu makan, menyebabkan obesitas dan gizi tidak seimbang.
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 dari Kementerian Kesehatan memetakan berbagai indikator kesehatan masyarakat, salah satunya adalah prevalensi obesitas yang meningkat.
Kita juga jangan lupa, negara kita masih berjuang menurunkan angka stunting yang tinggi.
Negara memiliki kebijakan UU Kesehatan tentang pengawasan dan upaya kesehatan masyarakat dalam pengendalian dan pencegahan konsumsi berlebih gula, garam, dan lemak.
Kita juga bisa mendorong lembaga halal untuk menjadi bagian dari pengawasan di masyarakat agar ada pengendalian, pembatasan, dan pengaturan produk kandungan zat makanan.
Penting untuk mengejar ketertinggalan pemenuhan hak kesehatan dalam rangka mempersiapkan modal kesehatan yang tinggi untuk masa depan anak-anak kita. Kita juga menghadapi persoalan makanan berperasa yang menggunakan zat kimia, sejauh mana pengawasannya?
Kita juga menyayangkan industri yang menghadirkan zat perasa atau berbagai rasa yang sangat berbahaya karena kandungan sesungguhnya berdampak mengerikan.
Maka, sejauh apa negara mau mengatur, mengendalikan, dan memberi sanksi? Tanpa ini, kita akan gagal melindungi anak-anak karena mereka tidak tahu bagaimana proses makanan sehat.
Yang mereka tahu hanyalah makanan viral, jajanan viral, dan makanan kekinian yang dimakan oleh figur yang mereka sukai.
Ketegasan pemerintah dalam pengawasan obat dan makanan perlu terus ditingkatkan.***
0 Komentar