Tujuh Tahun Duka Sumatera dan Iktibar yang Kita Abaikan

PADANG PANJANG, kiprahkita.com Memasuki Tahun Baru Masehi 2026, ada kenyataan pahit yang harus kita terima: ini adalah tahun ketujuh Sumatera dilanda duka bertubi-tubi. Setelah luka COVID-19 belum sepenuhnya sembuh, kita dihantam gempa Pasaman, longsor, erupsi Gunung Marapi, hingga banjir besar yang merenggut harta, harapan, bahkan nyawa.

Rangkaian bencana ini bukan sekadar fenomena alam. Ia adalah peringatan yang terus datang, seakan-akan alam sedang berteriak, “Ada yang salah dengan cara kalian memperlakukanku.”



Namun sering kali kita lebih cepat mencari kambing hitam daripada mencari akar masalah.

Padahal, jika kita mau jujur, kerusakan alam Sumatera bukan hanya karena bumi menua, tetapi karena ulah tangan manusia—ulahlah kita semua.

Di sisi lain, muncul pula gejala sosial yang tidak kalah meresahkan: perjudian yang merajalela, pergaulan bebas, perzinahan massal baik antar lawan jenis maupun sesama jenis. Fenomena ini menjadi tanda bahwa di saat alam rusak, nilai moral masyarakat pun ikut terkikis.

Tetapi di tengah semua ini, ada satu hal penting yang perlu kita sadari: Kita tidak perlu menyalahkan siapapun.

Tidak perlu saling tuding, tidak perlu saling menuding kelompok tertentu, apalagi melempar kesalahan pada takdir semata.

Yang kita perlukan adalah mulai dari diri kita sendiri.


Mulai dari cara kita membuang sampah, cara kita membuka lahan, cara kita menjaga sungai, cara kita menjaga akhlak keluarga, hingga cara kita berperilaku di ruang publik. Perubahan besar selalu dimulai dari langkah kecil—dari pribadi yang sadar, dari hati yang tidak ingin negeri ini terus menangis.

Karena kenyataannya, masyarakat yang menjaga moral biasanya juga lebih peduli pada alam.

Sebaliknya, ketika nilai-nilai kebaikan ditinggalkan, kerusakan lingkungan pun makin menjadi-jadi.

Tahun 2026 seharusnya menjadi momentum bagi kita untuk bertanya:

Jika tujuh tahun duka ini tidak mampu menyadarkan kita, apa lagi yang harus terjadi?

Sudah saatnya kita berhenti hanya mengeluh. Berhenti hanya menyalahkan keadaan. Berhenti hanya menunggu orang lain bergerak.

Mari jadikan tahun baru ini sebagai titik balik—titik ketika kita mulai memperbaiki diri, menjaga alam, memperbaiki moral, dan menjadi bagian dari pemulihan Sumatera. Karena negeri ini tidak akan berubah bila kita sendiri tidak berubah.  Abril, kepsek SMP MUHAMMADIYAH KAUMAN PADANG PANJANG

Posting Komentar

0 Komentar