Oleh Dr. Suhardin, S.Ag., M.Pd.
Sekretaris LPLH-SDA MUI Pusat
OPINI, kiprahkita.com - Dari tahun 1981-2018, tren kenaikan suhu mencapai 0,03 derjat celcius per tahun.
Dari tahun 2010, emisi Gas Rumah Kaca (GRK) mengalami tren kenaikan 4,3 persen per tahun. Rata-rata kenaikan permukaan air laut 0,8-1,2 CM/tahun.
Perubahan iklim adalah isu global yang semakin mendesak untuk ditangani dalam bentuk gerakan internasional yang terukur.
Menurut NASA dan National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), tahun-tahun 2016 dan 2020 tercatat sebagai tahun-tahun terpanas dalam sejarah modern.
Es laut Antartika menyusut dengan cepat, dengan laju penurunan sekitar 13 persen per dekade sejak tahun 1979. Lapisan es Greenland dan Antartika juga mengalami pencairan signifikan, berkontribusi pada kenaikan permukaan laut.
Permukaan laut global telah naik sekitar 20 cm sejak akhir abad ke-19. Laju kenaikan permukaan laut telah meningkat dalam beberapa dekade terakhir, dengan kenaikan sekitar 3,2 mm per tahun selama dua dekade terakhir.
Dampak yang dirasakan pada perubahan iklim dalam bentuk; pertama, frekuensi dan intensitas cuaca ekstrem, seperti badai, gelombang panas, dan banjir.
Gelombang panas yang lebih sering dan intens telah terjadi di berbagai bagian dunia, termasuk Eropa, Amerika Utara, dan Asia.
Kedua, perubahan pola presipitasi, beberapa wilayah mengalami peningkatan curah hujan, sementara wilayah lain mengalami kekeringan yang lebih parah. Pola presipitasi yang berubah dapat mempengaruhi ketersediaan air, pertanian, dan ekosistem.
Dampak pada ekosistem dan kehidupan, diantaranya; pertama, keanekaragaman hayati (biodiversity) menipis, banyak spesies mengalami tekanan akibat perubahan iklim, dengan beberapa jenis menghadapi risiko kepunahan, tidak mampu beradaptasi, sehingga mengalami loss generation.
Habitat seperti terumbu karang dan hutan mengalami kerusakan signifikan.
Kedua, pertanian dan ketahanan pangan, beberapa wilayah mengalami penurunan hasil panen, siklus pertanian dan ketahanan pangan mengalami gangguan yang signifikan, hal ini mengancam ketahanan pangan nasional.
Sekarang tengah dirasakan; pertama, kelangkaan air satu dampak serius dari pemanasan global yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan di seluruh dunia.
Pemanasan global mengubah pola hujan, dengan beberapa wilayah mengalami curah hujan berlebihan dan banjir, sementara yang lain mengalami kekeringan parah.
Pergeseran dalam pola presipitasi dapat menyebabkan ketidakpastian dalam ketersediaan air, mengganggu siklus hidrologi alami.
Kekurangan air minum bersih menjadi masalah di banyak daerah, terutama di wilayah yang sudah kering atau semi-kering.
Negara-negara seperti India, Pakistan, Afrika Sub-Sahara mengalami peningkatan tekanan pada sumber daya air.
Kelangkaan air dapat mengganggu ekosistem air tawar, menyebabkan penurunan populasi ikan dan spesies lainnya yang bergantung pada habitat air tawar.
Kedua, kerusakan ekosistem lahan. Perubahan suhu dan pola cuaca berdampak pada stres termal pada tumbuhan dan hewan.
Suhu yang lebih tinggi dapat menyebabkan stres pada spesies tumbuhan dan hewan yang tidak dapat beradaptasi dengan cepat, mengakibatkan penurunan populasi atau bahkan kepunahan.
Perubahan musim yang lebih panjang atau lebih pendek dapat mengganggu siklus hidup tanaman dan hewan. Misalnya, bunga mungkin mekar lebih awal sebelum penyerbuk, hewan mungkin kehilangan sinkronisasi dengan ketersediaan makanan.
Perubahan pola hujan mengubah komposisi vegetasi, curah hujan yang ekstrem dapat menyebabkan banjir, mengakibatkan erosi tanah, kerusakan habitat, dan hilangnya tanaman serta kehidupan hewan.
Ketiga, kerusakan ekosistem laut. Peningkatan suhu air laut menyebabkan terjadinya stres termal pada organisme laut, pemutihan karang (coral bleaching), dimana karang mengusir alga simbiotik yang memberikan warna dan nutrisi.
Jika suhu tetap tinggi, karang dapat mati. Spesies ikan dan biota laut lainnya yang tidak dapat bertahan hidup di suhu yang lebih tinggi, yang dapat menyebabkan penurunan populasi atau perpindahan ke perairan yang lebih dingin.
Spesies laut cenderung bermigrasi ke perairan yang lebih dingin, mengubah ekosistem lokal dan mengganggu rantai makanan. Kompetisi baru antara spesies dalam proses migrasi dan berinteraksi, mengganggu keseimbangan ekosistem.
Keempat, kelangkaan pangan. Dampak utama yang dirasakan dari perubahan iklim; perubahan suhu, berkembang berbagai spesies hama, dan penurunan kualitas tanah.
Terjadi erosi dan penggurunan, sehingga menimbulkan gagal panen dan kelangkaan pangan.
Dan Kelima, penurunan kualitas kesehatan. Gelombang panas yang ekstrem menyebabkan lebih dari 70.000 kematian di Eropa, terutama di kalangan orang tua dan individu dengan kondisi kesehatan yang sudah ada sebelumnya.
Peningkatan suhu memungkinkan nyamuk Anopheles menyebarkan malaria. Kesehatan pernapasan dan kardiovaskular bagi ribuan orang yang terpapar asap kebakaran.
Menyadari dampak dari pemanasan global tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa Nomor 86 Tahun 2024 Tentang Hukum Pengendalian Perubahan Iklim Global.
Dalam putusannya, MUI memfatwakan bahwa segala tindakan yang dapat menyebabkan kerusakan alam dan berdampak pada krisis iklim hukumnya haram.
Tindakan yang menyebabkan kerusakan alam tersebut diantaranya; pertama, pembakaran hutan, lahan gambut dan mangrove, tiga jenis habitat ini menyimpan banyak karbon dan menyerap karbon, jika mengalami pembakaran, menimbulkan emisi yang sangat besar terhadap Gas Rumah Kaca (GRK).
Kedua, asap pabrik yang dihasilkan oleh dunia industri terutama Amerika, Eropah, Cina, Jepang, Singapura dan Korea, termasuk juga Indonesia yang pada umumnya usaha para oligarki.
Ketiga, asap kendaraan bermotor, mobil, motor, pesawat, kereta diesel dan kendaraan menggunkan bernergi fosil lainnya.
Keempat, aktifitas manusia dalam melakukan pernapasan, sehingga negara yang jumlah pendududk terbesar, itulah penyumbang karbon terbesar di dunia.
Fatwa tersebut diharapkan bukan hanya sekedar produk hukum, tetapi harus menjadi sumber nilai di tengah masyarakat, perlu dilakukan sosialisasi, seminasi, refleksi dalam rangka melakukan mitigasi terhadap pengendalian perubahan iklim global.
Fatwa ini perlu diturunkan dalam bentuk narasi khutbah, modul pengembangan sikap dan perilaku peduli terhadap pengendalian perubahan iklim.
Sekalipun kontributor besar perubahan iklim tersebut adalah kapitalis, namun dampaknya semua makhluk ciptaan Allah SWT.
Orang yang baik adalah orang yang berusaha meminimalisasi dampak buruk dari perubahan iklim tersebut, siapa dia, adalah kita semua.***
0 Komentar