![]() |
ilustrasi dari bksdn |
JAKARTA, kiprahkita.com - Dengan diterbitkannya Permendikbudristek Nomor 44 Tahun 2024, sistem pengelompokan dosen di Indonesia mengalami perubahan signifikan.
Kini tidak lagi dikenal istilah dosen dengan Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN), Nomor Induk Dosen Khusus (NIDK), dan Nomor Urut Pendidik (NUP). Hanya ada dua status dosen yang diakui, yaitu dosen tetap dan dosen tidak tetap.
Dosen tetap adalah mereka yang bekerja penuh waktu di perguruan tinggi, dengan beban kerja minimal 12 Satuan Kredit Semester (SKS) dan memiliki jabatan akademik.
Sementara dosen tidak tetap adalah dosen yang tidak bekerja penuh waktu dan memiliki beban kerja di bawah 12 SKS.
Selain perubahan dalam status, peraturan ini juga memastikan perlindungan hak-hak ketenagakerjaan dosen. Salah satu poin pentingnya adalah gaji dosen, yang harus di atas kebutuhan hidup minimum.
Bagi dosen Aparatur Sipil Negara (ASN), gaji mengikuti peraturan yang berlaku untuk ASN. Sedangkan untuk dosen non-ASN, besaran gaji diatur oleh regulasi ketenagakerjaan.
Perguruan tinggi yang melanggar aturan ini dapat dikenakan sanksi. Selain gaji, dosen yang memenuhi persyaratan juga berhak mendapatkan tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan tunjangan kehormatan.
Kebijakan ini juga menyederhanakan proses pemindahan dosen. Jika sebelumnya dosen ASN memerlukan surat keputusan lolos butuh, kini proses pemindahan, baik untuk ASN maupun non-ASN, mengikuti peraturan ketenagakerjaan tanpa prosedur tambahan.
Tidak ada lagi pembatasan usia maksimum untuk pengangkatan dosen, di mana dosen ASN diangkat sesuai aturan ASN, sementara dosen non-ASN mengikuti regulasi ketenagakerjaan.
Selain itu, peraturan ini menetapkan kode etik nasional untuk dosen yang mencakup integritas akademik, larangan kekerasan, perundungan, dan intoleransi.
Kode etik ini diharapkan menciptakan lingkungan akademik yang lebih nyaman dan kondusif bagi mahasiswa dan civitas akademika.
Kemendikbudristek juga memberikan otonomi lebih kepada perguruan tinggi dalam pengelolaan karier dosen.
Perguruan tinggi yang telah memenuhi persyaratan dapat menentukan indikator kinerja dosen serta melakukan promosi dosen ke jenjang Lektor Kepala dan Profesor. Sebelumnya, kewenangan promosi ini berada di tangan kementerian.
Sertifikasi dosen kini dilakukan melalui uji kompetensi berbasis portofolio, yang dievaluasi oleh perguruan tinggi. PT dapat menambahkan proses lain jika diperlukan, namun tidak diwajibkan oleh peraturan ini.
Mengutip rilisan pada laman setkab.go.id, Kamis (3/10), diketahui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) secara resmi menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 44 Tahun 2024 pada 10 September 2024.
Peraturan ini berfokus pada pengaturan profesi, karier, dan penghasilan dosen di Indonesia, dan dianggap sebagai langkah besar dalam meningkatkan kesejahteraan dan karier dosen, dengan dukungan penuh dari perguruan tinggi (PT) yang kini semakin otonom.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Dirjen Diktiristek), Abdul Haris, dalam acara Sosialisasi Permendikbudristek Nomor 44 Tahun 2024 yang digelar di Jakarta pada Kamis (3/10), menyatakan bahwa aturan baru ini memperjelas status dosen, sekaligus melindungi hak ketenagakerjaan mereka.
"Permendikbudristek ini menyederhanakan aturan terkait pengangkatan, pemindahan, dan sertifikasi dosen, serta meningkatkan otonomi perguruan tinggi dalam menentukan karier dosen," jelas Abdul Haris.
Ia menambahkan, dosen kini memiliki fleksibilitas lebih dalam merencanakan karier mereka, sesuai kesepakatan dengan pimpinan perguruan tinggi.
"Dosen dapat lebih mudah menyesuaikan capaian kinerja dengan kebutuhan perguruan tinggi," lanjutnya.(*)
0 Komentar