Kemakmuran Antara Cerita dan Kenyataan

  • Oleh Dr. Suhardin, S.Ag., M.Pd. 
  • Dosen Universitas Ibnu Chaldun (UIC) Jakarta

OPINI, kiprahkita.com - Makmur sering dikonotasikan lebih dari berkecukupan yang didapatkan, yang diperoleh, dan yang digunakan melebihi dari kecukupan, sehingga ia mampu berbagi dengan orang lain. 

Kebutuhan terhadap sandang, pangan, papan, sosial, telah melebihi dari target perolehan, sehingga lebih mengedepankan kebutuhan memaknai diri dan memanfaatkan diri untuk orang lain dan berbagai kebaikan lainnya. 

Kemakmuran dari keluarga besar, kelompok, kumpulan, dan organisasi, juga dapat dilihat dari kemantapan manajerialnya, penataan administrasinya dan kebijakan pimpinannya, serta cashflownya mengalami surplus antara pendapatan dibandingkan dengan pengeluaran. 

Organisasi memiliki sumber penghasilan yang jelas dan terukur serta memiliki agenda kegiatan yang terencana dan terstruktur, sehingga berbagai agenda yang dilakukan memiliki profitable dan benefits.

Demikian juga halnya instansi dan negara, kemakmuran dapat dilihat dari kemampuan sebuah negara untuk mengelola berbagai sumber yang ada pada negara tersebut dengan baik dan mulia, sehingga dapat dinikmati oleh warganya. 

Warga merasakan kehadirian negara dalam rangka melindungi diri, memberikan kesejahteraan melebihi dari kebutuhan, memberikan pendidikan untuk mendapatkan kebaikan yang lebih utama, serta memiliki kebanggaan terhadap negaranya dapat membantu negara lain yang lagi dalam penderitaan, dan bangga terhadap negaranya dapat sejajar dengan negara lain di dunia. 

Tuhan telah memberikan kita sebuah pembelajaran berharga pada negeri Saba, yang dinukilkan pada ayat 15-16. Pada Kaum Saba diberikan anugerah oleh Allah SWT dua buah sumber daya alam (kebun dengan kerapatan biodiversity) di kiri dan kanan.

Mereka bersyukur terhadap nikmat ini, mengelola dengan sebaik-baiknya, menyadari bahwa semua anugerah dari Allah SWT diperuntukkan mensejahterakan rakyat dan digunakan untuk kemaslahatan yang lebih baik, mencapai keredhaan Allah SWT. 

Dengan sikap dan perilaku tersebut Allah menambah nikmatnya, sehingga negaranya menjadi negara yang makmur baldatun tayyibatun warabbun ghafur (negara yang makmur, kemahripah loh jinawi di bawah lindungan dan ampunan Allah SWT). 

Kesalahan kecil, kelalaian yang tak disengaja, niscaya diampuni Allah SWT, asal dalam koridor senantiasa dalam ketaqwaan kepada Allah SWT, bukan dalam pembangkangan. 

Tetapi tatkala keberhasilan tersebut mulai disikapi dengan rasa kejumawaan, atas kehebatan dan atas kemampuan serta kecanggihan yang dimiliki, tidak ada merasakan keberkahan yang diberikan Allah SWT. 

Hal ini ditandai dengan mulai arogansi, melakukan kekikiran, memperkaya diri, kelompok, kroni dan  mempertahankan kekuasaan dengan membangun dynasty, mengembangkan oligarki, monopoli dan oligapoli.

Melakukan pembangkangan dengan mengedepan mejik, klinik, mencari sandaran kekuatan selain Allah, membelakangi hal-hal yang rasionalis, empiris, dan mengejar keuntungan dan keberuntungan ketimbang hal-hal yang telah disyariahkan Allah SWT. 

Di saat demikianlah Allah SWT menghancurkan peradaban tersebut dengan mendatangkan banjir besar. Kanal yang dijadikan sebagai drainase untuk kesuburan dari tanaman, menjadi luluhlantak, tanaman yang enak dan ranum menjadi pahit tidak dapat dimakan lagi oleh makhluk. 

Kehidupan makmur menjadi miskin, bangsa terhormat menjadi terhina, menjadi bangsa yang luntung lantang di planet ini. 

Sebaliknya ada suatu pulau yang ada di laut Hindia, pulau terpencil, terluar dan terjauh dari daratan benua Asia dan Afrika, penduduknya mempertahankan diri dari mata pencaharian nelayan, menjadi tempat persinggahan bajak laut. 

Pulau tersebut dihuni oleh salah satu agama, dimana keyakinan mereka bahwa ada sesuatu makhluk yang ada dari tengah laut akan menghabiskan seluruh penghuni pulau, kalu mereka tidak memberikan sesembahan, sesajian, maka mereka membiasakan diri disetiap tanggal tertentu, bulan tertentu disetiap tahun mengorbankan salah satu anak muda gadis belia, sebagai wujud sesembahan, menghindari kemurkaan sang makhluk menakutkan tersebut. 

Maka sang raja melakukan pengundian, untuk diberikan kepada makhluk pemusnah tersebut. 

Anak ini dibunuh terlebih dahulu dan mayatnya diletakkan dalam sebuah gua, sehingga makluk tersebut mengambil jasad tersebut untuk dijadikan sebagai penangkalbala bagi masyarakat satu kepulauan tersebut. 

Pada suatu waktu salah satu pendakwah muslim datang berlabuh dibagian pantai pulau dan menyaksikan bahwa satu keluarga yang tengah berduka cita sedalam-dalamnya, seolah-olah mereka tengah manangisi mayat. 

Sang ustad bertanya, apakah gerangan yang terjadi. Satu diantara anggota keluarga bercerita bahwa anggota keluarganya terpilih untuk dijadikan korban sebagai sesembahan kepada makhluk pemusnah yang berasal dari tengah lautan. 

Mendengar pembicaraan tersebut, sontak ustad kaget dan menemui tokoh spiritual masyarakat setempat yang jelas berbeda agama. 

Ia menawarkan diri untuk masuk ke dalam gua dengan perjanjian, kalau ia memang benar-benar tewas di dalam gua, dipersilakah kepada masyarakat untuk melangsungkan tradisi ini, tetapi jika ia tidak mengalami apa-apa, mohon kegiatan dan tradisi ini dihentikan. 

Singkat cerita sang ustad diperkenankan masuk ke dalam gua, tanpa pengawalan dan membawa bekal seadanya, maka ustad hanya berpasrah diri kepada Allah SWT dengan melantunkan ayat-ayat Allah SWT membaca Al-Quran di dalam gua selama dua hari dua malam, kemudian hari ketiga ustad keluar dan menemui tokoh spiritual dan pimpinan masyarakat. 

Ustad langsung mengatakan bahwa tidak terjadi hal-hal yang aneh di dalam gua tersebut, beliau aman dan hanya berzikir kepada Allah sembari membaca Al-Quran di sana. 

Mendengar dan menyaksikan peristiwa tersebut sang Raja memerintahkan kepada para petugas dan juru spiritual untuk menghentikan kegiatan ini, tetapi minta garansi kepada ustad untuk bermukim di pulau tersebut dan mengajarkan agama Islam kepada penduduk  pulau dan sang raja memproklamirkan masuk Islam. 

Di tahun berikut kejadian serupa tidak terjadi lagi, maka segenap masyarakat berbondong-bondong masuk Islam dan menjalankan syariat Islam dengan sebaik-baiknya.

Sekarang negara tersebut mengembangkan destinasi wisata, dikembangkan atol-atol yang terhubung satu dengan lainnya, terumbu karang indah dan memukau, sehingga dijuluki pulau terindah di dunia, pengunjung lebih banyak ketimbang penduduk aslinya, pendapatan perkapita diperkirakan sekitar $13.400 USD (dikonvesi ke rupiah dengan harga 16 ribu sekitar 214 juta pertahun).  

Penduduk menjalankan keberagamaannya dengan baik, mereka beriman dan bertaqwa kepada Allah, menjalankan syariat Islam dengan benar, menjadikan Islam sebagai role model kehidupan. 

Islam tidak bertentangan dengan tourism, iman dan taqwa penduduk tersebut istiqamah, mereka berusaha mendakwahi para tourism. Tourism mengindahkan nilai-nilai keislaman masyarakat setempat, tunduk terhadap norma yang ditetapkan, menjalankan tata krama, kebiasaan setempat. 

Hal inilah yang digariskan di dalam Al-Quran sekiranya pendudukan kampong beriman dan bertaqwa kepada Allah, niscaya diturunkan keberkahan dari langit dan dikeluarkan dari perut bumi, tetapi jangan sekali-kali mendustakan ayat-ayat yang sudah diberikan Allah dan syariah yang telah digariskan Allah. Kunci semua itu ada pada pimpinan dan tokoh masyarakat.***

Posting Komentar

0 Komentar