Kaderisasi Langit dan Refleksi Muhammadiyah dalam Kehidupan Kita
KADER MUHAMMADIYAH, kiprahkita.com –Muhammadiyah, sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, memiliki sejarah panjang dan kontribusi besar dalam pembangunan sosial, pendidikan, dan dakwah. Namun, di tengah kehebatannya, organisasi ini tak terlepas dari tantangan besar dalam menjaga kelangsungan dan perkembangannya. Dalam tulisan Kyai Nurbani yang dibaca dan direnungkan, terdapat sebuah refleksi mendalam tentang pentingnya pengkaderan, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat, untuk memastikan bahwa Muhammadiyah tetap eksis dan berdaya.
Tulisan ini akan mengulas lebih lanjut tentang tantangan yang dihadapi Muhammadiyah, terutama dalam konteks pengkaderan, serta bagaimana pentingnya untuk terus melakukan perbaikan agar Muhammadiyah tetap relevan di tengah dinamika zaman. Melalui pengkaderan keluarga yang baik, diharapkan Muhammadiyah dapat terus mengukir prestasi dan memberikan kontribusi lebih besar kepada umat Islam dan bangsa Indonesia.
![]() |
Kehebatan Muhammadiyah yang Tanpa Pujian
Muhammadiyah adalah organisasi yang sudah hebat tanpa perlu dipuji. Keberhasilan organisasi ini tidak hanya tercermin dari jumlah anggotanya yang besar, namun juga dari berbagai lembaga pendidikan, rumah sakit, dan amal sosial yang didirikan dan dikelola dengan baik. Namun, terkadang kebesaran Muhammadiyah tidak disadari sepenuhnya oleh anggota ataupun masyarakat pada umumnya, yang sering kali lebih terfokus pada kritik daripada penghargaan.
Sebagaimana yang dikatakan dalam tulisan Kyai Nurbani, kita sering membicarakan kehebatan Muhammadiyah di berbagai kesempatan, namun apakah kita berani membahas kekurangannya? Mengkritik bukan berarti menjatuhkan, melainkan memberi ruang bagi perbaikan. Salah satu kritik yang sering muncul adalah pengkaderan yang lemah, yang berakibat pada berkurangnya jumlah anggota aktif, berkurangnya siswa di sekolah-sekolah Muhammadiyah, serta berkurangnya semangat para kader dalam menjalankan roda organisasi.
Tantangan dalam Pengkaderan
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi Muhammadiyah adalah pengkaderan. Pengkaderan bukan hanya tentang melatih individu untuk menjadi pemimpin atau aktivis, tetapi juga tentang memastikan bahwa setiap generasi yang datang memiliki pemahaman yang mendalam tentang tujuan dan nilai-nilai Muhammadiyah. Namun, dalam praktiknya, pengkaderan sering kali terabaikan atau tidak berjalan optimal. Banyak kader yang datang dan pergi, dan tidak sedikit yang merasa kurang mendapatkan perhatian dan pendampingan yang memadai dalam proses pembelajaran dan pengembangan diri.
Menurut Kyai Nurbani, salah satu akar masalahnya adalah pengkaderan yang tidak dimulai dari keluarga. Keluarga adalah tempat pertama dan utama di mana nilai-nilai kehidupan dan agama ditanamkan. Namun, jika dalam keluarga sendiri nilai-nilai Muhammadiyah tidak diperkenalkan dengan baik, bagaimana bisa seseorang di luar keluarga tertarik dan tergerak untuk menjadi bagian dari gerakan ini?
Pengkaderan bisa dimulai dari kesabaran seorang ayah membawa putra putrinya salat berjamaah di masjid Taqwa Muhammadiyah. Memasukkan anak ke sekolah Muhammadiyah, mulai dari TK, SD, MDA, MTsM, KM, atau Perguruan Tinggi Muhammadiyah. Sayangnya banyak ayah yang tidak mampu berperan melakukan ini. Ayah sibuk dengan pekerjaan mereka sehingga urusan ibadah dan sekolah anak diserahkan sepenuhnya kepada Emak/istri. Istri tentulah akan memilih yang termudah baginya. Apalagi Emakpun turut mengais rezeki (karir).
Bila anak tak diperkenalkan sejak dini tentu rasa memiliki atas persyarikatan Muhammadiyah tak akan muncul. Malah anak merasa terbebani saat diarahkan untuk melanjutkan perjuangan sang ayah. Empati dan simpati anak terhadap persyarikatan tak bisa digali lagi. Apalagi dengan adanya tantangan ekonomi global saat ini. Mencari sesuap nasi amat mendesak. Begitupun pengaruh gadget, membuat anak belum berpikir untuk berorganisasi.
Memang sudah saatnya bagi pengurus persyarikatan untuk melakukan terobosan pengkaderan. Bagaimana langkah menarik empati dan simpati generasi muda untuk berkiprah di Muhammadiyah. Tak cukup hanya berkoar di group WhatsUp tapi perlu menyusun strategi. mengubah mindset kader juga penting bahwa persyarikatan tidak identik dengan usia tua. Anak-anak saat ini cendrung menilai bahwa kader Muhammadiyah hanya untuk Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu lanjut usia saja.
Pemuda Muhammadiyah sepertinya juga kurang aksi saat ini sehinggga tidak ada pengkaderan lanjutan di Perguruan Tinggi. Pendekatan kepada mahasiswa baru di Perguruan Tinggi luar Universitas Muhammadiyah juga cendrung menimbulkan sak wasangka. Seperti putra saya, sebelum berangkat ke Universitas di Jakarta dan Universitas di Semarang, saya pesani, "Bila ada Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) di sana ikut, ya Nak."
Namun, tidak ada perkembangan. Mereka malah takut gabung di organisasi karena takut ada iuran ini dan itu. Artinya, kader kita ditakuti. Ada semacam trauma anak-anak terhadap organisasi. Kondisi inilah yang perlu diobati pada kader Muhammadiyah. Hidup hidupkanlah Muhammadiyah dan jangan cari hidup di Muhammadiyah perlu didudukkan kembali kepada generasi muda kita. Yakinkan mereka bahwa amar makruf nahi mungkar itu, pasti dan wajib bagi mereka. Artinya Muhammadiyah perlu kader yang 'Uswatun Hasanah', bukan benalu yang menggerogoti kader penerusnya.
Artinya, saat ini kita butuh keterbukaan dalam perekrutan kader seperti menyiapkan kotak atau nomor kontak saran dan pengaduan bagi mereka sehingga bully dan pungutan liar tidak mewarnai pengkaderan kita mulai dari puasat (Universitas-Universitas) di Jawa hingga daerah.
Para mahasiswa di atas, merekalah nanti sebagai tonggak estapet kesuksesan pengkaderan di organisasi dan persyarikatan ini. Bila kakak kelas mereka yang merekrut mengayomi layaknya kakak kepada adik tentu pengkaderan dan keberlanjutan kiprah Muhammadiyah tak diragukan lagi. Bila pengkaderan steril dari bullying dan pemerasan, tentu mereka dengan senang hati bergabung. Kita akan maju bersama dari satu generasi ke generasi berikutnya. Bukankah ketika mereka kembali ke keluarga saat lulus, merekalah yang harus melanjutkan persyarikatan sesuai tempat mereka berdomisili.
Pengkaderan Keluarga: Pondasi yang Terabaikan
Pengkaderan keluarga adalah hal yang sangat penting, bahkan bisa dikatakan sebagai pondasi yang menentukan kelangsungan sebuah gerakan. Ketika keluarga tidak menjadi basis yang kuat untuk pengenalan nilai-nilai Muhammadiyah, maka kader-kader yang dihasilkan pun akan kurang memahami dan menghayati makna dari perjuangan ini. Salah satu contoh yang disampaikan Kyai Nurbani adalah kegagalan dalam mengkader anak-anaknya sendiri. Meskipun anak-anaknya pernah menjadi ketua IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah) di daerah dan cabang, namun kini mereka mulai menjauh karena berbagai alasan seperti uraian di atas.
Bahkan, beberapa keluarga tokoh Muhammadiyah lainnya juga mengalami hal yang serupa. Putra-putri mereka tidak lagi aktif dalam persyarikatan, bahkan sekolah-sekolah Muhammadiyah pun tidak lagi menjadi pilihan utama untuk anak-anak mereka. Ini menunjukkan bahwa pengkaderan yang dimulai dari keluarga belum berhasil maksimal. Perlu pemikiran untuk melakukan terobosan. Bagaimana merekrut anggota kembali.
Pentingnya pengkaderan keluarga harus disadari oleh setiap orang yang terlibat dalam Muhammadiyah. Salah satu langkah awal yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang tujuan dan visi Muhammadiyah kepada anak-anak kita. Tidak hanya itu, memberikan contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari juga menjadi kunci agar anak-anak dapat melihat dan merasakan langsung nilai-nilai Muhammadiyah. Nah, bagaimana para Ayah?
Pengkaderan bisa dimulai dari kesabaran seorang ayah dengan membawa putra putri Ayah salat berjamaah di masjid Taqwa Muhammadiyah. Memasukkan anak ke sekolah Muhammadiyah, mulai dari TK, SD, MDA, MTsM, KM, atau Perguruan Tinggi Muhammadiyah. Ayah jangan sibuk dengan pekerjaan saja dan sekolah anak jangan diserahkan sepenuhnya kepada Emak/istri.
Tantangan Membangun Kesadaran Generasi Muda
Generasi muda merupakan aset penting dalam kelangsungan hidup Muhammadiyah. Namun, tantangan yang dihadapi adalah bagaimana cara menarik perhatian mereka agar mau berpartisipasi aktif dalam organisasi ini. Banyak faktor yang mempengaruhi seperti yang sudah diuraikan di atas, bullying pun sudah mengotori kader kita, kecanggihan teknologi, pergeseran nilai, serta ketidakpastian masa depan. Di sinilah pentingnya peran orang tua, guru, dan tokoh-tokoh Muhammadiyah untuk memberikan teladan dan motivasi yang tepat kepada generasi muda. Perlu strategi pengkaderan yang kekinian sesuai kasus di atas.
Pengurus Muhammadiyah harus mampu beradaptasi dengan perubahan zaman tanpa mengorbankan prinsip-prinsip dasar yang sudah ada. Salah satu cara untuk menarik minat generasi muda adalah dengan memberikan pemahaman yang lebih luas tentang peran Muhammadiyah dalam kehidupan mereka, baik di bidang pendidikan, kesehatan, maupun sosial. Selain itu, organisasi ini juga harus memastikan bahwa proses pengkaderan di tingkat lokal berjalan dengan baik dan memberikan ruang bagi kader-kader muda untuk berkembang. Namun, tetap dikontrol dan diawasi.
Pentingnya Wakaf dalam Memperkuat Muhammadiyah
Selain pengkaderan, salah satu hal yang sangat penting untuk mendukung keberlanjutan Muhammadiyah adalah wakaf. Wakaf tidak hanya berbicara tentang memberikan harta benda, tetapi juga menyangkut wakaf ilmu, waktu, dan tenaga. Sebagaimana yang disampaikan dalam tulisan Kyai Nurbani, wakafkanlah harta, putra-putri, bahkan pasangan hidup kita untuk kemajuan Muhammadiyah. Dengan memberikan sumbangsih melalui wakaf, kita tidak hanya berinvestasi untuk kehidupan dunia, tetapi juga untuk kehidupan akhirat.
Wakaf merupakan cara yang sangat efektif untuk memperkuat Muhammadiyah, baik dari segi materi maupun dalam memperluas pengaruhnya di masyarakat. Melalui wakaf, Muhammadiyah dapat membangun lebih banyak lembaga pendidikan, rumah sakit, dan fasilitas sosial yang akan memberi manfaat langsung kepada umat. Pun membuka lapangan pekerjaan.
Kesadaran Kolektif dalam Menjaga Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah organisasi yang besar dan memiliki potensi untuk terus berkembang. Namun, keberlanjutan tersebut hanya bisa terjaga jika seluruh elemen dalam Muhammadiyah, baik itu tokoh, kader, maupun masyarakat, memiliki kesadaran kolektif untuk menjaga dan merawatnya. Pengkaderan yang baik, dimulai dari keluarga, akan menghasilkan kader-kader yang memiliki pemahaman dan komitmen yang kuat terhadap organisasi ini.
Selain itu, setiap individu dalam Muhammadiyah harus mampu mengikhlaskan harta, waktu, dan tenaga untuk kemajuan bersama. Jangan sampai kita terlena dengan pujian atau merasa cukup dengan apa yang telah dicapai. Sebaliknya, kita harus terus melakukan introspeksi dan perbaikan untuk memastikan bahwa Muhammadiyah tetap menjadi organisasi yang relevan dan bermanfaat bagi umat.
Penutup: Muhammadiyah dalam Perspektif Kaderisasi Langit
Akhirnya, kita semua harus menyadari bahwa Muhammadiyah bukan hanya sekedar organisasi. Muhammadiyah adalah wadah perjuangan untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, seperti yang diamanatkan dalam Al-Qur’an (QS. Muhammad: 47: Ayat 7). Dengan membangun kesadaran kolektif dan melaksanakan pengkaderan yang baik, kita akan mampu mengantarkan Muhammadiyah menuju masa depan yang lebih baik, membawa keberkahan dunia dan akhirat.
Sebagai individu yang terlibat dalam Muhammadiyah, marilah kita terus berikhtiar untuk memberikan yang terbaik, baik dalam pengkaderan keluarga, kontribusi dalam wakaf, maupun dalam peran kita sehari-hari di masyarakat. Semoga dengan demikian, Muhammadiyah akan tetap eksis dan semakin besar, memberikan manfaat bagi umat Islam dan bangsa Indonesia.(Yus/Mus/*)
0 Komentar