Sertifikat Tanah Ulayat dan Wakaf di Sumbar, Sebuah Langkah Penting untuk Keamanan Hukum Masyarakat Adat
JAKARTA, kiprahkita.com –Pada Senin, 28 April 2025, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menyerahkan sejumlah sertifikat tanah ulayat dan tanah wakaf di Padang, Sumatera Barat. Dalam kesempatan tersebut, 11 sertifikat tanah ulayat dan wakaf diserahkan, termasuk di antaranya sertifikat Hak Pengelolaan (HPL) tanah ulayat seluas 21.933 meter persegi untuk Kerapatan Adat Nagari V Koto Air Pampan/Niniak Mamak Koto Pauh, Kota Pariaman, dan lima sertifikat hak pakai atas HPL untuk perorangan.
![]() |
Menteri Agraria dan Tata Ruang |
Menyikapi Kekhawatiran Rakyat: Keamanan Hukum dan Sertifikat Online
Sertifikat tanah ulayat ini adalah langkah besar dalam memberikan kepastian hukum terhadap kepemilikan tanah adat, yang selama ini sering kali rawan sengketa. Di Sumatera Barat, sebanyak 426 bidang tanah ulayat tersebar di 19 kabupaten dan kota, dan pemerintah menargetkan pada 2025 seluruh tanah ulayat di provinsi tersebut sudah tersertifikasi.
Hal ini memberikan jaminan keamanan bagi masyarakat adat, yang seringkali kesulitan mempertahankan hak atas tanah mereka karena masalah administrasi atau klaim dari pihak luar yang tidak bertanggung jawab.
Namun, meskipun banyak kalangan menyambut baik program ini, ada juga kekhawatiran yang muncul, terutama terkait dengan pengenalan sistem sertifikat tanah online yang baru-baru ini diperkenalkan oleh pemerintah. Sertifikat tanah online, meskipun memiliki tujuan untuk mempermudah akses masyarakat terhadap layanan pertanahan, justru menimbulkan kecemasan di kalangan sebagian masyarakat, terutama yang belum terbiasa dengan teknologi atau berada di daerah terpencil.
Beberapa kekhawatiran yang muncul adalah potensi kesalahan dalam proses digitalisasi data, yang bisa menyebabkan ketidakakuratan informasi tanah yang tercatat. Selain itu, ada juga kekhawatiran terkait keamanan data pribadi yang diunggah secara online. Masyarakat khawatir bahwa dengan adanya sistem online, ada potensi penyalahgunaan atau bahkan peretasan yang dapat mengancam keabsahan sertifikat mereka.
Pemerintah Fokus Pada Perlindungan Tanah Adat
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menegaskan bahwa sertifikasi tanah ulayat adalah bagian dari upaya pemerintah untuk memberikan kepastian hukum terhadap hak atas tanah yang dimiliki oleh masyarakat adat. Dengan adanya sertifikat, tidak hanya pemilik tanah yang merasa aman, tetapi batas dan luas tanah juga menjadi jelas dan diakui secara hukum. Sertifikat ini mencegah pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk mengambil alih tanah secara sewenang-wenang.
Sertifikat tanah ulayat juga diharapkan menjadi bagian dari perlindungan terhadap budaya dan tradisi masyarakat adat. Program ini, seperti yang dijelaskan oleh Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Andre Rosiade, merupakan bukti kepedulian pemerintah terhadap masyarakat adat. Program ini juga sekaligus memberikan penghargaan kepada masyarakat adat atas keberadaan mereka sebagai bagian penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan budaya lokal.
Prospek Ke Depan: Menyelesaikan Masalah Tanah Ulayat
Meskipun program sertifikasi tanah ulayat sudah diluncurkan, masih ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi, terutama terkait dengan keterbatasan akses teknologi di daerah-daerah tertentu. Penyuluhan kepada masyarakat adat tentang manfaat dan proses sertifikasi tanah ulayat perlu terus ditingkatkan. Selain itu, pemerintah juga perlu memastikan bahwa sertifikat yang diterbitkan tidak hanya sekadar sebuah dokumen hukum, tetapi benar-benar menjadi alat perlindungan yang kuat bagi masyarakat adat.
![]() |
Penyerahan sertifikat tanah Ulayat |
Selain itu, penting juga untuk mengawasi pelaksanaan program ini secara menyeluruh. Tanpa pengawasan yang ketat, ada risiko bahwa sebagian tanah ulayat yang telah disertifikatkan bisa saja jatuh ke tangan pihak yang salah. Oleh karena itu, koordinasi antara pemerintah daerah, pemerintah pusat, serta masyarakat adat harus terus diperkuat.
Kesimpulan
Program sertifikasi tanah ulayat di Sumatera Barat adalah langkah positif dalam memberikan kepastian hukum bagi masyarakat adat. Dengan adanya sertifikat, masyarakat adat tidak hanya mendapat perlindungan hukum, tetapi juga mendapatkan pengakuan atas hak-hak mereka yang selama ini seringkali terabaikan. Namun, sistem sertifikasi tanah online yang diperkenalkan juga harus dipantau dengan seksama, agar tidak menimbulkan masalah baru yang justru merugikan rakyat.
Ke depan, penting bagi pemerintah untuk terus memberikan pendidikan dan pemahaman kepada masyarakat adat tentang pentingnya sertifikat tanah dan cara-cara untuk melindungi hak mereka. Dengan demikian, tanah ulayat akan tetap menjadi milik masyarakat adat, dan program ini dapat menjadi model yang bermanfaat untuk daerah lain di Indonesia.
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid Imbau Masyarakat Segera Ganti Sertifikat Tanah Lama ke Sertifikat Elektronik
Sementara Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, kembali mengimbau masyarakat untuk segera mengganti sertifikat tanah lama—khususnya yang diterbitkan sejak tahun 2009—menjadi sertifikat elektronik. Langkah ini, menurut beliau, merupakan bagian dari upaya pemerintah meningkatkan efisiensi layanan pertanahan sekaligus mencegah tindak pemalsuan atau sengketa lahan di masa depan.
"Era kertas sudah saatnya kita tinggalkan. Sertifikat elektronik ini lebih aman, praktis, dan transparan. Kita ingin masyarakat tenang, tidak khawatir sertifikatnya rusak, hilang, atau dipalsukan," ujar Nusron dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (tanggal disesuaikan).
Sertifikat elektronik atau sertipikat-el, menurut Nusron, memiliki validitas hukum yang sama dengan sertifikat fisik. Proses peralihan ini bisa dilakukan di kantor pertanahan setempat, dengan membawa sertifikat asli, identitas diri, dan bukti kepemilikan pendukung lainnya. Pihak BPN akan melakukan validasi dan digitalisasi data, kemudian menerbitkan dokumen elektronik yang dilengkapi kode verifikasi dan QR code.
Penggantian ini, lanjut Nusron, bukan hanya untuk mengikuti perkembangan teknologi, melainkan juga untuk meminimalkan risiko konflik agraria yang kerap terjadi akibat dokumen ganda atau pemalsuan. Ia juga menambahkan bahwa layanan ini tidak dipungut biaya di luar ketentuan resmi, dan masyarakat bisa mengakses layanan pengaduan jika menemui kendala di lapangan.
"Ini bukan pencabutan hak, tapi penguatan hak milik atas tanah," tegasnya.
Pemerintah menargetkan seluruh sertifikat tanah di Indonesia dapat terdigitalisasi secara bertahap hingga beberapa tahun ke depan. Nusron juga mengajak kepala daerah dan camat untuk aktif mengedukasi masyarakat, terutama di daerah yang akses informasi digitalnya masih terbatas.
0 Komentar