Hardiknas: Upaya Masif Selamatkan Anak Dalam Sekolah Melalui MBG, Memiliki Prasyarat Penting Upaya Derajat Kesehatan Setinggi Tingginya
NASIONAL, JAKARTA, kiprahkita.com –Dalam pidato Presiden di tengah Hari Buruh Sedunia di bilangan Silang Monas Jakarta, dengan tegas Bapak Presiden Prabowo menegaskan Pemerintah yang saya pimpin akan bekerja sekeras kerasnya agar tidak ada anak Indonesia yang lapar, kami akan bekerja agar semua anak anak Indonesia bisa sekolah gratis, itu perjuangan kami. Saudara saudara sekalian saya ingin menyampaikan bahwa pemerintah yang saya pimpin akan bekerja sekeras kerasnya untuk menghilangkan kemiskinan.
Namun peristiwa berulang atas kondisi makanan dan kandungannya yang menyebabkan siswa sakit masih terjadi. Baru saja, media melaporkan kembali, seusai santap MBG 342 Siswa SMP N Bandung di larikan ke Rumah Sakit dan Puskesmas. Yang tentu harus menjadi perhatian kita semua, karena ini direncanakan akan di konsumsi semua anak, setiap hari, yang berdampak langsung kepada proses peyelenggaraan pendidikan di manapun anak berada, baik di sekolah dan luar sekolah. Begitupun dampak keracunan makanan juga akan mempengaruhi aktifitas anak secara keseluruhan, baik di rumah maupun lingkungan. Termasuk juga dampaknya akan di terima keluarga. yang kita tahu menjadi bagian dari hal penting berlangsungnya kelancaran pendidikan. Seperti diketahui Ibu hamil dan anak menyusui juga akan menjadi penerima manfaat program MBG.
Memang dalam Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2024 tentang Kesehatan upaya pemenuhan gizi seimbang dan gaya hidup sehat merupakan upaya promotif. Yang dipertegas dalam Undang Undang Perlindungan Anak nomor 35 tahun 2014 pada pasal 44 ayat 1 bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang komperhensif bagi anak, agar setiap anak memperoleh derajat kesehatan yang optimal sejak dari kandungan. Dan Upaya kesehatan itu meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, baik untuk pelayanan kesehatan dasar maupun rujukan. Yang kemudian juga ditambahkan paliatif. Bahwa dalam situasi apapun negara memberikan layanan terbaiknya.
Negara kita juga masih menghadapi angka putus sekolah yang mencapai 4 juta anak di Indonesia tidak bersekolah, yang sebagian dari data tersebut adalah anak anak disabilitas, anak berkebutuhan khusus serta anak gangguan kejiwaan dan perilaku karena berbagai sebab. Dengan 7 daerah tertinggi di Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Banten, Sulawesi Selatan dan Sumatera Selatan. Dengan 3 penyebab, karena belum pernah bersekolah, keluar dan memilih tidak melanjutkan.
Kemudian dari kajian BPS, pertumbuhan anak tertinggi bukan berada di keluarga tingkat atas dan menengah, tetapi berada di keluarga rentan miskin dan miskin. Dengan rata rata pendidikan 9 tahun yang di terima keluarga rentan miskin dan miskin. Yang kemudian sering berada dalam situasi pekerjaan yang tidak layak, tempat tinggal yang tidak layak dan sanitasi yang buruk. Yang menurut Bappenas menyebabkan munculnya angka kemiskinan ekstrim. Sehingga perlu keberpihakan terhadap akses gizi seimbang, termasuk susu. Jadi jarang protein (ayam, telur, daging), serat (sayur, buah). Ada 60 persen anak tidak bisa akses susu, bukan mereka tidak tahu susu itu bermanfaat, tapi tidak memiliki akses karena kemiskinan. Untuk itu seminggu sekali MBG memberi susu.
Program MBG punya tujuan sangat mulia supaya tidak ada anak Indonesia yang kelaparan. Karena 25 persen atau sekitar satu dari empat anak Indonesia kekurangan gizi. Presiden menarget penerima manfaat Makan Bergizi Gratis (MBG) diakhir tahun 2025 akan mencapai 82,9 juta anak dan ibu hamil.
Dengan rincian untuk 4jt ibu hamil, namun karena tingginya kematian ibu, jadi yang dihitung 3 juta kehamilan pertahun. Kemudian 30 juta anak pra sekolah dan 44 juta anak sekolah mulai SD sampai SMA, yang didalamnya ada 5 juta anak di pesantren, pendidikan diluar sekolah dan pendidikan serupa lainnya. Seperti yang sedang di inisiasi beberapa Kementerian untuk menjemput situasi anak yang rentan rentan putus sekolah, tidak bersekolah dan anak anak rentan ABH, sejumlah inisiatif dilakukan para Menteri Bapak Prabowo, diantaranya Sekolah Rakyat yang di inisiasi Kementerian Sosial, Relawan Pendidikan yang di inisiasi Kemendikdasmen dan Sekolah Kedisiplinan ala Militer yang di inisiasi Pemerintahan Jawa Barat.
Sejak program MBG dilaksanakan 6 Januari 2025, KPAI telah mengunjungi pelaksanaan MBG di beberapa daerah yaitu Jakarta, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat dan mencatat dalam kurun waktu 3 bulan sejak program MBG berjalan, tercatat sedikitnya 320 siswa diduga keracunan makanan dari paket MBG yang dibagikan kepada siswa di beberapa daerah. Atau sekitar 0,0156% kasus jika dibandingkan dengan penerima manfaat program MBG yang sudah mencapai sebanyak 2,05 juta anak/Maret 2025. 10 daerah yang di maksud adalah Cianjur Jawa Barat, Sukoharjo Jawa Tengah, Batang Jawa Tengah, Semarang Jawa Tengah, Pandeglang Banten, Empat Lawang Sumatera Selatan, Kupang NTT, Sumba Timur NTT, Bombana Sulawesi Tenggara dan Nunukan Kalimantan Utara.
Namun kejadian terakhir, muncul juga polemik soal pembayaran, keterlambatan kedatangan, keterlambatan mengkonsusi, proses pencampuran bumbu dan lauk yang belum matang sempurna. Sehingga semua pihak merasa pentingnya dukungan pengawasan yang ketat di masifkan, karena ini soal makanan yang langsung di konsumsi dan berdampak. Sesuatu yang tidak bisa di tunda, harus setiap waktu dan hari pengawasannya. Karena anak tidak seperti kita, tidak sekuat kita, mereka juga sulit mendiskripsikan kesehatannya, atau kadang membiarkan diri dengan apa yang meraka rasakan.
Yang artinya pengawasan berlapis soal ini perlu dilakukan, dengan melibatkan masyarakat, orang tua siswa, sekolah, masyarakat dan terutama suara siswa selaku penerima manfaat program langsung. Dengan itu KPAI dan mitra KPAI di daerah yaitu KPAD menyatakan siap berkomitmen dan bersinergi dengan Badan Pangan Nasional atau BGN untuk pengawasan penyelenggaraan keberlangsungan MBG.
![]() |
Hal ini menjadi perhatian Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana dalam acara Focus Group Discussion tentang Kebijakan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dalam Perspektif Perlindungan Anak (29/) yang dilaksanakan daring di Komisi Perlindungan Anak Indonesia.
Ia mengungkap setiap hari ada yang membuat beliau deg deg an dari program MBG, yaitu soal korupsi didaerah dan keracunan. Namun kalau boleh memilih, apa yang paling dikhawatirkan adalah keracunan. Kalau korupsi kami sudah ada mekanisme pengawasan.
Memang Ada standar WHO, pada tingkat toleransi makanan dalam program makan bersama ini. Bahwa tingkat keracunan toleran di angka 0,1 sampai 0,5 persen. Kalau melihat peristiwa Cianjur dan Sukoharjo ada 200 anak, sehingga masih di angka 0,009 persen. Tapi tentu angka ini menjadi tidak menjadi acuan, karena kita inginnya zero accident. Karena kita tahu pasca kejadian ada anak yang cemas, ibu yang khawatir dan pertaruhan kepercayaan publik terhadap program ini.
Dari catatan Kepala BGN atas klarifikasi beberapa peristiwa MBG dapat tergambar, sebenarnya apa yang sesungguhnya terjadi. Misal di Bombana Sulawesi Tenggara terkait 10 siswa yang muntah setelah menyantap MBG. Dalam klarifikasi Kepala BGN yang sebenarnya terjadi makanan belum di konsumsi, karena ada proses pengolahan ayam yang tidak terlalu cepat, kemudian nasinya menimbulkan bau. Ketika dibuka bau, sehingga tidak dibagikan ke siswa. Jadi bukan bau muntah. Sehingga proses kearacunan tidak terjadi.
Kemudian di Batang Jawa Tengah, laporan tentang siswa SD keracunan MBG, prosesnya, sebetulnya pengiriman tepat waktu, karena standar pengiriman 30 menit harus sampai. Sayangnya makanan di tahan alias tidak segera di konsumsi sampai siang. Jadi bukan proses keracunan, tapi karena konsumsi ada waktu jeda.
Yang benar benar terjadi keracunan adalah di Sukoharjo Jawa Tengah. Masalahnya bahan baku datang kemudian marinasi, ketika mau dimasak gas habis. Sehingga ketika disajikan bau, sehingga ditarik ulang, dan akhirnya diganti telur.
Di Cianjur Jawa Barat, peristiwa yang diduga keracunan makanan siswa MAN dan SMP masih menunggu hasil lab. Karena uji air dan peralatan baik, jadi masih menungu cek mikrobiologinya. Apakah dari makanan dari SPPG. Kami juga meminta sisa makanan dan tempat makanan tidak dibersihkan di sekolah, tetapi tetap di cuci di SPPG.
Peristiwa Cianjur, sebenarnya mereka sudah melakukan 3 bulan pelayanan dan aman, namun tiba tiba 1 kali kejadian. Karena itu kemudian BGN lakukan refreshment, training ulang, sekaligus untuk peningkatan pelayanan, penyegaran, agar selalu waspada. Kami juga meminta semua bekas makanan, tidak di cuci di sekolah, tapi diserahkan ke SPPG, jelas Kepala Badan BGN
Di Halmahera Barat, kami kirim 1 hari 3.500 porsi ke sekolah, namun diakhir makanan ada 1 peristiwa di kemasan ada belatung di lauk ayam, itu belatung hidup. Yang ternyata hanya dipakai untuk kepentingan konten.
Kemudian peristiwa di Palembang, ada ibu ibu mengupload di Tiktok dengan menu ayam busuk. Jadi peristiwa sesungguhnya, hari Senin anak diberi makan, tapi tidak langsung di makan, kemudian di masukkan dalam tas, dan tidak terdeteksi, dan baru ditemukan ibu, baru cek di hari berikutnya. Akhirnya bentuknya busuk. Dan hal seperti ini bisa terjadi di lapangan. Sehingga kami antisipasi meminta petugas untuk semua di video, foto dan keterangan.
Kepala BGN juga menyampaikan, perisiwa layanan makan di sekolah, dan menjadi peristiwa siswa sakit juga pernah terjadi di berbagai negara, seperti negara Mesir dari tahun 1991 s.d. 2017 (26 tahun) terdapat peristiwa 3.353 siswa sakit, Tiongkok 1990 s.d. 2003 (13 tahun) terdapat peristiwa 3000 siswa sakit, Jepang 1947 s.d. 1996 (46 tahun) terdapat peristiwa 6000 siswa sakit, Finlandia 1943 – 2023 (80 tahun) terdapat peristiwa 600 siswa sakit, Amerika Serikat 1946 – 1997 (51 tahun) terdapat peristiwa 300 siswa sakit, Republik Dominika 2003 – 2010 (7 tahun) terdapat peristiwa 300 siswa sakit, Afrika Selatan 1994 – 2014 (20 tahun) terdapat peristiwa 164 siswa sakit, Inggris (Wales) 1908 – 2006 (99 tahun) terdapat peristiwa 157 siswa sakit, 1 meninggal dan kemudian Indonesia 2024 – 2025 (≤1 tahun) terdapat peristiwa 40 siswa sakit akibat ayam berbumbu.
Dalam pernyataan Kepala BGN di acara KPAI menjelaskan dirinya mendorong adanya pengawasan independent dari masyarakat, dan lembaganya siap berkoordinasi. Bahkan siap menfasilitasi. Ia meminta Monev dari KPAI, agar independent.
Sebenarnya kami telah melaksanakan MoU, seperti dengan BPOM, Pemda. Terkait infrastruktur sekolah kami kerjasama dengan Kemendikdasmen dan Pemda, pengawasan ibu hamil dan balita kami menggunakan standar Kemenkes. Bahan baku dari Kementerian Pertanian, Kementerian Koperasi, Kementerian Desa. Sedangkan untuk pengiriman kami memakai infrastruktur posyandu bersama Kemenkes dan BKKBN.
Komponen pengawasan adalah rantai pasok, penganggaran, penyediaan bahan pangan, bahan baku, proses menjadi bahan jadi, pengemasan dan pengiriman, sampai diterima konsumen, yang saya kira masih perlu di detailkan, agar tidak terjadi kekosongan pengawasan, karena ini soal makanan yang langsung berdampak pada anak saat itu juga, yang butuh perhatian lebih kita semua. Perusahaan industri pangan juga bisa berperan, membagi pengalamannya, menjadi bagian pengawasan bersama.
Karena mau tidak mau, mencapai target tentu sangat baik, tetapi seiring dengan itu tuntutan pengawasan ketat dan detail, juga tidak bisa di tinggalkan. Ini misi mulia negara yang bertujuan membangun modal kesehatan yang tinggi untuk anak anak. Maka kalau ujungnya keracunan tentu menjauh dari tujuan mulia MBG itu sendiri
Para pelaku dan penerima manfaat MBG perlu diingatkan agar kembali kepada tujuan mulia Presiden dalam MBG. Sehingga komponen angggaran pengawasan benar benar harus di siapkan. Namun skema komponen ini juga bisa cepat di lakukan dengan berkolaborasi dengan masyarakat, lembaga profesi, sekolah jurusan terkait dan akedemisi terkait, ahli gizi, ahli penyimpanan dan pengiriman. Komponen pengawasan ini benar benar harus hidup dan di penuhi sewajarnya, ditengah angka pencapaian MBG yang telah mencapai 14.226 sekolah dan 3.248.379 makanan perhari yang tersalurkan. Dengan data per 28 April 2025 ada 153 anak rawat jalan, 5 anak rawat inap dan 1 SPPG masalah pembayaran.
SOP mekanisme pengawasan MBG, mulai bibit, tanam, pembelajaan bahan, penyortiran sebelum dimasak, proses pembersihan, alat yang di gunakan, sanitasi tempat penyimpanan bahan pangan dan alat, proses masak, bumbu masak, pengepakan, pengiriman menjadi bagian tidak terpisahkan dari pengawasan.
Dari berbagai peristiwa ini, kita tahu, ujungnya adalah anak yang paling di rugikan. Sayangnya kecemasan anak tersebut, dapat beresiko fatal, karena langsung pada turunnya modal kesehatan anak anak kita yang cepat, baik secara fisik dan psikis.
Meski hanya sedikit peristiwanya, namun kalau di bilang dari prosentase keseluruhan yang disalurkan, tetap saja fokus kita harga satu nyawa anak menentukan keseluruhan nasib bangsa ini. Karena merekalah yang akan mengganti peran peran kita ke depan.
Sehingga jangan sampai keinginan intervensi MBG, dalam memberi modal kesehatan anak yang tinggi, justru menjadi berubah, di patahkan oleh hal hal yang menurut saya remeh temeh, yaitu ketegasan kita kepada soal pengawasan.
Untuk itu KPAI bersama pengawasan KPAD di daerah seluruh Indonesia punya kewajiban segera bersinergi dengan pelaksana lapangan, agar kita semua dapat gotong royong mengintensifkan pengawasan.
Saya kira aspek positif MBG lebih besar, bahkan sangat besar,. Ditengah berbagai industry makanan, minuman dan jajanan dengan kemasan menarik dan iklan menarik mengempur anak anak dan mempengaruhi kesehatan anak, termasuk konsumsi industri candu, sehingga mereka tidak mendapatkan akses gizi seimbang. Bagi KPAI program MBG adalah solusi terbaik agar anak berbudaya, teredukasi dengan makan dan minum yang mengandung gizi seimbang. Karena tidak mudah anak memilih makanan, minuman dan jajanan yang bisa dikonsumsi ideal, memenuhi gizi seimbang, fresh, aman, nyaman, halal dan menyehatkan. Ditengah industri makanan yang mengepung anak tanpa informasi yang jelas kandungannya. Namun mereka berhasil bersikap manipulatif sehingga anak anak mengkonsumsi. Di sisi lain makanan, minuman dan jajanan sehat kurang punya promosi yang baik di tengah masyarakat.
Sebenarnya dalam membuat Infrastruktur SPPG, BGN memiliki 4 standar operasional, pertama Mitra dan Kepala SPPG memiliki minimal standar pemenuhan kalori sesuai pertumbuhan anak, seperti anak usia PAUD 350 kalori dan SMA 750 kalori. Kedua komposisi gizi, tidak menetapkan menu nasional, tapi komposisi gizi, misal 30 persen dipenuhi protein, 40 persen karbohidrat, 40 persen serat. Dengan perekrutan ahli gizi lokal berbasis SDM lokal, di harapkan anak anak dapat terpenuhi makanan kesukaan mereka. Ketiga faktor hygienis, dengan alur prosessing, setiap ruangan ada sekat, ada tempat penyimpanan kering dan basah, semua bahan yang digunakan stainless stell. Keempat tentang bahan baku yang di cek Dinas Kesehatan dan BPOM dalam keamanan dan mitigasi pangan.
Sehingga tujuan mulia ini, harusnya membangun kesadaran semua masyarakat, untuk ikut berpartisipasi dalam pengawasan, agar budaya makan sehat melalui MBG terus berlangsung dengan baik.
Kisah sirup beracun yang kemudian membunuh anak, kisah makanan berlogo halal padahal mengandung non halal, kisah es krim berasap nitrogen membakar leher anak, semua pernah terjadi. Membuktikan yang dikonsumsi anak anak kita adalah ancaman nyata dari para produsen industry makanan yang tidak bertanggung jawab, dan kita perlu mengimbangi nya dengan MBG.
Saya mengapresiasi inisiatif inisiatif lokal, yang membangun nilai lebih baru dari program MBG. Seperti yang dilakukan Gubernur Jawa Barat. Orang tua anak langsung yang menjadi pengawas, dari membeli sampai proses jadi dan dikonsumsi anak di sekolah. Ini menghidupkan pengawasan mandiri dan masif. Sehingga penting cara cara tersebut menjadi bagian solusi, membuat variasi, dengan dapur MBG yang memasak, namun ada juga sewaktu waktu di masak atau pengawasan SPPG bersama orang tua murid.
Saya kira denga sistem keterbukaan, bahu membahu, gotong royong, melibatkan semua pihak yang berkepentingan secara langsung. Sehingga jadi gotong royong pengawasan bersama. Akan mewujudkan layanan MBG yang lebih baik dan berkualitas.
Kepala BGN setelah berbagai peristiwa ini, juga mengambil inisiatif, mewajibkan setiap membuat akun di media sosial masing masing dan tiap hari mengupload apa yang dimasak. Bahkan KPAI menyarankan secara live, agar bisa di awasi bersama dan dapat dukungan bersama.
Saya kira kita semua setuju ini untuk kepentingan terbaik anak anak kita. Sehingga program MBG tidak masuk angin oleh orang orang yang kurang bahkan tidak bertanggung jawab. Mari bangun MBG dengan Pengawasan Semesta.
Saya juga sering mengkritisi, ditengah gempuran industry candu, industri makanan, minuman dan jajanan yang mengalahkan makanan dari rumah dan tidak memperhatikan dampak dan resiko pada anak. Artinya semua asupan dari industry itu masuk ke perut anak. Tetapi tanggung jawab industry dianggap masih kurang, masih perlu di tingkatkan, dengan dampaknya yang luar biasa panjang untuk anak. Terutama pada industry candu yang terus memudahkan konsumennya. Sehingga menjadi gangguan perilaku, masalah kejiwaan, karena resiko tumbuh kembang yang harus di terima anak sangat berat.
Tentu saja program MBG tidak memaksa, bahwa selama ini lebih banyak yang merasa terbantu, terutama mereka yang tidak punya akses terhadap gizi seimbang. Dan itu nyata di hadapi anak anak kita melawan industri makanan, minuman dan jajanan yang tak mudah di awasi. Dan mereka butuh peer support untuk menghidupkan kembali keluarga, sekolah dan lingkungan yang sehat. Melalui MBG bisa menjadi media menjemput pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak tersebut.
Untuk meningkatkan layanan SPPG, saat ini Universitas Pertahanan sedang mendidik 30.000 sarjana dari Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia, yang merupakan sarjana dari seluruh perguruan tinggi. Mereka akan di didik selama 3 sampai 6 bulan. Direkrut berbasis daerah. Mereka akan menjadi calon Kepala SPPG. Saat ini ada 1904 sarjana yang sudah tersedia.
Untuk di ketahui juga, SPPG yang ada saat ini adalah SPPG yang bermitra dengan masyarakat. BGN sendiri baru akan membangun 1.502 untuk SPPG untuk di daerah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar). Sebagai bentuk keberpihakan. Karena SPPG sekarang bukan dibangun BGN tapi mitra dari masyarakat, jelas Kepala BGN.
Atas kondisi tersebut, KPAI menyampaikan rekomendasi untuk SPPG dan BGN
Untuk SPPG adalah
1. Perlu evaluasi dan koordinasi harian/mingguan antara Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG), Dinas Pendidikan, Kemenag Kab/Kota, dan Satuan Pendidikan untuk menyelaraskan jadwal, menu makanan, identifikasi anak-anak yang memiliki kebutuhan menu khusus, termasuk anak dengan penyandang disabilitas. Juga memperhatikan adanya perbedaan waktu sekolah dalam penyaluran MBG
2. Badan Gizi Daerah dan SPPG wajib mematuhi Standar Operasional Prosedur Badan Gizi Nasional (BGN) terkait pelaksanaan MBG, mulai dari komposisi Gizi, Bahan Tempat Saji Makanan, Kendaraan Pengiriman, sanitasi dapur, dll.
3. Satuan Pendidikan perlu menjadikan Makan Bergizi Gratis sebagai sarana penguatan karakter bagi siswa, diantaranya kepedulian dan tanggung jawab;
4. Program Makan Bergizi Gratis perlu didukung dengan program pendampingan seperti edukasi gizi, pelatihan skill screening kesehatan dasar serta parenting;
5. Perlu membangun partisipasi dan pelibatan anak, orang tua, Masyarakat dan pengawas independen dalam melakukan evaluasi pelaksanaan MBC disetiap satuan pendidikan;
6. Masih banyaknya sekolah yang belum mendapatkan program MBG termasuk Madrasah, Pesantren, dan SLB, sehingga perlu percepatan pelayanan hingga semua anak terpenuhi haknya atas makan bergizi gratis.
Rekomendasi untuk Badan Gizi Nasional adalah
1. Meminta Badan Gizi Nasional untuk melakukan evaluasi menyeluruh terkait kebijakan, program, pembiayaan, dan tata kelola Makan Bergizi Gratis dengan melibatkan ahli independen serta melibatkan anak sebagai penerima manfaat;
2. Meminta Badan Gizi Nasional (BGN) untuk memperkuat pengawasan MBG mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan Monitoring Evaluasi dengan melibatkan lembaga independen, pendidik dan tenaga kependidikan, orang tua, murid, forum anak dan Masyarakat. Pelibatan pengawasan berlapis untuk mengurangi resiko keracunan makanan, transparansi pembiayaan, distribusi makanan, serta edukasi gizi seimbang;
3. Meminta Badan Gizi Nasional untuk melakukan kebijakan program prioritas penerima manfaat MBG terutama bagi anak-anak yang mengalami kekurangan gizi dan stunting;
4. Mendorong Badan Gizi Nasional untuk melakukan monitoring secara berkala terkait status gizi anak
5. Mendorong Pusat aduan bersama dalam memitigasi resiko pelaksanaan Makan Bergizi Gratis dengan melibatkan Pemerintah Daerah, Satuan Pendidikan, Anak, orang tua dan Masyarakat, lembaga independen. Termasuk memastikan rujukan layanan dan SOP pelaksanaan, agar ada ukuran layanan yang prima dan tepat waktu. Sehingga dapat mengantisipasi berbagai kondisi dampak MBG
Namun bagaimanapun program ini terlalu dini, jika akan di evaluasi, karena semuanya sedang dalam pembenahan dan melengkapi semua lini. Bahkan menurut badan PBB yaitu UNESCO, pendidikan dan gizi telah menjadi prioritas dalam tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Bahwa dalam mengatasi tantangan industri, dan mendorong pertanian berkelanjutan, memerlukan keterampilan tingkat lanjut yang diperoleh melalui pendidikan tinggi, pelatihan petani yang efektif, dan keahlian profesional yang terampil, agar terjadi transformasi pangan. Di saat yang bersamaan juga, ketahanan pangan dan perbaikan gizi akan memperkuat pencapaian pendidikan.
Hal ini di buktikan kegiatan makan bersama di sekolah (School Meals) menurut pengamatan UNESCO sejak 2017 sampai 2024. Program seperti MBG telah dalam pengalaman panjang telah meningkatkan kehadiran anak di sekolah dan meningkatkan hasil belajar, mengurangi dampak malnutrisi dan menigkatkan kelulusan, mengubah kebiasaan makan dan gaya hidup.
![]() |
Terima Kasih
Salam Hormat,
*Jasra Putra*
Komisioner KPAI Kluster Kesehatan dan Kesejahteraan Anak/Wakil Ketua KPAI
CP. 0821 1219 3515
dan
*Aris Adi Leksono*
Komisioner KPAI Kluster Pendidikan, Waktu Luang, Budaya dan Agama
CP. 0813 8870 5094
0 Komentar