Adat Makan Pulut di Mandailing Natal, Sumatera Utara
SUMUT, kiprahkita.com –Pagi ini seperti biasa kangen kampung halaman. Biasanya di hari-hari penuh berkah ini akan ada gulai ayam kampung untuk pendamping gulai daging. Sebab tak semua anggota keluarga suka rendang daging maupun sup daging. Nah, bagi yang tak suka daging sapi, disediakan gulai ayam kampung. Bagi yang tak doyan ayam, daging sapi, akan disediakan pula ikan mas (ikan rayo) atau telur rebus.
![]() |
Adat Mangan Pulut Sarat Pembelajaran |
Akan ada pula kudapan seperti lemang atau Ketan Inti Kelapa Gula Aren. Inti dan ketan ini memiliki wangi yang beda dan khas. Ketan wangi pandan dan inti perpaduan wangi gula aren dan vanila. Adat dan tradisi itu adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat di Indonesia, termasuk di Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara.
Salah satu tradisi yang masih dijaga hingga kini adalah adat makan pulut (Ketan). Tradisi ini bukan sekadar kegiatan makan bersama, tetapi sarat makna sosial, budaya, dan spiritual. Dari kita kecil sudah diajarkan tata krama makan pulut ini.
Pulut adalah sejenis ketan yang dimasak dengan santan, sering kali disajikan dengan parutan kelapa muda dan gula merah (aren). Dalam masyarakat Mandailing, pulut memiliki filosofi mendalam. Pulut yang lengket melambangkan persatuan dan kekompakan. Oleh karena itu, makan pulut sering dilakukan dalam rangka mempererat tali silaturahmi antaranggota masyarakat. Misalnya mendoa sesudah berqurban.
Adat makan pulut biasanya digelar dalam berbagai momen penting, seperti acara syukuran, penyambutan tamu, pesta adat, pernikahan, atau menyambut bulan Ramadan juga. Dalam pelaksanaannya, seluruh anggota keluarga atau masyarakat duduk bersama di atas tikar, menyantap pulut dengan penuh kebersamaan. Kadang-kadang juga disertai pembacaan doa, zikir, atau nasehat-nasehat dari tokoh adat atau agama, disebut makkobar (kata sambutan).
Menariknya, dalam adat ini juga terdapat aturan tidak tertulis yang menunjukkan nilai-nilai kesopanan, saling menghormati, dan gotong royong. Misalnya, orang yang lebih tua didahulukan dalam mengambil makanan, dan yang lebih muda biasanya melayani dan membantu persiapan. Tempat duduk pun diatur sesuai kedudukan di kampung tersebut, disebut hatobangon (ninik mamak).
Lihat videonya di sini:
Tradisi makan pulut di Mandailing Natal adalah salah satu bentuk warisan budaya yang patut dilestarikan sebagai kearifan lokal bidang budaya dan kuliner. Di tengah arus modernisasi, adat seperti ini menjadi pengingat akan pentingnya menjaga hubungan sosial yang harmonis, nilai-nilai kekerabatan, dan identitas budaya lokal. (Deskripsi Yusriana MM/*)
0 Komentar