Menjaga Integritas Program Makan Bergizi Gratis: Ketegasan Nanik S Deyang dalam Menolak Intervensi Politik
JAKARTA, kiprahkita.com –Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan salah satu inisiatif penting pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan gizi anak-anak di seluruh Indonesia. Program ini tidak hanya menjadi simbol kepedulian negara terhadap masa depan generasi muda, tetapi juga menjadi tantangan besar dalam hal pelaksanaan yang transparan, bersih, dan bebas dari kepentingan sempit. Dalam konteks inilah, sikap tegas Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Nanik S Deyang, patut diapresiasi.
![]() |
Seorang Anak Keracunan |
![]() |
Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Nanik S Deyang, patut diapresiasi |
Dalam sebuah konferensi pers yang diunggah melalui kanal resmi YouTube BGN pada Sabtu, 27 September 2025, Nanik mengungkapkan kekesalannya setelah menerima pesan pribadi dari seorang politikus yang meminta jatah pengelolaan dapur MBG. Dengan lantang, ia menolak permintaan tersebut dan menegaskan bahwa program yang menyangkut kesehatan anak-anak tidak boleh dicampuri oleh kepentingan politik. Ia bahkan memblokir kontak politikus itu setelah menyampaikan penolakannya secara langsung.
“Serius nih, kemarin ada politikus WA saya. Saya jawab, kamu politikus bukannya bantu saya mengatasi keracunan, malah minta dapur!” ujar Nanik dengan nada kesal. Pernyataan ini mencerminkan integritas yang ia pegang teguh dalam menjalankan tugasnya di BGN.
Lebih lanjut, Nanik menegaskan komitmen BGN untuk bersikap transparan dalam menangani kasus keracunan massal yang terjadi di beberapa daerah akibat program MBG. Transparansi ini penting untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat sekaligus memperbaiki pelaksanaan program ke depan.
Sikap tegas Nanik menjadi contoh bahwa birokrasi masih memiliki sosok-sosok yang berani menolak praktik-praktik transaksional yang kerap membayangi program-program sosial. Ia tidak hanya menjalankan tugas administratif, tetapi juga menjaga marwah lembaga dengan menempatkan kepentingan rakyat, khususnya anak-anak, di atas kepentingan politik.
Dalam konteks politik dan birokrasi Indonesia yang kerap kali beririsan secara tidak sehat, ketegasan seperti ini menjadi angin segar. Ia mengingatkan publik bahwa program sosial harus dilindungi dari komersialisasi dan politisasi agar tujuan mulianya tidak tercemar.
Ke depan, pengawasan publik terhadap program MBG perlu diperkuat, termasuk dukungan terhadap pejabat-pejabat seperti Nanik yang berani bersuara dan bertindak. Jika lebih banyak pejabat berani bersikap serupa, maka bukan tidak mungkin sistem birokrasi kita akan lebih sehat dan program-program publik dapat mencapai sasaran dengan maksimal.
Menyoal Masalah Keracunan
Mei 2025 lalu, telah disoroti publik persoalan keracunan massal Program Makan Bergizi Gratis (MBG) melalui beragam opini. Salah satu opini berjudul “Bukan Sekadar Statistik: Keracunan Massal MBG dan Alarm bagi Komitmen HAM” (Kompas.com, 14/05/2025). Kala itu, kasus di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Sumatera Selatan, menyebabkan ratusan anak dilarikan ke rumah sakit setelah menyantap MBG. Peristiwa ini telah diperingatkan sebagai alarm dini atas bahaya sistemik dalam pelaksanaan program.
Kini, peringatan itu bukan hanya terbukti, melainkan menjelma menjadi tragedi besar. Di Bandung Barat saja, lebih dari 1.300 siswa dilaporkan keracunan MBG pada September 2025, menjadikannya episentrum krisis gizi yang ironis. Secara nasional, Badan Gizi Nasional (BGN) mencatat lebih dari 4.600 kasus keracunan sejak Januari hingga September 2025, sedangkan CISDI menemukan sedikitnya 6.600 kasus melalui pemantauan media massa. Perbedaan angka ini menunjukkan adanya persoalan transparansi, sekaligus menandakan kemungkinan besar bahwa jumlah korban sesungguhnya jauh
Peristiwa keracunan demi keracunan makanan yang dialami anak Indonesia dalam program MBG, seperti sudah tidak bisa ditolerir, terakhir harus dialami anak anak di umur sangat belia usia PAUD.
Begitupun Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra menyampaikan, "Saya kira pertahanan anak sekecil itu, sangat berbeda dengan orang dewasa. Apalagi kita tahu, kebijakan negara yang mengetahui kondisi dari dalam keluarga (masih sulit di tembus). Padahal kita tahu kondisi anak tidak mudah mendeskripsikan kondisi kesehatannya. Apalagi bila menghadapi keluarga yang kurang perhatian atau kurang peka kondisi anak."
![]() |
KPAI menyoroti berbagai peristiwa keracunan makanan yang terus meningkat, kejadiannya bukan menurun ya. Satu kasus anak yang mengalami keracunan bagi KPAI sudah cukup banyak. Artinya pemerintah perlu evaluasi menyeluruh program MBG. KPAI usul hentikan sementara, sampai benar benar instrumen panduan dan pengawasan yang sudah di buat BGN benar benar di laksanakan dengan baik.
Mungkin kita tidak terlalu tahu, apa yang terjadi didalam. Tetapi dari jumlah korban, data, dan peristiwa kita tahu ada yang tidak terkontrol. Ibarat mobil, punya target ingin cepat sampai, tetapi pandangan kita ke kaca depan mobil, tidak bisa mengawasi apa yang ada di depan, karena kecepatan yang terlalu tinggi.
Menjaga Integritas Program Makan Bergizi Gratis: Ketegasan Nanik S Deyang dalam Menolak Intervensi Politik
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan salah satu inisiatif penting pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan gizi anak-anak di seluruh Indonesia. Program ini tidak hanya menjadi simbol kepedulian negara terhadap masa depan generasi muda, tetapi juga menjadi tantangan besar dalam hal pelaksanaan yang transparan, bersih, dan bebas dari kepentingan sempit. Dalam konteks inilah, sikap tegas Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Nanik S Deyang, patut diapresiasi.
Dalam sebuah konferensi pers yang diunggah melalui kanal resmi YouTube BGN pada Sabtu, 27 September 2025, Nanik mengungkapkan kekesalannya setelah menerima pesan pribadi dari seorang politikus yang meminta jatah pengelolaan dapur MBG. Dengan lantang, ia menolak permintaan tersebut dan menegaskan bahwa program yang menyangkut kesehatan anak-anak tidak boleh dicampuri oleh kepentingan politik. Ia bahkan memblokir kontak politikus itu setelah menyampaikan penolakannya secara langsung.
“Serius nih, kemarin ada politikus WA saya. Saya jawab, kamu politikus bukannya bantu saya mengatasi keracunan, malah minta dapur!” ujar Nanik dengan nada kesal. Pernyataan ini mencerminkan integritas yang ia pegang teguh dalam menjalankan tugasnya di BGN.
Lebih lanjut, Nanik menegaskan komitmen BGN untuk bersikap transparan dalam menangani kasus keracunan massal yang terjadi di beberapa daerah akibat program MBG. Transparansi ini penting untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat sekaligus memperbaiki pelaksanaan program ke depan.
Sikap tegas Nanik menjadi contoh bahwa birokrasi masih memiliki sosok-sosok yang berani menolak praktik-praktik transaksional yang kerap membayangi program-program sosial. Ia tidak hanya menjalankan tugas administratif, tetapi juga menjaga marwah lembaga dengan menempatkan kepentingan rakyat, khususnya anak-anak, di atas kepentingan politik.
Dalam konteks politik dan birokrasi Indonesia yang kerap kali beririsan secara tidak sehat, ketegasan seperti ini menjadi angin segar. Ia mengingatkan publik bahwa program sosial harus dilindungi dari komersialisasi dan politisasi agar tujuan mulianya tidak tercemar.
Ke depan, pengawasan publik terhadap program MBG perlu diperkuat, termasuk dukungan terhadap pejabat-pejabat seperti Nanik yang berani bersuara dan bertindak. Jika lebih banyak pejabat berani bersikap serupa, maka bukan tidak mungkin sistem birokrasi kita akan lebih sehat dan program-program publik dapat mencapai sasaran dengan maksimal.
0 Komentar