Dari Surabaya ke Cyberspace: Menjadi Pahlawan di Tengah Krisis Nilai dan Banjir AI

Dari Surabaya ke Cyberspace: Menjadi Pahlawan di Tengah Krisis Nilai dan Banjir AI

Ferki Ahmad Marlion

(Sekretaris Umum Dewan Pimpinan Daerah KNPI Tanah Datar/ Dosen IAIN Kerinci)

TANAH DATAR, kiprahkita.com Tujuh puluh delapan tahun telah berlalu sejak pekik “Merdeka atau Mati!” menggema di langit Surabaya. Namun gema itu tak pernah benar-benar padam; ia hanya berpindah ruang dari jalanan berdebu ke ruang-ruang digital yang berpendar cahaya. Jika dulu bangsa ini berjuang mengusir penjajahan fisik, kini kita menghadapi penjajahan yang lebih halus: krisis nilai, kehilangan jati diri, dan banjir informasi yang kerap menenggelamkan nurani.


Ferki Ahmad Marlion


Hari Pahlawan bukan sekadar upacara tahunan, melainkan ruang refleksi untuk memahami ulang makna perjuangan. Tema nasional tahun ini, “Pahlawanku Teladanku, Terus Bergerak, Melanjutkan Perjuangan,” menegaskan bahwa kepahlawanan bukan milik masa lalu. Ia adalah nilai yang hidup, yang menuntut kita untuk bergerak, berbuat, dan meneladani semangat juang para pendahulu dalam konteks zaman yang baru zaman digital, zaman kecerdasan buatan.

Krisis nilai yang kita hadapi hari ini adalah bentuk penjajahan baru: manusia kehilangan arah di tengah derasnya arus teknologi. Kebenaran menjadi relatif, kejujuran terasa usang, dan kepedulian digantikan oleh citra yang dikurasi. Banyak yang cerdas, tapi sedikit yang berhati; banyak yang bersuara, tapi jarang yang mendengar. Inilah peperangan modern: perang melawan kekosongan moral dan kejumudan berpikir di tengah kebisingan digital.

Generasi muda kini memegang peran strategis dalam “melanjutkan perjuangan.” Mereka bukan lagi pejuang bersenjata, tetapi penggerak nilai dan pengetahuan. Dari tangan merekalah lahir masa depan bangsa. Namun tantangannya berbeda: di era kecerdasan buatan, godaan instan dan kemewahan digital sering kali mematikan daya juang dan ketulusan. Karena itu, terus bergerak berarti tetap berkomitmen pada proses—belajar, berpikir kritis, dan menolak tunduk pada algoritma yang mengatur cara kita merasa dan berpendapat.

Kecerdasan buatan memang menghadirkan efisiensi dan inovasi, namun tanpa kendali moral, ia dapat menenggelamkan makna kemanusiaan. Ketika mesin mampu menulis puisi, memprediksi emosi, dan mengatur ritme hidup manusia, maka pertanyaan yang paling mendasar adalah: apakah manusia masih sanggup menjadi manusia? Maka, menjadi pahlawan di era ini berarti menjaga agar kemajuan tidak menghapus kebijaksanaan, agar teknologi tidak mengerdilkan hati nurani.

Nilai “teladan” dari para pahlawan harus kembali dihidupkan, bukan dalam bentuk simbolik, tetapi dalam tindakan nyata. Teladan keberanian, kejujuran, dan tanggung jawab sosial adalah fondasi bangsa yang kuat. Pahlawan masa kini adalah mereka yang menolak manipulasi, menjaga integritas, dan berani berkata benar di tengah arus kebohongan. Ia bisa menjadi seorang guru di pelosok, seorang relawan yang setia membantu, atau anak muda yang menolak budaya instan demi perubahan nyata.

Spirit Surabaya 1945 mengajarkan bahwa keberanian sejati lahir dari kesetiaan pada kebenaran. Hari ini, semangat itu menuntut kita untuk melawan bentuk penjajahan baru dari apatisme, hoaks, dan kehilangan empati. Pahlawanku Teladanku mengingatkan bahwa keteladanan adalah kompas moral yang menuntun langkah bangsa. Dan terus bergerak berarti menolak diam di hadapan ketidakadilan, menolak pasrah di tengah krisis nilai, serta melanjutkan perjuangan dalam bentuk pengabdian di bidang apa pun yang kita jalani.

Ketika bangsa ini memperingati Hari Pahlawan 10 November, marilah kita menyalakan kembali api kesadaran itu: bahwa setiap zaman memiliki panggilannya, dan setiap generasi memiliki perjuangannya. Dari Surabaya ke cyberspace, dari bambu runcing ke kecerdasan buatan, semangat kepahlawanan tetap sama yaitu keberanian menjaga nilai, keteguhan moral, dan kasih kepada sesama. Sebab, di tengah dunia yang semakin canggih namun kehilangan arah, pahlawan sejati adalah mereka yang terus bergerak menjaga kemanusiaan agar tetap hidup. Ferki Ahmad Marlion

Posting Komentar

0 Komentar