Wujud Kepedulian Islam terhadap Martabat Manusia di Usia Senja, Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah Menunjukkan Kiprahnya

Fikih Lanjut Usia: Wujud Kepedulian Islam terhadap Martabat Manusia di Usia Senja

YOGYAKARTA, kiprahkita.com Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah kembali menunjukkan kiprahnya dalam menjawab tantangan zaman melalui penyelenggaraan Halaqah Fikih Lanjut Usia di Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta, pada Sabtu (01/11).

Kegiatan itu merupakan tindak lanjut dari amanat Muktamar ke-48 Muhammadiyah di Surakarta, yang menekankan pentingnya penyusunan panduan keagamaan terkait berbagai isu sosial kontemporer, termasuk fenomena meningkatnya populasi lanjut usia (lansia) di Indonesia.

Indonesia kini tengah memasuki fase aging society, di mana jumlah warga lanjut usia meningkat tajam. Kondisi ini bukan hanya persoalan demografis, tetapi juga tantangan multidimensional yang meliputi aspek ibadah, kesehatan, keluarga, dan kesejahteraan sosial. Dalam konteks ini, Muhammadiyah menegaskan bahwa fikih tidak boleh berhenti pada tataran hukum yang kaku, tetapi harus hidup dan berfungsi sebagai pedoman etika dan spiritual bagi seluruh tahapan kehidupan manusia — termasuk masa tua.

Penyusunan Fikih Lanjut Usia menjadi upaya nyata untuk menghadirkan panduan syariat yang bersifat empatik, aplikatif, dan manusiawi. Panduan ini diharapkan dapat menjadi pegangan bagi para lansia dalam menjalani kehidupan ibadah yang sesuai kondisi fisik dan psikologis mereka. Di sisi lain, masyarakat dan keluarga juga diingatkan untuk memperlakukan orang tua dengan penuh hormat, kasih sayang, dan penghargaan terhadap martabat kemanusiaan. Dengan demikian, fikih tidak hanya membahas relasi manusia dengan Tuhan, tetapi juga menegaskan pentingnya relasi antarmanusia dalam kerangka kasih dan tanggung jawab sosial.

Dalam sambutannya, Prof. Syamsul Anwar, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, menegaskan bahwa fikih merupakan kumpulan norma keagamaan Islam (al-aḥkām asy-syar‘iyyah) yang mengatur perilaku konkret manusia menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Ia menjelaskan bahwa fikih memiliki tiga hirarki norma: Nilai-nilai dasar (al-qiyam al-asāsiyyah), Asas-asas umum (al-uṣūl al-kulliyyah), dan Ketentuan hukum konkret (al-aḥkām al-far‘iyyah).

Oleh karena itu, penyusunan Fikih Lanjut Usia harus berangkat dari kerangka nilai yang utuh—spiritual, sosial, dan kemanusiaan—agar tidak hanya menjawab persoalan hukum, tetapi juga menyentuh dimensi moral dan empati.

Halaqah ini diikuti oleh berbagai unsur strategis Muhammadiyah, seperti Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah, Majelis Tabligh, Majelis Pembina Kesejahteraan Sosial, LazisMu, Aisyiyah, serta akademisi dari berbagai perguruan tinggi Muhammadiyah. Keterlibatan lintas sektor ini menunjukkan bahwa fikih bukan hanya domain ulama, tetapi hasil kolaborasi antara ilmuwan agama, akademisi, dan praktisi sosial yang memahami realitas kehidupan lansia secara komprehensif.

Adapun tim penyusun Fikih Lanjut Usia terdiri dari para pakar lintas disiplin, antara lain Fattah Santoso, Evi Sofia Inayati, Ro’fah, Nur Ismanto, Wawan Gunawan Abdul Wahid, Alimatul Qibtiyah, dan sejumlah nama lainnya. Kehadiran para ahli dari berbagai bidang menunjukkan keseriusan Muhammadiyah dalam melahirkan fikih yang berbasis riset, empirik, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat modern.

Melalui Fikih Lanjut Usia, Muhammadiyah berupaya menghadirkan wajah Islam yang rahmatan lil-‘alamin, meneguhkan bahwa syariat Islam senantiasa berpihak pada kemanusiaan dan kesejahteraan sosial. Fikih ini diharapkan menjadi pedoman hidup yang menuntun umat dalam menjaga martabat, kemandirian, dan nilai ibadah para lansia, sekaligus memperkuat budaya hormat kepada orang tua sebagai bagian dari ibadah yang mulia. (Muhammadiyah.org.id)

Posting Komentar

0 Komentar