Lihat Mahasiswa dan Kardus Donasi, Kepedulian yang Tidak Boleh Padam

Tentang Sebuah Kardus Donasi dan Kepedulian yang Tidak Boleh Padam

PADANG PANJANG, kiprahkita.com Setiap kali melihat sekelompok mahasiswa berdiri di bawah terik matahari sambil mengacungkan kardus bertuliskan “Bantuan untuk Bencana Sumatera”, aku selalu berhenti sejenak untuk bertanya pada diri sendiri: akan kusumbang atau tidak? Dan hampir selalu, jawabannya: ya.

Lihat Mahasiswa dan Kardus Donasi

Padahal, aku biasanya sudah menyumbang lewat posko resmi atau transfer digital sebelum sampai di titik keramaian itu. Namun, untuk mereka yang rela berpanas-panasan di tengah jalan, aku tetap menyelipkan uang receh di dompet—lima ribu, sepuluh ribu, kadang dua puluh ribu—hanya untuk dimasukkan ke kardus sederhana yang mereka bawa. Bukan soal nominalnya, tapi soal apresiasi terhadap niat tulus mereka.

Di tengah krisis kepedulian yang sering disematkan pada generasi zaman sekarang, kehadiran anak-anak muda yang masih mau turun ke jalan demi kemanusiaan adalah harapan kecil yang layak dirawat. Mereka berdiri di perempatan bukan untuk gaya-gayaan, melainkan untuk menyampaikan pesan bahwa kepedulian belum mati.

Mungkin aku mudah tergerak karena dulu aku pernah berada tepat di posisi mereka—menjadi mahasiswa yang ikut turun ke jalan mengumpulkan donasi di bawah panas matahari, diterpa debu kendaraan, dan sesekali dicibir pengendara. Tapi setiap ada mobil yang menurunkan kaca atau pengendara motor yang merogoh saku lalu melemparkan uang ke dalam kardus kami, rasanya bahagia banget. Kami menghitung rupiah demi rupiah dengan semangat, lalu bergegas mencari kendaraan untuk menuju lokasi bencana.

Aku masih ingat dengan jelas bencana tanah longsor di Bayang, Pesisir Selatan, sekitar tahun 2000. Puluhan rumah terkubur, entah berapa nyawa ikut tertimbun. Waktu itu, kami menyewa angkot karena kendaraan pribadi masih langka. Selain uang tunai, kami membawa sembako dan pakaian bekas hasil kumpulan dari posko. Tapi setibanya di lokasi, kami melihat tumpukan pakaian bekas yang sudah menumpuk dan hampir tak tersentuh. Pengungsi tidak membutuhkannya. Rumah mereka telah lenyap, dan mereka tidak punya tempat untuk menyimpan pakaian. Yang mereka butuhkan saat itu hanyalah makanan dan uang untuk bertahan hidup.

Sejak hari itu, aku paham bahwa bantuan harus tepat guna. Karena itu pula, aku jarang mengumpulkan pakaian bekas untuk korban bencana kecuali benar-benar dibutuhkan di lokasi.

Mungkin karena pengalaman-pengalaman itulah aku tidak pernah ragu memberi sedikit uang kepada adik-adik mahasiswa yang masih mau turun tangan secara manual seperti itu. Bahkan setelah aku berdonasi secara digital, aku tetap menyisihkan uang tunai sebagai bentuk dukungan untuk semangat mereka.

Sebab kadang, yang kita bantu bukan hanya korban bencana.

Kita juga sedang membantu menyalakan kembali semangat kepedulian di hati para relawan muda—semangat yang suatu hari nanti akan dibutuhkan lagi ketika dunia kembali berduka.

 Jika liat sekelompok mahasiswa membawa kardus bertuliskan "Bantuan Untuk Bencana Sumatera," kamu pilih menyumbang atau tidak? (Esi L/Cindy H)*

Mahasiswa Galang Dana untuk Bencana Banjir di Sumatra

Gelombang kepedulian mengalir dari para mahasiswa Purworejo sebagai respons atas bencana banjir yang melanda sejumlah wilayah di Sumatra. Aksi galang dana digagas oleh PC PMII Purworejo bersama DEMA IAI An-Nawawi dan DEMA STAINU Purworejo sebagai wujud solidaritas terhadap warga terdampak. Kegiatan turun ke jalan dilaksanakan pada Ahad (7/12/2025) sejak pukul 07.00 hingga 13.00 WIB.

Sejak pagi, para relawan mahasiswa bergerak di tiga titik utama. DEMA STAINU berada di Perempatan Alun-Alun Kutoarjo, DEMA IAI An-Nawawi di Simpang Empat Berjan (Jl. Urip Sumoharjo–Jl. MT Haryono), sementara kader PMII Purworejo melakukan aksi di Alun-Alun Purworejo dan kawasan sekitarnya. Mereka mengajak para pengguna jalan untuk turut membantu masyarakat Sumatra yang tengah menghadapi masa sulit akibat bencana.

Ketua PC PMII Purworejo, Sahabat Fatkhu Rohman, menegaskan bahwa pengabdian sosial merupakan karakter dasar kader PMII. Ia menyampaikan bahwa PMII berkewajiban hadir saat masyarakat mengalami kesusahan.

Posting Komentar

0 Komentar