Menulis naskah lakon yang berangkat dari kearifan lokal mayarakat Jambi, merupakan warisan tak benda yang harus dijadikan kekayaan gagasan.
JAMBI, kiprahkita.com -- Dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang Dr. Sulaiman Juned menyatakan, teks-teks tradisional yang tumbuh di tengah masyarakat, dapat dipungut menjadi teks sastra yang kemudian dialihwahanakan menjadi pertunjukan teater.
Selain dosen, Sulaiman juga dikenal sebagai Pendiri Sanggar Cempala Karya Banda Aceh, UKM-Teater NOL USK, pendiri/penasihat Komunitas Seni Kuflet Padang Panjang, dosen Jurusan Seni Teater/Pascasarjana (S-2) ISI Padang Panjang, dan Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) Perwakilan Sumatra Barat.
“Kita dapat membumikan teater yang tumbuh dalam kehidupan masyarakat dengan memungut berbagai gagasan yang bersumber dari identitas kultural,” kata sastrawan, kolomnis, dan sutradara teater dari ISI Padang Panjang itu, ketika menjadi narasumber Workshop Sastra di Taman Budaya Jambi, Senin—Selasa (29-30/5/2023).
Saat menyajikan materi bertema Lokalitas Tradisi: Tindakan Kesadaran Penulis dalam Mencipta Karya Sastra, Sulaiman menegaskan, Jambi terdiri dari beberapa suku, seperti Jambi, Kerinci, dan Minang menjadikan kearifan lokalnya sangat kaya, seperti adanya tradisi berburu Sumbun, Maanta, Malam Berinai, Makan Kelung, Kenduri Sko, Kumau, dan lainnya.
“Misalnya pada tradisi Berburu Sumbun, di mana sumbun merupakan sejenis kerang yang menjadi makanan favorit Suku Duano di Jambi. Prosesi tradisi ini kita pahami lalu kita rebut ruh tradisinya kemudian dijadikan karya sastra, bisa berupa puisi, cerpen, novel, dan tentu juga naskah lakon,” katanya.
Tradisi lainnya seperti Maanta, imbuhnya, yaitu mengantar rantang berisi makanan juga mengembalikan rantang yang diisi makanan yang sama. Tradisi ini masih kuat di tengah masyarakat adat Jambi sebagai upaya untuk mempererat silaturahim sesama keluarga.
“Juga tradisi Malam Berinai, yaitu sebelum melakukan pernikahan (ijab kabul), upacara adat berinai dilakukan, dilanjutkan dengan pertunjukan tari Inai. Tradisi ini memiliki pesan simbolis untuk menjaga calon mempelai wanita dari gangguan manusia dan makhluk halus,” uangkapnya.
Lokalitas, tambah Sulaiman, diletakkan sebagai sumber penciptaan karya sastra akan memberi dampak positif bagi upaya pencatatan nilai-nilai budaya yang tumbuh di tengah masyarakat. Karya sastra juga menjadi sumber sejarah dan sumber pengidentifikasi tradisi masyarakat suatu daerah.
Dia mengajak peserta workshop untuk tak sungkan menggali sumber-sumber tradisi kearifan lokal di tengah masyarakat Jambi, kemudian membawanya pada penciptaan karya sastra. Pencatatan itu tentu saja akan bernilai positif untuk menjaga identitas kekayaan budaya Jambi karena tersimpan di dalam teks-teks sastra.
Kepala UPTD Taman Budaya Jambi Eri Argawan mengatakan, workshop sastra yang digelar itu bertujuan untuk melahirkan sastrawan-sastrawan muda yang mampu menciptakan karya sastra, baik berupa puisi, cerpen, novel, dan naskah lakon.
“Melalui workshop sastra hari ini dengan menghadirkan Dr. Sulaiman Juned, M.Sn. yang komit menciptakan naskah lakon berangkat dari kekayaan lokalitas tradisi Aceh-nya menjadi teks sastra yang berlanjut ke teks pertunjukan, kita berharap peserta dapat menulis naskah sastra yang berangkat dari tradisi di Jambi menjadi sumber penciptaan untuk naskah lakon yang tahun depan naskah lakon tersebut akan difestivalkan serta dilakukan garapan teater oleh sutradara,” jelas Eri.
Selain Sulaiman Juned, turut tampil sebagai narasumber sastrawan Jambi EM. Yogiswara dan Titas Suwanda. Diskusi dipandu moderator Oky Akbar. (rel)
0 Komentar