Peta Politik Berubah Drastis

ilustrasi pixabay.com

PADANG, kiprahkita.com - Peta politik Indonesia berubah drastis. Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengumpulkan para elite partainya, mendiskusikan siapa nama yang paling cocok untuk mendampingi Ganjar Pranowo sebagai bakal calon wakil presiden (bacawapres).


Usaha itu dilakukan, menurut Dosen Universitas Andalas Najmuddin M. Rasul, Ph.D., dalam rangka meningkatkan elektabilitas, popularitas, dan meraup suara pemilih di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten.


"Suara pemilih di provinsi tersebut 115.284.807, lebih dari separoh pemilih nasional yang berada pada angka 204.807.222 orang. Pemilih mudanya juga di atas 50 persen," kata pakar komunikasi politik itu.


Menurutnya, elit PDIP melakukan pembicaraan politik dengan Ridwan Kamil, Khofifah Indarparawansa, dan tokoh internal untuk dijadikan bacawapres. Dalam koalisi Lenteng Agung ini, sebutnya, ada PPP, Hanura, dan Perindo, maka dalam menentukan siapa pendamping Ganjar, memerlukan kajian dan keputusan bersama.


Sementara di sisi lain, katanya, Prabowo Subianto pun belum menemukan jodoh dengan siapa pula akan berpasangan. Untuk itu, Prabowo melakukan gerilya politik ke sejumlah tokoh.


Koalisi Indonesia Maju (KIM) ini, menurut Najmuddin lebih rumit lagi. Sebab, Partai Golkar berpotensi untuk berubah haluan. Elit-elit Golkar selalu melihat arah angin yang berpeluang memenangkan pertarungan. Golkar sudah terbiasa dalam pemerintahan.


Najmuddin M. Rasul


"Saya mencoba cermati langkah-langkah politik Surya Paloh dalam perpolitikan nasional, mulai dari pencapresan Jokowi tahun 2014 dan 2019. Paloh melakukan langkah politik yang tak biasa," sebutnya.




Najmuddin menyebut, Jokowi waktu itu adalah walikota Solo yang belum dikenal secara nasional. Paloh lalu mengusung Jokowi jadi calon gubernur DKI Jakarta. Selanjutnya menjadi capres 2014 dan 2019 yang kemudian menuai sukses.


Sekarang, tuturnya, Paloh kembali membuat langkah berani. Pada Oktober 2022 di GBK Jakarta,  Paloh mendeklarasikan Anies Baswedan menjadi bakal calon presiden (bacapres). Pasca deklarasi,  sadar Partai NasDem memerlukan kawan koalisi untuk bisa memenuhi 20 president threshold sebagai syarat sah mendaftar di KPU.


Paloh lalu mengajak Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat untuk bergabung ke KPP. Dalam perjalanannya, KPP pun berhadapan dengan persoalan rumit dalam menetapkan bacawapres. 


"Ketika perbedaan pandangan yang tak kunjung menemukan titik temu, Paloh melihat secercah harapan yang mungkin bisa bergabung ke KPP. Secercah harapan itu, bagi Paloh bak seorang fighter dalam olah raga tinju, peluang itu wajib diambil. Sebab ini menyangkut hidup mati seorang petinju," tegasnya. 


Keputusannya adalah melakukan pendekatan pada ketua umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), karena Paloh membaca ada fenomena dan perubahan politik dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM), terutama semenjak bergabungnya Golkar dan Partai Amanat Nasional (PAN) ke KIM.


"Prabowo nampaknya mulai merasa nyaman tanpa PKB, KIM bisa mencalonkan Prabowo sebagai bacapres. Di tengah kondisi tersebutlah, Paloh melakukan pendekatan ke PKB. Paloh melihat adanya tanda-tanda kurang positif dalam KPP. Ini yang membuat Paloh memutar otaknya untuk melakukan suatu keputusan politik," sebut Najmuddin.

 

Di tengah ketidakpastian anggota KPP terhadap nama dan waktu deklarasi, Paloh melihat ada peluang dan positif, yaitu mengajak PKB bergabung ke dalam KPP.  Dia menangkap signal, Muhaimin sudah tidak nyaman lagi berada dalam KIM. 


Najmuddin menekankan, dengan berani dan penuh kalkulasi politik, akhirnya Paloh melakukan komunikasi politik dengan Muhaimin, ternyata feeling politik Paloh benar adanya. Maka terjadilah deal politik yang sangat cepat, dan berlanjut pada deklarasi bacapres dan bacawapres. 


"Bagi saya, Paloh memiliki instink politik yang luar biasa. Dia bisa dengan cepat mengambil keputusan, di tengah badai politik dalam internal KPP. Saya mengumpamakan deklarasi bacapres dan bacawapres KPP ibarat pertandingan sepak bola, ada serangan mendadak yang tak terduga-duga, dan serangan itu membuahkan gol," kata putra asli Nagari Guguak Malalo, Kabupaten Tanah Datar itu.


Hasilnya? PKB bergabung ke KPP dan Muhaimin menjadi bacawapres. Dengan bergabungnya PKB ke KPP,  maka jumlah suaranya menjadi 29,05 persen. Jika PKS tarik diri, KPP masih memiliki 20,37 persen.


"Inilah salah satu pertimbangan politik Paloh. Dengan demikian, KPP sangat nyaman untuk berlayar mengharungi gelombar besar dan tanjakan tajam menghadang. Saya melihat keputusan politik Paloh ini sebuah keputusan sangat berani. Inilah membuat perubahan landscape politik nasional," katanya. 


Kini, ujarnya, publik menunggu apa yang dilakukan Megawati dan Prabowo, setelah turbulensi hebat dan 'serangan mendadak' tersebut.


"Dilema buat Megawati dan Prabowo, terutama bila nama bacawapresnya bukan dari internal partai, karena itu berarti mengkonfirmasi, dugaan rekrutmen dan kaderisasi selama ini lemah," simpulnya.(mus)

Posting Komentar

0 Komentar