Desra Imelda Menyatukan Fesyen dan Alam: “Bergaya dalam Basah"

“Bergaya dalam Basah”: Menjawab Hujan dengan Gaya di PDIKM Padang Panjang

PADANG PANJANG, kiprahkita.com Fashion Show Jas Hujan di Kota Hujan: Gaya, Identitas, dan Inovasi Lokal, Qytara Handycraft Hadirkan “Bergaya dalam Basah” di Pembukaan FPM #2 bersama Desra Imelda Menyatukan Fesyen dan Alam dalam “Bergaya dalam Basah.

Rancangan Desra Imelda oleh Qytara Handycraft Padang Panjang

Persiapan peragaan busana bertema “Bergaya dalam Basah” rancangan Desra Imelda oleh Qytara Handycraft Padang Panjang, yang akan tampil dalam pembukaan Festival Pamenan Minangkabau #2 di PDIKM. (Foto: dok. panitia)

Dalam suasana sejuk Kota Padang Panjang yang dikenal dengan julukan Kota Hujan, peragaan busana bertajuk “Bergaya dalam Basah” akan menjadi penampilan pembuka yang memukau di Festival Pamenan Minangkabau (FPM) #2, Sabtu 26 Juli 2025 mendatang di pelataran PDIKM.

Diciptakan oleh desainer dan akademisi Desra Imelda, koleksi ini menghadirkan jas hujan artistik yang menyatu antara fungsi dan estetika. Melalui label Qytara Handycraft, koleksi ini tak hanya menjawab kebutuhan masyarakat akan perlindungan dari hujan, tapi juga menggugah selera fesyen melalui potongan yang memadukan gaya feminine romantic, classic elegant, hingga exotic dramatic.

“Jas hujan adalah bagian dari keseharian masyarakat Padang Panjang. Tapi bukan berarti kita tak bisa tampil modis. Inilah upaya kami untuk menyelaraskan kebutuhan fungsional dan ekspresi gaya,” ujar Desra di sela persiapan di studio desainnya.

Disutradarai oleh tim eksekutor produksi: Suci Arma Nasution, Hakim Arif Billah, Silwi Azizah, dan Siti Rafifah—sebelas model akan tampil membawakan koleksi tersebut di ruang terbuka PDIKM, menciptakan paduan visual antara busana tahan air dan lanskap alam Minangkabau yang lembap namun memesona. Riasan wajah ditangani oleh makeup artist lokal Yusuf Pahreza.

Menurut Afrizal Harun, Direktur Festival FPM #2, peragaan ini menampilkan jas hujan bukan hanya sebagai busana, tetapi sebagai simbol gaya hidup masyarakat yang hidup berdampingan dengan alam.

“Ini bukan hanya tentang pakaian. Ini tentang identitas dan relasi manusia dengan lingkungan. Jas hujan menjadi metafora dari bagaimana masyarakat menyesuaikan diri tanpa kehilangan estetika dan budaya,” jelas Afrizal, yang akrab disapa Babab.

Penampilan “Bergaya dalam Basah” menjadi bagian dari rangkaian pembukaan FPM #2 yang tahun ini mengusung tema “Padusi di Rumah Gadang”, dengan fokus pada ekspresi kreatif perempuan Minangkabau di ruang budaya masa kini.

Qytara Handycraft aktif dalam produksi kain ecoprint

Didirikan sejak Januari 2020, Qytara Handycraft telah aktif dalam produksi kain ecoprint dan aksesori berbasis kerajinan tangan, serta kerap tampil di panggung peragaan fesyen lokal maupun nasional.

Kehadiran koleksi ini menjadi bukti bahwa tradisi dan inovasi bisa berjalan seiring, bahkan dalam hal yang tak terduga—seperti jas hujan. Padang Panjang, dengan segala pesonanya, tak hanya mengguyur, tapi juga menginspirasi.

Pembukaan Festival Pamenan Minangkabau (FPM) #2, yang direncanakan berlangsung pada Sabtu, 26 Juli 2025, di kawasan Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau (PDIKM), Padang Panjang, akan ditampilkan peragaan busana bertajuk “Bergaya dalam Basah” oleh Qytara Handycraft. Karya ini merupakan rancangan Desra Imelda, seorang desainer busana sekaligus dosen Program Studi Desain Mode ISI Padang Panjang.

Salah satu elemen menarik dalam Festival Pamenan Minangkabau #2 kali ini—selain seni pertunjukan dan literasi—adalah peragaan busana (fashion show) yang menampilkan baju basiba dan jas hujan. 

“Jas hujan menjadi representasi keseharian masyarakat Padang Panjang—kota hujan yang subur dan memiliki ketersediaan air sepanjang tahun. Dalam konteks tersebut, pertunjukan fesyen ini bukan hanya tentang pakaian, tetapi tentang identitas, lanskap, dan gaya hidup masyarakat yang menyatu dengan alam dan nilai budaya,” urai sosok aktor teater yang akrab dipanggil Babab ini.

Sementara itu, Desra Imelda, salah seorang adibusana, mengatakan, tema “Bergaya dalam Basah” terinspirasi dari kebutuhan akan jas hujan di daerah berhawa sejuk dengan curah hujan tinggi seperti Kota Padang Panjang. 

Desra Imelda—yang juga dosen Desain Mode ISI Padang Panjang—menggabungkan elemen gaya feminine romantic, classic elegant, exotic dramatic, hingga casual dalam setiap potongan busana yang diperagakan sehingga tampil menarik namun tetap praktis.

“Kami ingin menjawab kebutuhan masyarakat akan jas hujan yang tidak hanya fungsional, tapi juga modis dan penuh gaya. Di kota dengan curah hujan tinggi seperti Padang Panjang, penting sekali merancang sesuatu yang bisa membuat orang tetap nyaman dan percaya diri meski dalam kondisi basah,” jelas Desra Imelda di sela-sela persiapan di studionya. 

“Penampilan Qytara Handycraft ini menjadi salah satu suguhan pembuka yang mencerminkan semangat FPM #2 tahun ini yang bertema “Padusi di Rumah Gadang”—yakni menghadirkan ragam ekspresi budaya Minangkabau dalam bentuk yang kreatif, lintas disiplin, dan kontekstual dengan kehidupan sehari-hari Masyarakat,” tutup Babab. 

Festival Pamenan Minangkabau #2 digelar Sabtu-Minggu, 26-27 Juli 2025. Dalam rangkaian yang sama, sebelumnya, di lokasi yang sama, 24-25 Juli juga digelar Festival Literasi yang digagas Pemerintah Kota Padang Panjang. 

Festival Pamenan Minangkabau #2 dilaksanakan atas dukungan Danaindonesiana-LPDP Kementerian Kebudayaan RI yang penyelenggaraannya oleh Komunitas Seni Hitam Putih Padang Panjang. (Mak Naih/Yus MM*)

Posting Komentar

0 Komentar