Almarhum dan Almarhumah Hanya untuk Umat Islam

 

ilustrasi dari muhammadiyah.or.id

OPINI, kiprahkita.com - Jamak terdengar penyebutan almarhum dan almarhumah untuk orang yang sudah meninggal.


Tapi perlu diingat, karena lafadz itu mengandung makna doa, maka penyebutannya hanya boleh untuk umat Islam.


Dalam Majalah Suara Muhammadiyah Nomot 17 Tahun 2010 yang dirilis ulang pada laman muhammadiyah.or.id diketahui, kata almarhum dan almarhumah berasal dari bahasa Arab.

 

Almarhum merujuk kepada laki-laki dan almarhumah merujuk kepada perempuan yang dirahmati atau dikasihi. Arti yang dalam ini, mencerminkan doa untuk seseorang yang telah meninggal, terutama dalam konteks kepercayaan Islam.


Dalam perkembangannya kemudian, terutama setelah masuk ke dalam kosa kata Bahasa Indonesia, maka pengungkapannya menjadi Almarhum Fulan, Almarhumah Fulanah, dan sebagainya. Begitu pula, kita sering mendengar ungkapan seperti “Almarhum pernah melawat ke Jepang,” yang mengacu kepada seseorang yang telah tiada.


Meskipun maknanya berubah, esensi doa untuk orang yang telah meninggal masih terkandung dalam kata-kata ini, terutama bagi umat Islam. Ketika kita mengatakan “almarhum Buya Hamka,” sebenarnya kita mengucapkan doa: “Semoga Allah merahmati/mengasihi Buya Hamka.”


Namun, penting untuk diingat, kata-kata almarhum dan almarhumah tidak boleh digunakan untuk orang kafir yang telah meninggal. Bagi mereka, kita cukup menyebut mereka sebagai mendiang.


Ini dikarenakan keyakinan, hanya orang yang meninggal dalam keadaan Islam yang akan dirahmati oleh Allah. Orang yang meninggal dalam keadaan kufur tidak akan mendapatkan rahmat dari Allah SWT.


Dalam Al-Quran disebutkan: “Sesungguhnya orang-orang kafir dan mereka mati dalam keadaan kafir, mereka itu mendapat laknat Allah, para malaikat dan manusia seluruhnya. Mereka kekal di dalam laknat itu; tidak akan diringankan siksa dari mereka dan tidak (pula) mereka diberi tangguh.” [QS. al-Baqarah (2): 161-162].


Allah juga berfirman: “Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” [QS. al-Baqarah (2): 217].


Kedua ayat ini menunjukkan, orang yang mati dalam keadaan kafir, baik pada asalnya ia memang orang kafir atau pada asalnya ia beragama Islam lalu murtad, tidak akan mendapat rahmat dari Allah.


Dengan demikian, meskipun makna kata-kata almarhum dan almarhumah telah berubah seiring waktu, doa dan harapan baik untuk orang yang telah meninggal tetap menjadi inti dari penggunaannya, khususnya dalam konteks kepercayaan Islam.


Semoga pengetahuan ini membantu kita memahami lebih dalam makna kata-kata ini dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.(muhammadiyah.or.id)

Posting Komentar

0 Komentar