Mengenang Serangan Bom Bali

Nama-nama korban serangan terukir di tugu.(bnpt.go.id)

DENPASAR, kiprahkita.com - Sebuah tragedi kemanusiaan yang amat memilukan, terjadi di Kuta, Bali, pada 12 Oktober 2002 silam. Lebih dari 200  orang meninggal dunia dan 209 luka-luka dalam peristiwa tersebut. Mereka berasal dari 22 negara.


Bencana kemanusiaan itu terjadi, setelah aksi teroris yang mengebom Paddy's Pub dan Sari Club (SC) di Jalan Legian, Kuta. Dua bom meledak dalam waktu yang hampir bersamaan, yakni pukul 23.05 WITA dan 23.15 WITA.


Bom kedua meledak di Renon, berdekatan dengan kantor Konsulat Amerika Serikat. Namun tak ada korban jiwa dalam peristiwa itu.


Untuk mengenang peristiwa itu, semua jajaran terkait, termasuk keluarga korban yang banyak berkewarnegaraan asing, melakukan doa bersama, Kamis (12/10/2023).


Menurut id.wikipedia.org, kebanyakan korban adalah wisatawan asing yang sedang berkunjung ke lokasi wisata tersebut. Peristiwa ini dianggap sebagai aksi terorisme terparah dalam sejarah Indonesia.


Laporan kepolisian yang menangani tragedi ini, gabungan Polri dan didukung kepolisian negara asing, bom yang digunakan berjenis TNT seberat satu kg dan di depan Sari Club, merupakan bom RDX berbobot antara 50–150 kg.


Kabid Humas Polda Bali Kombes. Pol. Jansen Panjaitan pada kesempatan itu menegaskan, tidak ada tempat lagi bagi teroris di Indonesia.


"Dalam kesempatan ini kami mengajak seluruh komponen masyarakat, pemerintah maupun pihak lainnya, mari kita bersatu, jaga toleransi dan kerukunan antar umat beragama, hidup damai berdampingan dan sama-sama kita jaga keamanan, sehingga tragedi serupa tidak terulang kembali di negeri yang kita cintai ini khususnya Bali," jelasnya.


Menurutnya, sebagaimana dikutip dari tribratanews.polri.go.id, perlu memperkuat kerjasama antar negara untuk tidak hanya melawan aksi teror, tetapi juga mencegah paham-paham radikalisme yang menjadi bibit terorisme. Bagi kita, tegasnya, tidak ada tempat bagi terorisme di Indonesia.


Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT) Komjen Pol. Prof. Dr. H. Rycko Amelza Dahniel, mengajak masyarakat untuk menolak ideologi kekerasan, radikalisme dan terorisme.


“Kita semua juga menolak dan mengutuk segala bentuk ideologi kekerasan, radikalisme dan tindakan teror yang tidak berperikemanusiaan dengan mengatasnamakan agama,” kata Rycko dalam Doa Perdamaian Bersama Penyintas Bom Bali, Kamis (12/10).


Pada laman resmi bnpt.go.id  disebutkan, ledakan bom yang terjadi pada 2002 dan 2005 ini menjadi serangan paling mematikan dalam sejarah Indonesia.


Walaupun saat ini angka serangan fisik teroris menurun, namun kepala BNPT mengimbau agar masyarakat terus waspada, terhadap serangan ideologi kekerasan yang mengatasnamakan agama, membangun kesadaran nasional terhadap bahaya, dan dampak radikalisme terorisme harus dibangun, agar tidak ada lagi aksi teror seperti Bom Bali. 


“Kepada para pelaku dan pendukung ideologi kekerasan terorisme agar segera sadar, hentikan kekerasan sekarang juga, mari kita jaga perdamaian, kemanusiaan dan hidup yang harmoni,” imbuhnya.(*/mus)

Posting Komentar

0 Komentar