Rotasi Birokrasi di Sumbar Pelantikan dan Pengukuhan 25 Pejabat Manajerial di Lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat oleh Gubernur Mahyeldi Ansharullah

Rotasi Birokrasi di Sumbar: Momentum Reformasi atau Seremoni Biasa?

PADANG, kiprahkita.com Pelantikan dan pengukuhan 25 pejabat manajerial di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat oleh Gubernur Mahyeldi Ansharullah pada Selasa, 22 Juli 2025, menyiratkan dua pesan penting: rotasi sebagai bentuk penyegaran birokrasi, dan tantangan berat dalam mewujudkan pelayanan publik yang semakin kompleks. Namun, pertanyaannya: apakah langkah ini cukup untuk mendorong lompatan reformasi birokrasi di Sumbar?

Dalam pidatonya, Mahyeldi menegaskan bahwa jabatan adalah amanah dan pelayanan kepada masyarakat merupakan orientasi utama. Ia juga menyinggung kebijakan setiap OPD wajib melahirkan minimal tiga inovasi per tahun, sebagai bentuk dorongan terhadap tata kelola pemerintahan yang inovatif, transparan, dan responsif. Ini bukan klaim kosong—Sumbar tercatat sebagai salah satu daerah dengan indeks reformasi birokrasi cukup tinggi secara nasional.

Namun, publik tetap berhak untuk bertanya: bagaimana implementasi nyata dari inovasi-inovasi tersebut di lapangan? Apakah mutasi dan pelantikan ini hanya rotasi administratif, atau benar-benar bagian dari strategi penataan SDM yang meritokratis?

Pejabat Baru, Harapan Baru

Dari 25 pejabat yang dilantik, hanya satu yang menduduki jabatan eselon II, yaitu dr. Herlina Nasution, M.Kes, yang kini memimpin RSUD Prof. Muhammad Yamin. Sisanya tersebar di jabatan eselon III dan IV, serta tujuh pejabat yang hanya mengalami pengukuhan ulang karena perubahan nomenklatur.

Nama-nama seperti Dr. Egy Juniardi, Hafes Renaldo, Elno Sabri, hingga M. Devid, merupakan birokrat profesional yang telah lama berkecimpung di unit kerjanya masing-masing. Namun tantangan mereka ke depan tidak lagi hanya soal administratif, tetapi menyangkut kemampuan manajerial, adaptasi digitalisasi layanan, dan integritas dalam menjaga pelayanan publik yang bebas dari KKN.

Terlebih, sektor-sektor strategis seperti kesehatan, pangan, kebudayaan, dan koperasi menjadi semakin krusial dalam fase pemulihan pasca-pandemi dan percepatan pembangunan daerah.

Kebutuhan Mendesak: Birokrasi yang Gesit dan Terbuka

Jika Gubernur Mahyeldi serius mendorong reformasi birokrasi di Sumbar, maka pelantikan ini harus diikuti dengan sistem evaluasi kinerja yang transparan, tidak hanya sebatas pelaporan rutin tahunan. Inovasi yang disebut-sebut harus bisa dilihat dan dirasakan langsung oleh masyarakat, bukan hanya sebagai indikator administrasi di laporan OPD.

Selain itu, penting untuk membangun mekanisme "pengawasan partisipatif", di mana masyarakat dapat turut memantau kinerja para pejabat publik, terutama yang bersentuhan langsung dengan pelayanan.

Rotasi semacam ini memang rutin dilakukan. Namun publik menginginkan lebih dari sekadar pergeseran kursi. Yang dibutuhkan adalah perubahan orientasi: dari jabatan sebagai posisi kekuasaan menjadi alat pengabdian.

Penutup: Saatnya Bergerak Nyata

Sumbar memiliki potensi besar, tapi juga tantangan birokrasi yang tak kecil. Reformasi tidak akan berarti jika hanya berakhir di panggung pelantikan. Harapan kini tertumpu pada 25 nama baru itu—apakah mereka hanya akan menjadi bagian dari sistem yang stagnan, atau justru menjadi katalisator perubahan yang nyata.

Seperti kata Gubernur Mahyeldi: “Saya lantik bapak dan ibu untuk melayani masyarakat, jangan terbalik.” Kalimat ini perlu lebih dari sekadar diucapkan—ia harus ditegakkan. (Yus MM/BS)*

Posting Komentar

0 Komentar