![]() |
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati. (bmkg.go.id) |
JAKARTA, kiprahkita.com - Kolaborasi antara teknologi modern dan kearifan, dipelukan untuk kesiapsiagaan menghadapi bencana, khususnya gempa bumi dan tsunami.
Demikian dikatakan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Prof. Dwikorita Karnawati, saat menjadi nara sumber pada Dialog Mitra yang diselenggarakan BMKG dalam rangka memperingati World Tsunami Awareness Day, Jumat (3/11).
Rilis Humas BMKG yang diakses dan dikutip pada Senin (6/11) pagi menyebut, tema kegiatan kali ini adalah Melawan Kesenjangan, Menata Ketangguhan Mitigasi Gempabumi dan Tsunami Masa Depan.
Pada kesempatan itu, hadir sejumlah pakar dan akademisi, di antaranya Jan Sopaheluwekan dari Universitas Indonesia, Andi Eka Sakya dari Badan Riset dan Inovasi Nasional, Harkunti Pertiwi dari ITB, Hamzah Latief dari ITB, dan Eko Teguh dari UPN Veteran Yogyakarta.
Dwikorita menjelaskan, Indonesia memiliki banyak sekali pengetahuan lokal, yang diwariskan secara turun-temurun lintas generasi. Sedangkan teknologi tidak selamanya bisa diandalkan dalam situasi darurat.
"Saat Jepang diguncang gempabumi dan tsunami Maret 2011 silam, meskipun negara itu memiliki sistem peringatan dini yang canggih, namun jumlah korban meninggal akibat kejadian tersebut mencapai lebih dari 18 ribu jiwa. Realitas tersebut menunjukkan, teknologi tidak sepenuhnya dapat menjamin keandalan sebuah sistem peringatan dini," katanya.
Dia menyarankan, selain melakukan modernisasi alat dan teknologi, BMKG juga terus mendorong pelestarian kearifan lokal masyarakat mengenai bencana alam.
Khasanah pengetahuan lokal mengenai bencana alam, ujarnya, banyak sekali ditemukan di Indonesia, diantaranya Smong di Pulau Simeulue Aceh, Bomba Talu di Palu, Caah Laut di Lebak, dan lain sebagainya.
"Smong di Aceh, bahkan telah terbukti mampu menyelamatkan banyak nyawa saat gempabumi dan tsunami menghantam pesisir Aceh 2004 silam," tegasnya.
Dwikorita juga menekankan pentingnya kolaborasi pentahelix antara pemerintah, akademisi, ilmuwan, pihak swasta, masyarakat, dan media untuk mewujudkan zero victim. BMKG, tegasnya, tidak mungkin berjalan sendiri dalam menjaga seluruh wilayah Indonesia.
"Literasi kebencanaan masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Saya berharap, selain akademisi atau kalangan perguruan tinggi, rekan-rekan media juga dapat membantu pemerintah dalam mengedukasi, dan meningkatkan literasi bencana masyarakat," harapnya.(rel/mus)
0 Komentar