Kenapa Muhammadiyah Tidak Mengadakan Acara Istighotsah?
Wahyu Salim Ketua PCM X Koto/Penyuluh Agama
Tinjauan dari Perspektif Tarjih Muhammadiyah
Pendahuluan
PADANG PANJANG, kiprahkita.com –Istighotsah merupakan praktik doa bersama yang cukup populer di kalangan umat Islam Indonesia, biasanya dilakukan untuk memohon pertolongan Allah SWT dalam menghadapi bencana, persoalan bangsa, maupun kesulitan hidup. Walau begitu, Muhammadiyah sebagai organisasi Islam modernis tidak menjadikan istighotsah sebagai tradisi kelembagaan. Hal ini sering menimbulkan pertanyaan di masyarakat: Mengapa Muhammadiyah tidak mengadakan istighotsah?
![]() |
Wahyu Salim |
Untuk menjawab pertanyaan ini, perlu dipahami prinsip dasar tarjih Muhammadiyah dalam memandang ibadah, doa, dan zikir.
Prinsip Ibadah dalam Muhammadiyah
Majelis Tarjih Muhammadiyah berpegang pada kaidah “al-ashlu fi al-‘ibadat al-tawaqquf” (asal hukum ibadah adalah berhenti sampai ada dalil). Artinya, setiap bentuk ibadah mahdhah hanya bisa dilakukan jika ada landasan dari Al-Qur’an atau Sunnah yang sahih.
Himpunan Putusan Tarjih (HPT) menegaskan:
“Ibadah mahdhah tidak boleh diada-adakan dan tidak boleh pula dikurangi. Yang tidak ada tuntunannya, tidak boleh dijadikan ibadah.”1
Dalam konteks ini, istighotsah sebagai ritual berjamaah dengan bacaan tertentu dipandang tidak memiliki dasar yang jelas dari Nabi SAW, sehingga Muhammadiyah tidak menjadikannya sebagai amalan organisasi.
Doa dan Zikir Menurut Muhammadiyah
Muhammadiyah tidak pernah menolak doa atau zikir. Bahkan doa dipandang sebagai inti ibadah sebagaimana sabda Nabi:
“Ad-du‘ā’ mukhkhul ‘ibādah.” (HR. Tirmidzi)2
Namun, doa dan zikir lebih ditekankan dalam bentuk:
Doa individual sesuai kebutuhan masing-masing muslim.
Doa berjamaah yang mengikuti tuntunan Nabi, misalnya doa qunut, doa setelah shalat, atau doa bersama dalam majelis tanpa format khusus.3
![]() |
Dengan kata lain, Muhammadiyah menerima doa bersama, tetapi tidak dalam format ritual istighotsah yang dipandang tidak memiliki dalil yang kuat.
Amal Nyata sebagai Wujud Istighotsah
Dalam menghadapi musibah atau krisis, Muhammadiyah menyeimbangkan tawakkal (doa) dan ikhtiar nyata. Sebagai contoh, ketika terjadi bencana alam, Muhammadiyah langsung menggerakkan MDMC (Muhammadiyah Disaster Management Center) untuk membantu korban, mendirikan posko, menyediakan makanan, dan layanan kesehatan.
Dengan cara ini, doa tidak berhenti pada lisan semata, melainkan diwujudkan dalam kerja nyata untuk menolong sesama.
Sikap Tarjih Muhammadiyah
Majelis Tarjih Muhammadiyah dalam beberapa fatwa menegaskan:
Doa sangat dianjurkan dalam Islam, baik sendiri maupun bersama.
Format doa bersama tidak boleh dipatenkan dalam bentuk ritual tertentu yang tidak ada contoh dari Rasulullah SAW.4
Amal nyata adalah bagian dari doa yang hidup—memadukan spiritualitas dengan kerja sosial.
![]() |
Oleh karena itu, Muhammadiyah memilih tidak mengadakan istighotsah sebagai agenda resmi organisasi, namun tetap mendorong warganya untuk banyak berdoa, berzikir, dan beramal saleh.
Penutup
Alasan Muhammadiyah tidak mengadakan acara istighotsah bukan karena menolak doa, tetapi karena konsisten dengan manhaj tarjih: memurnikan ibadah sesuai tuntunan Nabi SAW, menekankan doa secara pribadi maupun kolektif yang sederhana, serta mengutamakan amal nyata dalam menghadapi persoalan umat dan bangsa.
Dengan demikian, Muhammadiyah mengajarkan bahwa pertolongan Allah tidak hanya dicari dengan doa lisan, tetapi juga dengan amal kebajikan yang nyata, sebagai bentuk istighotsah yang sesungguhnya.
Footnotes
Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah, Bab I: Ibadah, Penerbit Suara Muhammadiyah, cet. ke-5, 2018. ↩
HR. Tirmidzi, Kitab Da‘awat, no. 3371. ↩
Himpunan Putusan Tarjih, Bab Doa dan Zikir, hlm. 255–260. ↩
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Tanya Jawab Agama, jilid 3, Penerbit Suara Muhammadiyah, 2003. ↩Abril
0 Komentar