Sujud Sahwi : FIQIH Kelas 8

Sujud Sahwi

PADANG PANJANG, kiprahkita.com Sujud sahwi adalah sujud yang dilakukan di dalam salat untuk memperbaiki kesalahan atau kekurangan yang terjadi karena lupa atau ragu. Kata sahwi berarti lupa atau lalai.

Penyebab sujud sahwi:

1. Lupa meninggalkan salah satu wajib salat, seperti tasyahud awal, tanpa sengaja.

2. Ragu jumlah rakaat yang sudah dikerjakan, lalu memilih jumlah yang diyakini benar.

3. Menambah gerakan atau rakaat dalam salat karena lupa.

4. Terlambat melakukan salah satu rukun salat.

Waktu pelaksanaan:

* Sebelum salam: dilakukan bila karena kekurangan dalam salat, misalnya meninggalkan wajib salat.

* Sesudah salam: dilakukan bila karena kelebihan dalam salat, misalnya menambah rakaat.

Cara melaksanakan sujud sahwi:

1. Setelah tasyahud akhir, takbir dan sujud satu kali sambil membaca bacaan sujud: Subhana rabbiyal a’la wa bihamdih atau Subhanakallahumma rabbana wabihamdika allahummaghfirli.

2. Duduk di antara dua sujud seperti biasa, kemudian sujud lagi.

3. Setelah itu duduk tasyahud akhir lagi jika dilakukan sebelum salam, atau langsung salam jika dilakukan setelah salam.

Hikmah sujud sahwi:

* Menjaga kesempurnaan salat walaupun terjadi kesalahan.

* Mengajarkan sikap hati-hati dan teliti dalam beribadah.

* Mengajarkan bahwa kekurangan dapat ditutupi dengan usaha yang benar.

* Melatih kerendahan hati karena mengakui kelemahan sebagai manusia.

Sujud Syukur

Pengertian

Sujud syukur adalah sujud yang dilakukan sebagai ungkapan rasa terima kasih dan penghambaan kepada Allah karena mendapat nikmat besar atau terhindar dari bahaya.

Dalil disyariatkannya sujud syukur

1. Dari Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Apabila Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mendapatkan sesuatu yang menggembirakan atau diberi kabar gembira, beliau langsung bersujud sebagai ungkapan syukur kepada Allah (HR Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad).

2. Dari Ka’ab bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Ketika mendapat kabar gembira bahwa taubatnya diterima, ia bersujud syukur kepada Allah (HR Bukhari).

Hukum sujud syukur

Mayoritas ulama (Syafi’iyah, Hanabilah, sebagian Malikiyah) mengatakan hukumnya sunnah. Hanafiyah tidak mensyariatkan secara khusus, tetapi membolehkan jika dilakukan sebagai doa dan dzikir.

Sebab disunnahkannya sujud syukur

1. Mendapat nikmat besar yang jarang terjadi, seperti kelahiran anak, kemenangan, diterima di sekolah atau pekerjaan, dan sebagainya.

2. Terhindar dari bencana atau musibah besar, seperti selamat dari kecelakaan, sembuh dari penyakit berat, atau selamat dari fitnah.

3. Mendapat kabar gembira yang membawa kebaikan bagi diri atau umat.

Syarat sujud syukur

1. Suci dari hadas besar dan kecil (wudu).

2. Suci pakaian, badan, dan tempat dari najis.

3. Menutup aurat.

4. Menghadap kiblat.

Waktu pelaksanaan

* Tidak terikat waktu shalat.

* Boleh dilakukan siang atau malam, selama tidak pada waktu yang makruh shalat (menurut sebagian ulama Syafi’iyah).

* Sebagian ulama membolehkan kapan saja tanpa melihat waktu makruh karena ini bukan shalat wajib.

Tata cara sujud syukur

1. Berdiri atau duduk menghadap kiblat.

2. Berniat dalam hati untuk sujud syukur.

3. Mengucapkan takbir tanpa adzan dan tanpa iqamah.

4. Langsung sujud satu kali, meletakkan dahi di lantai, sambil membaca bacaan sujud seperti: Subhana rabbiyal a’la wa bihamdih atau Subhanakallahumma rabbana wabihamdika allahummaghfirli.

5. Boleh menambahkan doa syukur seperti: Alhamdulillahi alladzi bini’matihi tatimmus shalihat.

6. Bangun dari sujud, duduk sejenak, lalu selesai tanpa tasyahud dan tanpa salam.

Hikmah sujud syukur

1. Mengakui bahwa semua nikmat berasal dari Allah.

2. Menumbuhkan sifat rendah hati dan menjauhkan dari sombong.

3. Memperkuat ikatan hati dengan Allah dalam suka maupun duka.

4. Melatih diri untuk selalu ingat kepada Allah setiap mendapatkan kebaikan atau keselamatan.

Sujud Tilawah

Sujud tilawah adalah sujud yang dilakukan ketika membaca atau mendengar ayat sajdah dalam Al-Qur'an. Ayat sajdah adalah ayat yang ketika dibaca atau didengar dianjurkan untuk sujud sebagai tanda tunduk dan patuh kepada Allah.

Pengertian

Sujud tilawah berasal dari kata sujud (menundukkan diri hingga dahi menyentuh lantai) dan tilawah (membaca atau mendengarkan bacaan Al-Qur'an).

Hukum

Hukum sujud tilawah adalah sunnah muakkadah, artinya sangat dianjurkan, baik saat shalat maupun di luar shalat.

Syarat sujud tilawah

1. Beragama Islam

2. Suci dari hadas besar dan kecil

3. Menghadap kiblat

4. Menutup aurat

5. Dilakukan segera setelah membaca atau mendengar ayat sajdah

Tata cara sujud tilawah di luar shalat

1. Niat dalam hati untuk sujud tilawah

2. Bertakbir tanpa mengangkat tangan

3. Sujud satu kali seperti sujud dalam shalat sambil membaca doa

4. Duduk kembali setelah sujud

5. Salam (sebagian ulama berpendapat tidak wajib)

Tata cara sujud tilawah di dalam shalat

1. Setelah membaca ayat sajdah, bertakbir lalu langsung sujud

2. Membaca doa sujud tilawah

3. Bangkit dari sujud dan melanjutkan bacaan atau rakaat shalat

Doa sujud tilawah

سَجَدَ وَجْهِيَ لِلَّذِي خَلَقَهُ وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ بِحَوْلِهِ وَقُوَّتِهِ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ

Sajada wajhiya lilladzi khalaqahu wa syaqqa sam‘ahu wa basharahu bi hawlihi wa quwwatihi fatabaarakallahu ahsanul khaaliqin

Artinya: Wajahku bersujud kepada Allah yang menciptakannya, yang membentuk pendengaran dan penglihatannya dengan kekuasaan dan kekuatan-Nya. Maha Suci Allah sebaik-baik Pencipta.

Jumlah ayat sajdah

Dalam Al-Qur'an terdapat 15 ayat sajdah yang tersebar di beberapa surat, seperti di Al-A’raf, Ar-Ra’d, An-Nahl, Al-Isra, Maryam, Al-Hajj, Al-Furqan, An-Naml, As-Sajdah, Shad, Fushshilat, An-Najm, Al-Insyiqaq, dan Al-‘Alaq.

 Zakat

Zakat adalah kewajiban bagi setiap muslim yang memenuhi syarat tertentu untuk mengeluarkan sebagian harta yang dimiliki dan diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya sesuai ketentuan syariat. Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga setelah salat dan puasa, dan memiliki fungsi sosial serta spiritual.

Pengertian zakat

Zakat berasal dari kata zakā yang berarti suci, tumbuh, dan berkah. Dalam istilah syariat, zakat adalah sejumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim yang telah memenuhi syarat, dan diberikan kepada golongan yang berhak menerima (mustahik).

Dasar hukum zakat

1. Al-Qur'an, antara lain QS. At-Taubah ayat 103 dan QS. Al-Baqarah ayat 110

2. Hadis Nabi Muhammad SAW yang memerintahkan zakat, seperti hadis riwayat Bukhari dan Muslim

3. Ijma ulama yang sepakat bahwa zakat hukumnya wajib bagi muslim yang memenuhi syarat

Hikmah zakat

1. Membersihkan harta dan jiwa dari sifat kikir

2. Membantu meringankan beban orang miskin

3. Menumbuhkan rasa syukur dan solidaritas sosial

4. Mengurangi kesenjangan antara kaya dan miskin

5. Menjadi sarana pemerataan ekonomi

Syarat wajib zakat

1. Islam

2. Merdeka

3. Baligh dan berakal (untuk anak kecil atau orang gila, zakat dapat diwakilkan oleh walinya)

4. Memiliki harta yang mencapai nisab

5. Kepemilikan penuh atas harta

6. Berlalu satu tahun (haul) untuk zakat harta tertentu, kecuali zakat pertanian yang dikeluarkan saat panen

Jenis-jenis zakat

1. Zakat fitrah: zakat yang wajib dikeluarkan setiap muslim menjelang Idulfitri, berupa makanan pokok seberat 1 sha’ (± 2,5 kg beras) atau uang senilai harga tersebut.

2. Zakat mal (harta): zakat yang dikeluarkan dari harta tertentu yang telah mencapai nisab dan haul, seperti:

   * Zakat emas dan perak

   * Zakat perdagangan

   * Zakat pertanian dan buah-buahan

   * Zakat hewan ternak

   * Zakat hasil tambang dan rikaz (barang temuan)

Nisab dan kadar zakat

* Emas: nisab 85 gram, zakat 2,5%

* Perak: nisab 595 gram, zakat 2,5%

* Perdagangan: nisab setara emas 85 gram, zakat 2,5%

* Pertanian: nisab 653 kg gabah, kadar 5% jika diairi, 10% jika tanpa diairi

* Hewan ternak: nisab dan kadar berbeda sesuai jenisnya

Golongan penerima zakat (mustahik) sesuai QS. At-Taubah ayat 60

1. Fakir: orang yang hampir tidak punya harta dan penghasilan

2. Miskin: orang yang punya penghasilan tetapi tidak mencukupi kebutuhan pokok

3. Amil: petugas yang mengumpulkan dan menyalurkan zakat

4. Muallaf: orang yang baru masuk Islam dan perlu dibantu keimanannya

5. Riqab: untuk memerdekakan hamba sahaya

6. Gharim: orang yang berutang untuk kepentingan yang dibenarkan syariat dan tidak mampu membayar

7. Fisabilillah: pejuang di jalan Allah

8. Ibnu sabil: musafir yang kehabisan bekal dalam perjalanan

Puasa

Puasa adalah menahan diri dari makan, minum, dan segala hal yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari, dengan niat karena Allah.

Pengertian

Puasa dalam bahasa Arab disebut "shaum" atau "siyam" yang berarti menahan diri. Dalam istilah syariat, puasa berarti menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa, disertai niat, mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari.

Hukum Puasa

Puasa Ramadhan hukumnya wajib bagi setiap muslim yang memenuhi syarat.

Dalil Kewajiban

QS. Al-Baqarah ayat 183: "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."

Syarat Wajib Puasa

1. Beragama Islam

2. Baligh (dewasa)

3. Berakal sehat

4. Mampu melaksanakannya

5. Tidak sedang haid atau nifas bagi perempuan

Syarat Sah Puasa

1. Beragama Islam

2. Berakal

3. Suci dari haid dan nifas

4. Waktu puasa berada pada hari-hari yang dibolehkan

Rukun Puasa

1. Niat (di malam hari sebelum fajar, untuk puasa wajib)

2. Menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa sejak fajar hingga magrib

Hal yang Membatalkan Puasa

1. Makan dan minum dengan sengaja

2. Memasukkan sesuatu ke dalam rongga tubuh melalui lubang tubuh secara sengaja

3. Muntah dengan sengaja

4. Berhubungan suami istri pada siang hari di bulan Ramadhan

5. Keluar mani karena sengaja (onani atau rangsangan langsung)

6. Haid dan nifas

7. Murtad (keluar dari Islam)

Hal yang Makruh Saat Puasa

1. Berlebihan saat berkumur atau istinsyaq

2. Mencicipi makanan tanpa kebutuhan mendesak

3. Berkumur dengan zat yang bisa masuk ke tenggorokan tanpa sengaja

4. Tidur terus menerus sepanjang siang

5. Menggosok gigi setelah zawal (tergelincir matahari) dengan siwak basah atau pasta gigi yang kuat rasanya

Orang yang Boleh Tidak Berpuasa

1. Orang sakit yang jika berpuasa bisa memperparah sakitnya

2. Musafir (dalam perjalanan jauh)

3. Orang tua renta yang tidak mampu berpuasa

4. Perempuan hamil atau menyusui yang khawatir terhadap dirinya atau bayinya

5. Perempuan yang sedang haid atau nifas

Kewajiban Mengganti Puasa

1. Qadha (mengganti di hari lain) bagi yang sakit, musafir, haid, atau nifas

2. Fidya (memberi makan orang miskin) bagi orang tua renta atau orang sakit menahun yang tidak mungkin sembuh

3. Kafarat (denda berat) bagi yang sengaja berhubungan suami istri di siang hari Ramadhan, yaitu memerdekakan budak, atau jika tidak mampu berpuasa dua bulan berturut-turut, atau jika tidak mampu memberi makan 60 orang miskin

Keutamaan Puasa

1. Menghapus dosa-dosa kecil

2. Melatih kesabaran

3. Mendapat pahala besar dari Allah

4. Mendapat pintu surga khusus yang bernama Ar-Rayyan

5. Meningkatkan ketakwaan

6. Menyehatkan tubuh

Jenis Puasa

1. Puasa Wajib: Puasa Ramadhan, puasa nazar, puasa kafarat

2. Puasa Sunnah: Puasa Senin-Kamis, puasa Ayyamul Bidh (13,14,15 tiap bulan hijriyah), puasa Arafah, puasa Asyura, puasa enam hari di bulan Syawal, dan lain-lain

Iktikaf

Iktikaf adalah berdiam diri di dalam masjid dengan niat beribadah kepada Allah, biasanya dilakukan pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan untuk memperbanyak ibadah dan mendekatkan diri kepada-Nya.

Pengertian

Iktikaf berasal dari kata bahasa Arab “عكف” yang berarti menetap atau berdiam. Dalam syariat Islam, iktikaf berarti tinggal di masjid dengan niat tertentu untuk beribadah, seperti membaca Al-Qur’an, berzikir, shalat, dan doa.

Dalil Iktikaf

Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 187:

“…dan janganlah kamu campuri mereka sedang kamu beri’tikaf di dalam masjid…”

Rasulullah SAW juga sering melakukan iktikaf, terutama pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim.

Hukum Iktikaf

Hukum iktikaf adalah sunnah muakkadah (sangat dianjurkan), khususnya pada sepuluh hari terakhir Ramadan. Namun, iktikaf bisa menjadi wajib jika seseorang bernazar untuk melakukannya.

Syarat Iktikaf

1. Muslim

2. Berakal

3. Suci dari hadas besar (janabah, haid, nifas)

4. Dilakukan di masjid

5. Disertai niat


Rukun Iktikaf

1. Niat iktikaf

2. Berdiam di masjid

Waktu Iktikaf

Iktikaf bisa dilakukan kapan saja, tetapi waktu yang paling utama adalah sepuluh hari terakhir Ramadan.

Hal yang Dilakukan Saat Iktikaf

* Membaca Al-Qur’an

* Berzikir dan berdoa

* Shalat sunnah

* Merenungi kebesaran Allah dan memperbanyak ibadah


Hal yang Membatalkan Iktikaf


* Keluar dari masjid tanpa keperluan syar’i

* Hilang akal (tidur tidak membatalkan, tapi gila atau pingsan membatalkan)

* Berhubungan suami istri

* Haid atau nifas bagi perempuan

Keutamaan Iktikaf

1. Mendapat pahala yang besar

2. Mendekatkan diri kepada Allah

3. Menghidupkan malam Lailatul Qadar

4. Membersihkan hati dari kesibukan dunia

Sedekah


Sedekah adalah pemberian sesuatu dari seseorang kepada orang lain secara sukarela tanpa mengharapkan imbalan, dengan tujuan untuk mendapatkan ridha Allah dan membantu sesama. Sedekah bisa berupa harta, tenaga, ilmu, atau kebaikan lainnya.


Dalil sedekah terdapat dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 261 yang menjelaskan bahwa orang yang bersedekah akan mendapat pahala berlipat ganda dari Allah.


Jenis-jenis sedekah:


1. Sedekah harta, seperti memberi uang, makanan, atau pakaian kepada yang membutuhkan.

2. Sedekah non-harta, seperti memberikan senyum, menyingkirkan duri di jalan, membantu pekerjaan orang lain, atau mengajarkan ilmu.

3. Sedekah jariyah, yaitu sedekah yang pahalanya terus mengalir meskipun pemberinya sudah meninggal, seperti membangun masjid, menyediakan sumur, atau mencetak buku bermanfaat.


Keutamaan sedekah:


* Menghapus dosa.

* Menolak bala dan musibah.

* Menyuburkan harta.

* Membawa keberkahan hidup.

* Mendekatkan diri kepada Allah.


Syarat sedekah:


* Niat ikhlas karena Allah.

* Harta atau hal yang disedekahkan berasal dari sumber halal.

* Tidak diiringi dengan sikap riya atau menyakiti hati penerima.


Hukum sedekah adalah sunnah, namun bisa menjadi wajib jika ada orang yang menjadi tanggungan dan sangat membutuhkan bantuan.

Hibah


Hibah adalah pemberian suatu benda atau harta dari seseorang kepada orang lain ketika masih hidup, dilakukan secara sukarela tanpa imbalan, dan diserahkan langsung saat itu juga.


Dalil hibah terdapat dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, bahwa Rasulullah SAW menganjurkan saling memberi hadiah atau hibah untuk menumbuhkan kasih sayang.


Syarat hibah:


1. Pemberi hibah adalah orang yang cakap hukum (baligh, berakal, tidak dipaksa).

2. Penerima hibah ada saat hibah dilakukan.

3. Barang atau harta yang dihibahkan adalah milik pemberi dan halal.

4. Serah terima dilakukan secara nyata (ijab qabul dan penyerahan barang).


Rukun hibah:


1. Pemberi hibah (al-wahib).

2. Penerima hibah (al-mauhub lahu).

3. Barang yang dihibahkan (al-mauhub).

4. Ijab qabul (pernyataan pemberian dan penerimaan).


Perbedaan hibah dengan sedekah:


* Hibah bisa diberikan kepada siapa saja tanpa syarat penerima harus miskin, sedangkan sedekah biasanya ditujukan kepada yang membutuhkan.

* Hibah lebih menekankan pada pemberian harta atau benda, sedangkan sedekah bisa berupa non-harta.


Hukum hibah adalah sunnah, namun menjadi wajib jika diucapkan dan disepakati, karena harus ditepati.

Hadiah


Hadiah adalah pemberian sesuatu kepada orang lain sebagai bentuk penghargaan, penghormatan, kasih sayang, atau untuk mempererat hubungan, yang dilakukan secara sukarela dan tanpa imbalan.


Dalil hadiah terdapat dalam hadis riwayat Bukhari: Rasulullah SAW bersabda, “Salinglah kalian memberi hadiah, niscaya kalian akan saling mencintai.”

Tujuan hadiah:

1. Menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang.

2. Menghormati atau menghargai seseorang.

3. Mempererat tali persaudaraan atau pertemanan.

4. Memberi kebahagiaan kepada orang lain.

Perbedaan hadiah dengan hibah:

* Hadiah biasanya diberikan karena ada momen atau alasan tertentu (misalnya ulang tahun, pernikahan, prestasi), sedangkan hibah tidak harus ada momen khusus.

* Hadiah umumnya bernilai simbolis atau sebagai penghargaan, sedangkan hibah biasanya berupa harta atau benda bernilai.

* Hadiah bisa diberikan untuk membalas jasa atau bentuk terima kasih, sedangkan hibah murni pemberian tanpa alasan tertentu.

Hukum hadiah: Sunnah, dianjurkan untuk mempererat hubungan dan menumbuhkan rasa cinta di antara sesama.

Posting Komentar

0 Komentar