foto ilustrasi dari indonesiakaya.com
PALEMBANG, kiprahkita.com - Pemeliharaan Jembatan Ampera, Palembang, menjadi program prioritas infrastruktur bidang Bina Marga di Provinsi Sumatera Selatan.
Jembatan ikonik yang telah berdiri sejak tahun 1962 ini, menjadi fokus perhatian dalam rangka memastikan keamanan dan kenyamanan penggunaannya bagi masyarakat.
Pada 2022, dipasang Structural Health Monitoring System (SHMS), sebuah sistem yang bertujuan untuk memantau kondisi kesehatan struktur jembatan. Hal ini memungkinkan Kementerian PUPR, untuk terus mengawasi penggunaan jembatan dengan lebih efektif.
Sedangkan pada 2023 dilakukan pekerjaan perbaikan anjungan, lift penumpang, ruang mesin, dan renovasi anjungan pandang Tower Ilir Jembatan Ampera. Renovasi ini bertujuan, untuk meningkatkan kenyamanan bagi masyarakat, yang mengunjungi jembatan tersebut.
Sementara pada tahun 2024, pemeliharaan Jembatan Ampera akan dilanjutkan dengan renovasi anjungan pandang Tower Ulu. Renovasi ini mencakup berbagai aspek mulai dari penggantian lift hingga pengecatan ralling jembatan.
Setelah selesai, kata Staf Ahli Menteri PUPR Bidang Hubungan Antar Lembaga K.M Arsyad, diharapkan Tower Ilir dan Tower Ulu dari Jembatan Ampera akan menjadi salah satu obyek wisata menarik di Kota Palembang.
Wakil Ketua Komisi V DPR RI Roberth Rouw, menekankan pentingnya pembangunan infrastruktur, sebagai kunci untuk membangun ekonomi yang kuat, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Dia juga memastikan, DPR RI akan terus mengawal program pembangunan demi pemerataan pembangunan di seluruh Indonesia.
Laman indonesiakaya.com menulis, Jembatan Ampera mempunyai panjang lebih dari 1.000 meter, lebar 22 meter (4 lajur kendaraan), dan ketinggian yang mencapai 63 meter. Pada masanya, Jembatan Ampera tercatat sebagai jembatan terpanjang di Asia Tenggara.
Ide pembangunan Jembatan Ampera, sebenarnya sudah ada sejak zaman pemerintahan kolonial Belanda pada 1906, dengan tujuan utama untuk menghubungkan dua daerah di Palembang yang terpisah oleh Sungai Musi, yaitu Seberang Ilir dan Seberang Hulu. Namun, ide tersebut baru terealisasi pada 1957.
Jembatan Ampera dirancang agar bagian tengahnya bisa diangkat, sehingga kapal-kapal besar dapat melintas Sungai Musi, tanpa tersangkut badan jembatan.
Pengangkatan badan jembatan dilakukan dengan cara mekanis, yaitu dengan memanfaatkan dua bandul pemberat yang terdapat di kedua menaranya, yang masing-masing mempunyai bobot sekitar 500 ton.
Dibutuhkan waktu sekitar 30 menit, untuk membuka jembatan secara penuh, di mana kecepatan untuk membuka jembatan itu sendiri adalah sekitar 10 meter per menit.
Kini, badan jembatan dari Jembatan Ampera sudah tidak dibuka lagi. Selain sudah tidak dilintasi kapal-kapal besar, waktu yang lama untuk membuka jembatan juga dapat menganggu arus lalu lintas yang ada di atasnya.
Saat jembatan tidak difungsikan untuk dibuka dan ditutup, untuk alasan keamanan, maka bandul seberat 500 ton yang ada di kedua menara jembatan itu diturunkan.
Komisi V DPR berkunjung ke Palembang dalam rangka kunjungan kerja. Hadir pada kesempatan itu Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional Sumatera Selatan, Hardy Siahaan; dan Sekretaris Badan Pengatur Jalan Tol Apri Artoto;
Kemudian, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera VIII Feriyanto Pawenrusi; Kepala Balai Prasarana Permukiman Wilayah Sumatera Selatan Miarka Risdawati; Kepala Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan Sumatera V Yustin Patria Primordia; dan Kepala Balai Pelaksana Pemilihan Jasa Konstruksi Wilayah Sumatera Selatan Antonius Widyatmoko.(infopublik.id; ed. mus)
0 Komentar