Oleh Dr. Suhardin, S.Ag., M.Pd.
Sekretaris Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan SDA
Majlis Ulama Indonesia (MUI) Pusat
OPINI, kiprahkita.com - Allah SWT memberikan fasilitas kepada manusia dan segenap makhluk ciptaan-Nya, untuk hidup di atas dunia.
Hidup dengan leluasa, nyaman, aman, berkelanjutan, berkesinambungan, turun temurun (sustainable) dan memiliki keseimbangan bagian yang satu dengan bagian yang lain (equilibrium), keseimbangan membuat alam harmoni dan lestari.
Harmonisasi alam tercipta dari hitungan antara pengeluaran dan pemasukan (debit and credit), antara hal-hal yang diberikan alam kepada manusia, dan berbagai efek alam yang harus ditanggung oleh aktifitas dan produktifitas manusia.
Pakar ekologi menyebutnya dengan ecological footprint, artinya jejak ekologi yang dipersembahkan untuk kebutuhan manusia dan beban ekologi terhadap aktifitas manusia.
Manusia dalam diamnya saja menjadi seorang emitter, mengeluarkan gas carbon dioxide (C02) dan menyerap oxygen (O2) untuk kebutuhan pernapasan. Oxygen diambil dari alam, hasil fotosintesis hijau daun tumbuh-tumbuhan, pepohonan, dan hutan (forestry), gas carbon dioxide diserap oleh hijau daun, sehingga semuanya terjadi proses sirkulasi (circuler).
Maka, kehidupan ini dinamakan ecological circular, semua dalam keseimbangan dan saling manfaat memanfaatkan.
Tetapi dengan perkembangan populasi manusia, dan kegiatan manusia yang sangat dahsyat serta gaya hidup manusia (life style) yang mewah, membutuhkan sumber daya alam yang banyak, sementara manusia minim memberikan konstribusi positif terhadap alam, sehingga menyebabkan proses defisit dalam perhitungan ecological footprint, hal inilah membuat bumi mulai memanas.
Panas bumi dalam pehitungan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), mengalami rata-rata peningkatan sekitar 1,1 derajat Celsius (°C) dibandingkan dengan periode pra-industri, dan trend ini mengalami peningkatan terus berlanjut.
Sekalipun banyak pertemuan para petinggi dunia, tetapi belum memperlihatkan hasil maksimal dalam penurunan panas bumi.
Allah SWT sebelumnya telah mengingatkan kepada manusia, bahwa apabila langit sudah dibuka (iza sama’un fatarat), dan apabila planet-planet berguguran (wa iza kawakibun tasyarat), dan apabila lautan meluap (wa izal-biharru fujjirat).
Pemahaman para mufassir hal ini terjadi tatkala kiamat datang, tetapi secara empiric bahwa fenomena ini telah terlihat secara kasat mata, dan hal ini dipicu oleh perilaku manusia yang tidak bertanggungjawab terhadap alam.
Puasa yang disyariatkan oleh Allah SWT kepada manusia yang beriman semoga secara langsung bertaqwa, berperilaku ihsan dan berjiwa siddiqin, sebagai bagian dari ritualistic, ibadah mahdah, bagian dari pilar keislaman.
Ibadah ini disyariatkan juga pada umat-ummat sebelumnya, yang tata cara dan durasinya yang berbeda, tetapi subtansinya sama, yakni imsak, menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa, semenjak dari terbitnya fajar sampai dengan tenggelam matahari, pada belahan dunia yang ditempati manusia yang tengah berpuasa.
Hal-hal yang ditahan oleh manusia, memasukkan benda-benda yang mengenyangkan dan melakukan hubungan biologis, suami-istri. Psikologis manusia yang menahan diri, membuat dirinya terkendali dari berbagai hal-hal yang mengganggu jiwa raga.
Manusia yang tengah imsak, berusaha untuk memaksimalisasikan emosional, tempremental, dari rangsangan eksternal diri, sehingga ia berusaha untuk lebih mengedepankan maaf dan sabar ketimbang provokasi dan konfrontasi.
Imsak membuat manusia lebih mengedepankan perhatian, care, conscience, kepedulian terhadap orang lain, tatkala ia senang dan susah, lebih fokus pada berbuat baik, dan cepat lari untuk memperbaiki diri dari perbuatan yang tidak baik yang tengah dilakukan.
Perbuatan yang tidak baik tersebut ditinggalkan dan tidak dilakukan lagi, sembari tetap optimis dalam permintaan maaf kepada Allah terhadap kesalahan-kesalahan, yang selama ini dilakukan oleh para penyelenggara imsak.
Perilaku kebaikan personal, individual, dan sosial yang tengah dilakukan oleh manusia dengan jalan melakukan ibadah puasa, akan memberikan pelatihan juga kepadanya untuk berbuat baik terhadap alam, dengan jalan:
Pertama, menghindari gaya hidup mewah dengan mengekploitasi sumber daya alam yang berlebihan, penggunaan energi yang berlebihan, penggunaan bahan-bahan yang merusak lingkungan.
Kedua, para pelaku usaha yang telah nyata dan sengaja mengambil bahan baku dari alam, mencoba untuk berpikir dan berhitung terkait dengan sirkulasi kegiatan bisnis, usaha dengan keseimbangan alam, agar kehidupan kita lestari, dan harmonisasi alam terjaga dengan baik.
Ketiga, para masyarakat pencinta benda-benda bermerek yang digunakan dengan gengsi dan pamer kekayaan, berpuasalah untuk membatasi diri dari gaya hidup consumerism tersebut dengan cara menyisihkan sebagian rejeki untuk kegiatan hijau, gerakan hijau (green movement).
Keempat, semua pelaku usaha berusahalah untuk menciptakan ekosistem yang circular, jangan linear, menghasilkan produk yang limbahnya dapat didaur ulang, jangan menghasilkan produk yang bekontribusi negatif terhadap ekologi.
Kelima, jadilah anda dan kita semua menjadi bagian dari gerakan, jihad ekologi, untuk menyelamatkan bumi dari percepatan kiamat yang sudah dijanjikan Allah SWT.
Berpuasalah dari merusak lingkungan, membabat hutan serampangan tanpa perhitungan akan keseimbangan ekosistem.
Boleh membangun, tetapi harus melakukan kajian terhadap dampak negatif dan positifnya terhadap kelestarian alam. Carilah kekayaan dari alam dengan memperhatikan circular system, sehingga alam lestari dan harmoni.***
0 Komentar