(Sekretaris LDK Pimpinan Pusat Muhammadiyah)
OPINI, kiprahkita.com - Tumpukan sampah aneka sumber, bertimbunan di area tanah wakaf Muhammadiyah di Pondok Benda, Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan.
Tanah ini wakaf dari seorang donatur Pondok Indah, kepada Pimpinan Cabang Muhammadiyah Pamulang. Belum dibangun layanan Pendidikan formal di sana, tetapi ada beberapa relawan membangun sebuah saung, yang dinamakan dengan Saung Jingga.
Yunus, seorang diantara relawan saung bertutur kepada Pimpinan Lembaga Dakwah Komunitas (LDK), tanah ini ditempati para pamulung kebanyakan berasal dari Jawa, puluhan keluarga menempati tanah ini dengan membangun tempat tinggal seadanya.
Beratapkan terpal, berdinding triplet dan seng, dengan sanitasi sangat rendah, jauh sekali dari standar hidup layak, tetapi mereka bahagia saja, tetap produktif dalam melahirkan bayi, dengan persalinan yang jauh dari standar medis.
Padahal berada di tengah kota, memiliki penghasilan asli daerah tertinggi di negara ini.
Anak-anak mereka kurang mau bergaul dengan anak yang ada di luar komunitas mereka, termasuk bapak dan ibuknya juga.
Padahal tidak jauh dari pemukiman mereka, ada sebuah masjid yang berdiri mentereng dengan arsitektur mewah dan gagah.
Komunitas ini tidak mau menyatu dalam masyarakat secara inklusif, disebabkan oleh rasa inferiority bersarang dalam jiwanya.
Mereka tetap berada dalam komunitasnya, bekerja mengumpulkan barang-barang yang tidak dipake masyarakat, dikumpul sama mereka dan dijual kepada pengepul, dan terima uang langsung beli minuman yang menyenangkan mereka.
Minuman itu bisa membuat badan melayang ke angkasa, mabuk, sekalipun tidak mengganggu, tetapi ini adalah bagian dari kebiasaan hidup mereka.
Mereka berketurunan di sana, anak-anak mereka tetapi sekolah, tetapi dengan kemampuan literasi dan kekayaan kosa kata terbatas, sehingga membuat anak-anak yang di luar komunitas mereka terganggu.
Khususnya dengan penggunaan kosa kata dan gaya komunikasi, serta interaksi mereka dengan masyarakat sekolah, maka pada akhirnya mereka juga melangsungkan profesi turunan bapaknya, menjadi pamulung.
Suasana tanpa asa, kehidupan tanpa orientasi, gaya hidup masyarakat urban ini, membuat para aktifis dan al-maunishm bergerak, untuk melakukan sesuatu yang membuat mereka mendapatkan pemberdayaan dan pencerahan.
Aktivis al-maunishm mendirikan sebuah saung yang dinamakan dengan saung jingga. Di dalam saung tersebut diberikan layanan pembelajaran buat anak-anak mereka, membantu mereka dalam melangsungkan pembeljaran formalnya di sekolah.
Di sini mereka juga diajar agar mampu baca dan tulis al-Quran dengan metode cepat, sehingga kecendrungan psikologis mereka yang tidak mampu menyatu secara inklusif dengan masyarakat umum, dapat dibantu oleh para al-maunism tersebut.
Lembaga Dakwah Komunitas yang didukung penuh oleh Lembaga Amil Zakat Muhammadiyah (LazisMu), menjadikan tempat ini sebagai pusat kegiatan kick off Program Ramadhan, dengan berbagai pelayanan: Tebar Takjil, Back to Masjid, Pesantren Muallaf, Pesantren Lansia, Kado Ramadhan dan Mudikmu aman.
Kick off tersebut dilakukan dengan blended, dihadiri oleh semua Kantor Layanan dan Pimpinan LazisMu Propinsi se-Indonesia.
Selanjutnya, LDK menugaskan dai tetap di Saung Jingga dengan menggelar beberapa layanan; bimbingan belajar dan mengaji, keterampilan (life skill) untuk anak-anak para pemulung, tebar takjil dan sahur kepada keluarga, dan memberikan bimbingan manajemen keuangan keluarga.
Lalu, penyuluhan untuk gemar menabung, jangan berfoya-foya dan minuman keras tatkala ada uang, sembari juga melakukan identifikasi, dan verifikasi terkait dengan legalitas pernikahan mereka, sekaligus pengurusan kartu keluarga.
Ke depan, Komunitas Saung Jingga berusaha menggali berbagai peluang beasiswa untuk kelanjutan studi mereka. Pendidikan pada tingkat dasar, lanjutan dan menengah, boleh jadi telah ditanggung oleh pemerintah, tetapi biaya operasional mereka ke sekolah terkendala oleh ekonomi keluarga.
Hal inilah yang akan menjadi fokus pemberdayaan komunitas Saung Jingga. Di samping itu, kelanjutan studi untuk anak-anak yang sudah meloloskan studi tingkat menengah, perlu dikuliahkan, agar mereka mendapatkan keserjanaan, agar kemiskinan tidak diturunkan kepada turunannya.
Benar apa yang dikatakan oleh Agustrisundani, Saung Jingga menghadirkan asa, kepada anak-anak untuk menyongsong dan meraih masa depan yang baik, meninggalkan kemiskinan dalam kubangan Pondok Benda.***
0 Komentar