Sepekan Usai Dihantam Galodo, Akses ke Langgai Masih Sulit

Warga menyaksikan dampak banjir bandang di Langgai yang masih sulit diakses.(*)

PESSEL, kiprahkita.com - Langgai, Kayu Aro, dan Batu Bala, tiga kampung di perbatasan Pesisir Selatan dan Solok Selatan. Kampung itu berada di Kecamatan Sutera. Jauh dari pusat keramaian. Berada di pelukan perbukitan.


Saat banjir bandang menghantam sebagian besar kawasan Pessel, Kecamatan Sutera paling menderita. Selain rumah warga banyak yang rusak, korban nyawa manusia pun tak terelakkan. Bahkan, jumlah warga setempat yang meningal dunia akibat musibah itu terbilang paling banyak.


Ironisnya, Langgai terisolasi. Akses bantuan dari luar sulit karena jalan putus. Medan yang harus dilalui pun menjadi semakin berat, karena jalan dipenuhi lumpur. Jembatan pun hanyut.


Tim Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Sumbar, berhasil menembus tantangan berat itu, menggunakan kendaraan roda dua jenis trail, pada 11 Maret 2024. Kenyataan paling memiriskan pun terhampar di depan mata.


Ketua MDMC Sumbar Portito menjelaskan, jarak dari Pasar Surantih ke Langgai lebih kurang 26 km. Sebagian jalannya memang sudah beraspal dan semen coran, tapi dipenuhi lumpur. Sekitar sepuluh kilometer menjelang Ampalu, kondisi jalannya sudah rusak parah.


"Dari Ampalu ke Langai itu jalannya ekstrem perbukitan. Sebelum sampai, kita akan melintasi dua kampung, yaitu Batu Bala dan Langgai," jelas Portito.


Kenyataan yang mereka temui di Langgai, ada empat unit rumah warga yang hancur dan satu masjid. Sepuluh orang warga hanyut disapu galodo. Delapan orang sudah ditemukan dalam keadaan meninggal dunia. Dua orang lagi masih dalam pencarian.


Menurutnya, akses ke Langgai masih terputus total. Untuk bisa sampai ke situ, kita harus bejalan kaki sejauh lima kilometer. Sebab, ujung jembatan yang dulunya tesambung dengan badan jalan, kini sudah hilang sekitar sepuluh meter dari kedua arah, sementara jembatan masih berdiri kokoh.


Pada Rabu (13/3), sebutnya, tim MDMC baru benar-benar bisa sampai ke Langgai menggunakan trail, karena air sungai sudah surut. Walaupun begitu, dibutuhkan keahlian khusus juga dalam mengendarai trail menyeberangi sungai dengan penuh bebatuan besar.


Sementara itu, masyarakat di Kayu Aro terbilang aman. Mereka tidak terlalu terdampak banjir. Warga setempat bercerita, sungai tidak melewati kampung itu, tetapi hanya di pinggiran. Itu pulalah sebabnya, banjir bandang tak sampai ke pemukiman.


Beda kisahnya dengan Batu Bala. Kampung ini boleh dikatakan sebagai yang paling parah terdampak banjir. Ada sekitar 48 rumah warga yang rusak total. Tidak bisa ditempati lagi. Termasuk satu masjid.


"Masyarakat kehilangan harta benda dan hewan ternak. Bisa dikatakan tidak ada lagi yang tersisa," jelasnya.


Potito didampingi Sekretaris MDMC Sumbar M. Hafidz Mahendra menjelaskan, masyarakat saat ini sangat membutuhkan bantuan makanan dan pakaian. Tapi mobil tidak bisa sampai ke Langgai. Hanya sampai Ampalu, setelah itu dilanjutkan dengan sepeda motor trail, melintasi jalan yang kini sudah berubah jadi sungai dengan penuh bebatuan.


"Bantuan bahan makanan sebenarnya sudah hampir cukup, tapi mereka tidak bisa mengolahnya, karena semua peralatan memasak sudah hanyut, seperti kompor, periuk, kuali, panci, dan piring. Ini pulalah masalahnya," jelasnya.


Sarana air bersih juga terbilang sulit, baik untuk keperluan memasak maupun mandi. Air sungainya masih keruh berwarna coklat. Tidak bisa digunakan untuk memasak.


Arus listrik juga belum nyala. Bila malam tiba, maka penerangan yang digunakan adalah lilin. Tapi itu tidak banyak tempat. Gelap-gulita lebih dominan.


Bila ada donatur yang ingin membantu meringankan beban masyarakat di Batu Bala, menurutnya, akan lebih baik dalam bentuk peralatan masak-memasak dan air mineral.


"Mari segera bergerak meringankan beban mereka. Di sini juga banyak wanita dan anak-anak," jelasnya.(musriadi musanif)

Posting Komentar

0 Komentar