Haji Mabrur tak Datang dengan Sendirinya


YOGYAKARTA, kiprahkita.com - Pada 9 Zulhijah 1445 H atau 15 Juni 2024, jemaah haji dari seluruh dunia, termasuk jemaah haji Indonesia, melaksanakan prosesi wukuf di Arafah. 


Wukuf di Arafah, yang dimulai setelah tergelincirnya matahari (waktu Zuhur) pada hari Arafah, merupakan puncak dari ibadah haji. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, "Haji itu Arafah."


Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Haedar Nashir menyampaikan, dalam proses wukuf di Arafah, seluruh jiwa dan raga jemaah haji menundukkan diri secara total di hadapan Allah SWT. 


"Dengan tangisan yang lahir dari hati dan jiwa yang terdalam, dengan seluruh kepasrahan, semuanya menundukkan diri untuk menjadi hamba Allah yang mabrur, sebagaimana tujuan dari idealisasi berhaji dan ibadah haji," ujar Haedar dipublikasikan pada laman resmi muhammadiyah.or.id, diakses pada Ahad (16/6).


Setelah wukuf, jemaah haji akan melanjutkan proses ibadah haji dengan bermalam di Muzdalifah, melontar jumrah di Mina, hingga kembali ke Mekkah untuk menuntaskan rangkaian ibadah dengan tawaf wada.


"Ini adalah saat yang penuh pengabdian dan kepasrahan. Setiap jemaah diharapkan dapat menjadikan prosesi ibadah haji ini sebagai haji yang mabrur. Dan setiap jemaah haji ingin menjadi haji yang mabrur," kata Haedar.


Haedar menekankan, haji mabrur yang merupakan tingkat tertinggi capaian ideal dalam beribadah haji, tidak akan datang dengan sendirinya tanpa penghayatan yang mendalam. 

"Seluruh proses ibadah haji maupun segala rukun wajib dan sunnahnya jangan berhenti di ranah syariat atau formalitas semata. Jadikan ibadah haji sebagai energi ruhani dan pelaksanaan ibadah yang masuk ke jantung hakikat untuk membangun kesalehan diri yang optimal," tegasnya.


Kemabruran, menurut Haedar, diukur dari kualitas diri sebagai insan mukmin, yang hablum minallah (hubungan dengan Allah) dan hablum minannas (hubungan dengan sesama manusia) harus kokoh dan berkualitas. 


Ia juga mengutip Al-Quran Surah Al-Baqarah ayat 177, yang menekankan pentingnya iman dan amal kebajikan sebagai bagian dari ketakwaan dan kemabruran.


"Haji mabrur harus membentuk pribadi yang mabrur, dan kemabruran identik dengan ketakwaan, dengan ihsan menjadi orang yang muhsin, dan seluruh nilai puncak keutamaan sebagai insan muslim," ujar Haedar.


Haedar juga menyampaikan tahniah kepada seluruh jemaah haji, khususnya jemaah haji Indonesia. 


Ia berpesan agar ibadah haji dijadikan sebagai tonggak penting dalam hidup sebagai muslim untuk naik tingkat menjadi ihsan yang mushin, muttaqin, dan insan yang saleh, serta senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT, berbuat kebajikan dalam hidup, dan berbuat ihsan terhadap sesama dan lingkungan.


"Dan kemabruran itu harus dijaga terus menerus sepanjang hayat. Tidak perlu haji berkali-kali jika kemabruran itu datang dan pergi lepas kembali," jelas Haedar.


Terakhir, Haedar berpesan agar jemaah haji dapat merawat nilai-nilai kemabruran, untuk menjadi insan yang mabrur dalam kehidupan sehari-hari, sehingga di hadapan Allah SWT dapat menjadi insan-insan yang diberi jalan terbaik, mudah untuk diberi ridho dan karunia-Nya, serta dimasukkan ke surga Jannatun Naim.(mus)

Posting Komentar

0 Komentar