DALAM PENANGGALAN HIJRIYAH, MUHAMMADIYAH DIDIRIKAN KH. AHMAD DAHLAN PADA 8 ZULHIJJAH 1330. BELIAU TELAH MENJAWAB ZAMANNYA, BAGAIMANA KINI DAN MENDATANG?
Oleh Talkisman Tanjung
(Guru, dai, dan pimpinan Muhammadiyah)
OPINI, kiprahkita.com - Pada 8 Zulhijjah 1330 H, Kyai Dahlan mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah, saat ini telah berusia 115 tahun menurut kalender hijriyah.
Muhammadiyah sudah berkiprah di berbagai etape perjalanan sejarah panjang negeri ini, mulai dari zaman penjajahan Belanda, zaman penjajahan Jepang, zaman kemerdekaan dengan Orde Lama, Orde baru dan Zaman Reformasi saat ini.
Tantangan yang dihadapi Dahlan sangatlah kompleks, sehingga Kyai Dahlan merasa berkepentingan untuk mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah.
Kyai Dahlan terbukti telah menjawab zamannya. Kebodohan yang menjadi simbol ummat dan bangsa saat itu, telah menjadi sasaran obyek dakwah Muhammadiyah.
Polarisasi lembaga pendidikan juga membuat Kyai Dahlan sangat konsentrasi, sehingga diketahui, Muhammadiyah berhasil menciptakan sistem pendidikan yang tepat untuk ummat dan bangsa ini, yaitu mengkolaborasikan sistem pendidikan Belanda yang sekuler dengan pendidikan pesantren yang agamis.
Masalah ekonomi ummat, yaitu kemiskinan yang akut menempatkan ummat Islam sebagai ummat terbelakang dan tertindas, menjadi beban pemikiran yang serius Kyai Dahlan.
Demikian juga persoalan-persoalan sosial yang lain, sehingga salah satu solusi yang ditawarkan Muhammadiyah adalah menghidupkan Fiqih Al-Ma'un, sebagai terapi dan solusi yang tepat untuk kemajuan ummat.
Dari masa ke masa, Muhammadiyah tercatat telah mengurai persoalan-persoalan ummat dan bangsa ini, pengembangan pranata sosial dan pemberdayaan masyarakat berbasis Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO), yang hari ini semakin berkembang dengan lahirnya lembaga-lembaga baru sebagai unsur pembantu pimpinan.
Ada MDMC yang bergerak dibidang kebencanaan, dan Lazismu yang membuka penafsiran lebih luas tentan pengelolaan infaq, shadaqah dan zakat ummat.
Kyai Dahlan telah mempelopori kebangkitan kaum perempuan dengan mendirikan organisasi Aisyiyah, yang di zaman itu adalah sesuatu yang dianggap tabu, karena kaum perempuan tempatnya hanya di dapur, sumur dan kasur atau di rumah saja, tidak boleh masuk dalam ranah publik.
Lantas Kyai Dahlan menerobos kejumudan berfikir itu, dengan mengembangkan tafsir bahwa antara kaum perempuan dan laki-laki itu, punya kesamaan kewajiban dan tanggungjawab dihadapan Allah SWT.
Semua bentuk pemikiran dan aksi yang dilakukan Muhammadiyah, terintegrasi dalam sebuah gerakan yang cerdas dan mencerahkan.
Satu persatu berhasil diurai dengan solusi yang tepat, akhirnya Muhammadiyah menjadi sebuah gerakan reformis modernis di negeri ini.
Setelah 115 tahun berkiprah, Muhammadiyah telah mendirikan berbagai amal usaha di berbagai bidang kehidupan, yang semuanya menyentuh kepada aspek kehidupan ummat.
Bahkan pergerakan Muhammadiyah tidak hanya sebatas di wilayah Nusantara ini saja, tetapi sudah merambah keseluruh pelosok dunia dengan amal usahanya.
Muhammadiyah sudah mendirikan cabang-cabang istimewa di berbagai negara beserta amal usahanya, seperti Universitas Muhammadiyah di Malaysia, Muhammadiyah College di Australia, termasuk lembaga pendidikan PAUD/TKABA yang dikelola oleh Aisyiyah di berbagai negara.
Insya Allah, Muhammadiyah sudah siap untuk go internasional, tidak hanya di Indonesia saja.
Kalau di daerah berdirinya Muhammadiyah hanya diresidensi Yogyakarta, kemudian secara bertahap tetapi pasti merambah keseluruh pelosok Nusantara, sehingga di seluruh wilayah Indonesia Muhammadiyah sudah eksis.
Saat ini, dari nasionalisasi gerakan, Muhammadiyah mulai dan sudah melangkah untuk go internasional. Suatu capaian yang spektakuler.
Namun, jika Kyai Dahlan dulu mampu menjawab berbagai persoalan ummat dan bangsa sesuai zamannya, bagaimana gerakan Persyarikatan Muhammadiyah hari ini dan masa mendatang?
Tentu memiliki tantangan yang makin kompleks. Misalnya, Muhammadiyah dihadapkan kepada pemahaman Agama yang semakin heterogen, dengan paham yang sangat beragam, bahkan ada yang seolah sepaham dengan Muhammadiyah,tetapi malah merusak gerakan persyarikatan dari dalam.
Ada yang menarik-narik ke arena politik praktis, yang tidak jarang juga lahir dari kader-kader Muhammadiyah yang telah menikmati hidup secara pragmatis.
Demikian juga tantangan persyarikatan yang sudah biasa datang dan berganti dari masa kemasa, yaitu adanya peralihan kekuasaan di pemerintahan, yang tidak jarang harus membuat pimpinan persyarikatan, melahirkan kebijakan dan pemikiran-pemikiran cerdas lagi mencerahkan.
Sebagai contohnya, ketika di kalangan anak bangsa rame-rame meneriakkan NKRI harga mati, sedangkan Muhammadiyah tidak ikut, dan seolah ada yang memojokkan dan meninggalkan Muhammadiyah, yang tidak mau terjebak dengan kata dan kosa kata.
Akhirnya, Muhammadiyah melahirkan pemikiran tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia ini pada muktamar ke 47 di Makasar tahun 2015.
Rumusannya antara lain Daarul ahdi wasy-syahaadah, bahwa Indonesia ini adalah negara kesepakatan, dan kesaksian, tidak dimonopoli oleh sekelompok anak bangsa saja.
Meskipun Muhammadiyah tidak pandai meneriakkan NKRI harga mati, tetapi di dunia nyata justru Muhammadiyah yang melaksanakan semboyan tersebut.
Dinamika perpolitikan akan selalu bersinggungan dengan Muhammadiyah yang tetap tegar, tidak berada di jalur politik praktis, tetapi Muhammadiyah tetap menegaskan dirinya sebagai gerakan dakwah Islam amar ma'ruf nahi mungkar.
Di bidang ekonomi, Muhammadiyah yang selalu concern dengan peningkatan kesejahteraan ekonomi ummat, tentu akan berhadapan dengan globalisasi perekonomian, yang suka tidak suka, akan selalu bersentuhan dengan Muhammadiyah.
Di satu sisi, kekuatan ekonomi dipegang erat oleh segelintir orang yang sering disebut konglomerat, di sisi lain Muhammadiyah yang sejak berdirinya menjadi pembela dan pelopor bagi pertumbuhan ekonomi ummat, yang nota bene sebagai kelompok masyarakat kelas menengah ke bawah, atau dalam dunia usaha sering disebut dengan UMKM.
Maka langkah yang diambil oleh Muhammadiyah untuk menarik dan mengalihkan investasinya sebesar Rp13 triliun dari Bank Syari'ah Indonesia (BSI), sebagai bank syariah terbesar di Indonesia untuk saat ini, adalah langkah yang spektakuler yang membuktikan, bahwa Muhammadiyah itu tetap concern dan berpihak kepada kelompok ummat kelas menengah ke bawah (UMKM).
Dari evaluasi yang dilakukan, Muhammadiyah menilai ada yang sudah bertentangan dengan dengan prinsip Muhammadiyah. Ini adalah sebuah pelajaran berharga yang telah mendorong Muhammadiyah ke depan harus memiliki perbankan sendiri.
Dengan memiliki perbankan sendiri, tentu kelompok-kelompok usaha ekonomi menengah kebawah, termasuk ekonomi rumah tangga seperti yang diprogramkan oleh 'Aisyiyah dengan program BUEKA-nya akan lebih terbantu.
Sehingga home industry atau kelompok-kelompok usaha warga persyarikatan yang ada di cabang dan ranting, misalnya cabang yang telah memiliki usaha air mineral, mie instan seperti lezatMu, MieMu, bakryMu, dan sebagainya akan lebih baik dan subur perkembangannya, jika ditopang modalnya oleh bank milik Persyarikatan.
Ini tantangan yang harus terjawab ke depannya.
Tidak kalah pentingnya adalah tantangan yang dihadapi di bidang manajemen organisasi, dimana ketika amal usaha persyarikatan itu sudah semakin besar, bonafid, menghasilkan keuntungan-keuntungan yang luar biasa, unggul dan seterusnya, pada posisi ini apakah fungsi kontrol dan evaluasi dari persyarikatan masih tetap efektif, sebagai pemilik amal usaha atau tidak?
Mungkin pimpinan persyarikatan akan tunduk kepada pimpinan amal usaha, apalagi amal usaha tersebut selalu mengucurkan dana, untuk membiayai berbagai kegiatan dan program persyarikatan.
Persyarikatan sebagai pemilik amal usaha, akan tidak berdaya apabila berseberangan dengan pimpinan amal usaha.
Ini realitas yang mulai terlihat di berbagai daerah dan wilayah, termasuk pimpinan pusat.
Terlepas dari berbagai tantangan yang penulis uraikan di atas, untuk saat ini di usia 115 tahun, merupakan momentum yang tepat bagi persyarikatan untuk bisa melahirkan pemikiran-pemikiran yang lebih cerdas dan mencerahkan.
Apalagi tahun 2027, Muhammadiyah akan menggelar perhelatan besar yaitu muktamar ke-49 yang akan dilangsungkan di Medan Sumatera Utara. Selamat Milad Muhammadiyah ke-115, semoga semakin sukses dan mencerahkan.***
Batahan, 8 dzulhijjah 1445 H/15 Juni 2024
0 Komentar