JAKARTA, kiprahkita.com - Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Wawan Wardiana, mengungkapkan bahwa konflik kepentingan, memiliki potensi besar dalam memicu tindak pidana korupsi.
Jika konflik kepentingan tidak dikelola dengan baik, hal ini dapat meningkatkan risiko pelanggaran etika dan tindak pidana korupsi.
“Dalam bahasa Jawa terdapat istilah pokil yang merujuk pada tindakan seseorang yang menggunakan cara-cara curang demi mendapatkan keuntungan pribadi. Istilah ini sekarang kita kenal sebagai korupsi," ujarnya.
Wawan mengatakan hal itu dalam kegiatan Seminar Integrity in Action bertema The Power of Integrity yang diadakan oleh PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko (TWC) di Gedung Kesenian Tri Murti, Prambanan, Jumat (3/1/2025).
Wawan memaparkan data yang menunjukkan sebanyak 466 pelaku tindak pidana korupsi berasal dari pihak swasta, menjadikannya angka tertinggi dibandingkan dengan pelaku korupsi dari eselon I, II, III, dan IV sebanyak 423 pelaku, serta anggota DPR dan DPRD sebanyak 358 pelaku.
Untuk itu, Wawan mendorong seluruh masyarakat agar terlibat aktif dalam gerakan pemberantasan korupsi.
“Mari kita semua menyatakan diri untuk tidak korupsi dan berkomitmen aktif dalam gerakan pemberantasan korupsi. Jadilah teladan bagi diri sendiri, keluarga, dan masyarakat,” imbuhnya.
Direktur Utama PT TWC, Febrina Intan, menegaskan bahwa pemberantasan korupsi tidak cukup hanya mengandalkan aturan dan hukum, tetapi harus dimulai dari perubahan diri sendiri.
“Integritas harus tercermin dalam perilaku sehari-hari. Kita perlu bersatu untuk menciptakan sistem yang bebas korupsi, membangun budaya yang sehat, dan mendukung kolaborasi demi mewujudkan integritas,” jelas Febrina.
Febrina mengajak seluruh pihak untuk menjadikan integritas sebagai landasan dalam bertindak, baik di lingkungan kerja maupun di kehidupan sehari-hari, sehingga budaya bebas korupsi dapat terwujud secara nyata.(infopublik)
0 Komentar