Laksamana Malahayati: Menghidupkan Warisan sebagai Identitas Bangsa

BANDA ACEH, kiprahkita.com - Meurak Jeumpa Institut bekerja sama dengan Komunitas The Power of Emak-emak, serta difasilitasi oleh Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah I Aceh, menggelar diskusi interaktif virtual memperingati Hari Internasional II Laksamana Malahayati pada 1 Januari 2025. 

Nyakman Lamjame, inisiator dialog ini, menyebutkan bahwa acara ini menjadi momen penting bagi bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Aceh, untuk merayakan pengakuan internasional atas kehebatan Laksamana Malahayati oleh UNESCO.

Dr. Sulaiman Juned, narasumber dari ISI Padangpanjang, memaparkan keunggulan Laksamana Malahayati dalam berbagai bidang, mulai dari militer hingga diplomasi. 

Ia menyebut, Malahayati adalah laksamana perempuan pertama di dunia yang berhasil menunjukkan emansipasi wanita, termasuk dalam menundukkan dua penjelajah Belanda, Cornelius dan Frederick de Houtman. 

“Beliau juga menjadi juru runding yang dipercaya Sultan Aceh, bahkan saat bernegosiasi dengan utusan Ratu Elizabeth I,” ujarnya.

Ir. Oni Imelva, ST, pegiat seni budaya, menambahkan bahwa nilai-nilai perjuangan Malahayati harus menjadi inspirasi bagi generasi muda, khususnya perempuan. 

Ia mengajak perempuan Aceh untuk meneladani semangat juang Malahayati dalam mengharumkan nama bangsa melalui berbagai kompetisi di bidang seni, olahraga, maupun ilmu pengetahuan.

Arkeolog Ambo Isse, S.S., M.Si., mengingatkan pentingnya menjaga situs-situs bersejarah seperti Benteng Kuta Inong Balee dan makam Laksamana Malahayati. 

Ia juga mengkritisi kondisi benteng yang kian memprihatinkan akibat faktor alam, seraya mendesak pemerintah untuk segera melakukan konservasi.

“Penghormatan terhadap Malahayati juga terlihat dari penamaan fasilitas publik seperti pelabuhan dan rumah sakit atas namanya,” tambahnya.

Sementara itu, Razuardi Ibrahim, M.T., menyarankan penelitian mendalam terhadap situs-situs sejarah Malahayati untuk memperkaya perspektif sejarah. 

Ia juga menekankan perlunya kolaborasi lintas disiplin ilmu dalam menyusun karya sejarah yang dapat dijadikan referensi generasi mendatang.

Diskusi ini juga menyoroti potensi wisata edukatif dari berbagai situs sejarah Malahayati. Menurut Dr. Sulaiman Juned, situs seperti Museum Bahari dan Monumen Samudera Hindia dapat menjadi destinasi wisata menarik, terutama jika dipadukan dengan teknologi digital. 

“Pertunjukan seni dan pameran seni rupa juga dapat menjadi sarana edukasi sejarah,” jelasnya.

Oni Imelva menekankan pentingnya pemberdayaan masyarakat lokal dalam pelestarian dan pengembangan wisata sejarah. 

Ia menyebut, masyarakat dapat menjadi duta wisata yang autentik sekaligus pelaku ekonomi kreatif melalui produk UMKM.

Ambo Isse mengusulkan agar sejarah Laksamana Malahayati diintegrasikan ke dalam kurikulum pendidikan nasional. Selain itu, sejarah ini juga dapat dijadikan bagian dari diplomasi budaya Indonesia, memperkuat hubungan bilateral dengan negara-negara yang memiliki sejarah interaksi dengan Aceh.

Menutup diskusi, Razuardi Ibrahim mengajak seluruh peserta untuk berkomitmen memperingati hari lahir Laksamana Malahayati setiap tahunnya.

Ia percaya bahwa upaya kecil sekalipun akan berdampak besar dalam melestarikan warisan dan semangat juang Malahayati.(nyakman)

Posting Komentar

0 Komentar