Potret Ketimpangan Pendidikan di Jantung Taman Nasional

Belajar di Bawah Pohon Sawit: Potret Ketimpangan Pendidikan di Jantung Taman Nasional

RIAU, kiprahkita.com Di tengah gegap gempita kemajuan teknologi dan pendidikan abad ke-21, pemandangan pilu masih menghantui pelosok negeri. Sebuah video yang viral di media sosial menunjukkan puluhan anak SD berseragam merah putih belajar di bawah pohon sawit, beralaskan dan beratapkan terpal sederhana. Peristiwa ini terjadi di Dusun Toro Jaya, Desa Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, yang masuk dalam kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Riau.

Potret ini bukan hanya menggugah rasa iba, tetapi juga menjadi tamparan keras bagi kesenjangan infrastruktur dan keadilan pendidikan di Indonesia.

58 Anak Belajar di Tenda 

Sebanyak 58 anak terpaksa belajar dalam kondisi serba terbatas. Tak ada meja, kursi, apalagi bangunan sekolah yang layak. Mereka duduk membentuk lingkaran, didampingi guru dan beberapa orang tua, berjuang untuk menuntut ilmu di bawah panas dan hujan. Ironisnya, ini terjadi karena SD 20 Dusun Toro Jaya tak lagi menerima siswa baru pada tahun ajaran 2025 akibat statusnya sebagai "kelas jauh" dari SD Negeri 003 Desa Lubuk Kembang Bunga.

Akses ke sekolah induk pun tidak memungkinkan—dengan jarak tempuh mencapai dua jam perjalanan, tentu sulit dijangkau oleh anak-anak usia SD.

Dalam kondisi semacam ini, masyarakatlah yang kembali menjadi penyangga utama pendidikan anak-anaknya. Orang tua yang tak ingin anaknya kehilangan hak belajar, mengambil inisiatif membuka kelas darurat dan meminta guru tetap mengajar, meski di bawah pohon sawit. Langkah ini menunjukkan betapa besar harapan mereka terhadap pendidikan, dan betapa semangat belajar belum pernah padam meski fasilitas nyaris nihil.

Di sisi lain, ini juga menunjukkan bahwa sistem pendidikan kita belum mampu menjangkau mereka yang tinggal di wilayah terpencil atau terdampak konflik administratif dan status lahan.

Kejadian ini menyentil berbagai aspek: ketidakhadiran negara dalam memastikan akses pendidikan dasar, lemahnya kebijakan zonasi dan penataan wilayah pendidikan, serta rumitnya konflik antara konservasi kawasan dan hak hidup masyarakat yang mendiami wilayah tersebut. Apakah anak-anak yang lahir dan besar di kawasan konservasi tidak berhak mendapatkan pendidikan yang layak? Apakah regulasi kawasan harus mengalahkan hak fundamental atas pendidikan?

Pendidikan adalah hak dasar, bukan hadiah. Ia bukan sekadar soal bangunan sekolah atau seragam rapi, tetapi tentang kesempatan yang adil untuk semua anak bangsa agar bisa bermimpi dan membangun masa depan. Negara tidak boleh abai terhadap kelompok rentan yang hidup jauh dari pusat kebijakan. Sebab, masa depan bangsa ini juga lahir dari bawah pohon sawit, dari tenda biru sederhana yang dihuni semangat tak tergoyahkan anak-anak Dusun Toro Jaya.

Kisah ini mestinya tak hanya viral sesaat, tapi menjadi pemicu perubahan nyata. Sudah saatnya pendidikan menjangkau hingga ke akar rumput, menyentuh anak-anak yang berada di sudut-sudut tersembunyi republik ini. Sebab pendidikan bukan hanya untuk mereka yang dekat kekuasaan, tapi juga bagi mereka yang berjuang di antara batang sawit dan tanah yang belum diberi nama oleh pembangunan. (Yus MM)*

Posting Komentar

0 Komentar