Demonstrasi: Fenomena “Masih Seruan Aksi One Piece” dan Keterlibatan Generasi Muda dalam Politik

 Fenomena “Seruan Aksi One Piece” dan Keterlibatan Generasi Muda dalam Demonstrasi Politik

JAKARTA, kiprahkita.com Aksi demonstrasi yang terjadi di depan Gedung DPR/MPR RI pada Senin, 25 Agustus 2025 kemarin, menjadi sorotan publik karena tidak hanya berujung ricuh, tetapi juga karena keterlibatan pelajar dan simbol-simbol budaya pop yang tidak biasa digunakan dalam gerakan sosial.

Demonstrasi yang mereka beri nama “Seruan Aksi One Piece” ini menggambarkan fenomena baru dalam dinamika politik jalanan di Indonesia: keterlibatan generasi muda, penggunaan simbol budaya populer, dan munculnya kembali kelompok anarko dalam aksi massa.


Kelompok Anarko Tertangkap

Alasan dan Tuntutan Demonstrasi

Meski terlihat unik karena mengusung karakter dari anime populer One Piece, aksi ini sebenarnya membawa tuntutan serius dan substansial. Ada empat poin utama yang disuarakan oleh massa aksi:

1. Pembubaran DPR

Tuntutan ini muncul sebagai bentuk kekecewaan mendalam terhadap lembaga legislatif yang dinilai gagal mewakili aspirasi rakyat, serta kerap dikaitkan dengan kasus korupsi dan praktik politik transaksional.

2. Pengesahan RUU Perampasan Aset

RUU ini dianggap penting sebagai upaya pemberantasan korupsi agar negara bisa menyita kekayaan hasil korupsi secara lebih efektif. Ketidakjelasan pengesahannya menimbulkan kecurigaan bahwa elite politik tidak serius memberantas korupsi.

3. Penolakan Komersialisasi Pendidikan

Para demonstran memprotes mahalnya biaya pendidikan di Indonesia. Mereka menilai bahwa pendidikan seharusnya menjadi hak dasar, bukan ladang bisnis yang hanya bisa diakses oleh golongan mampu.

4. Penghentian Politik Dinasti

Meningkatnya kasus pejabat publik yang berasal dari keluarga politikus menunjukkan gejala politik dinasti, yang dianggap mengancam demokrasi dan mempersempit ruang regenerasi politik yang adil.

Dengan tuntutan-tuntutan tersebut, sebenarnya aksi ini mencerminkan kesadaran kritis terhadap berbagai isu nasional. Namun sayangnya, cara penyampaian yang berujung ricuh justru mengaburkan pesan utama dari demonstrasi ini.

Siapa Itu Kelompok Anarko dalam Demonstrasi?

Kelompok anarko atau anarkis merujuk pada kelompok yang memiliki ideologi anarkisme, yakni pandangan politik yang menolak keberadaan negara dan sistem kekuasaan terpusat. Mereka percaya bahwa masyarakat seharusnya bisa mengatur dirinya sendiri tanpa kontrol dari pemerintah atau lembaga otoritas lainnya.

Dalam konteks demonstrasi, kelompok anarko sering dikaitkan dengan:

Aksi destruktif seperti vandalisme dan perusakan fasilitas umum,

Gaya berpakaian seragam serba hitam atau disebut “black bloc”,

Tidak membawa tuntutan yang jelas secara politis, tetapi lebih menonjolkan perlawanan terhadap sistem secara umum.

Meskipun tidak semua orang dalam kelompok ini melakukan kekerasan, namun citra mereka di mata publik dan aparat sering kali negatif karena sering muncul saat aksi berubah menjadi ricuh.

Keterlibatan Pelajar dan Simbol Budaya Pop dalam Demonstrasi Kemarin

Keterlibatan pelajar dalam demonstrasi bukan hal baru. Namun yang menjadi perhatian adalah ketika mereka ikut aksi tanpa pemahaman mendalam terhadap isu yang diangkat. Dalam kasus “Seruan Aksi One Piece”, empat pelajar SMA/SMK ikut diamankan karena diduga terlibat dalam kericuhan. Hal ini menimbulkan pertanyaan: Apakah mereka ikut karena sadar isu atau sekadar ikut tren?

Simbolisasi dengan anime One Piece juga menarik dicermati. Anime tersebut bercerita tentang perjuangan kelompok bajak laut yang melawan ketidakadilan dan kekuasaan otoriter. Penggunaan simbol ini seolah menjadi cara kreatif generasi muda untuk menyampaikan protes, namun tanpa strategi komunikasi yang jelas, pesan yang disampaikan justru bisa dianggap tidak serius.

Refleksi dan Catatan Akhir

Aksi ini menyimpan banyak pelajaran. Di satu sisi, ia memperlihatkan bahwa generasi muda tidak apatis terhadap persoalan bangsa. Mereka bersuara, meski dengan cara yang belum tentu efektif. Di sisi lain, aksi ini juga menunjukkan pentingnya edukasi politik dan strategi komunikasi publik yang matang agar substansi tidak kalah oleh sensasi.

Pihak kepolisian dan negara juga harus mampu membedakan mana tindakan kriminal dan mana bentuk ekspresi politik yang sah. Pengamanan harus menjamin keamanan semua pihak, tanpa mengebiri hak untuk menyampaikan pendapat di ruang publik.

Kesimpulan:

Demonstrasi “Seruan Aksi One Piece” adalah gambaran nyata dari wajah baru gerakan sosial di Indonesia: lebih muda, lebih simbolis, namun juga lebih rentan terhadap provokasi. Untuk ke depan, perlu sinergi antara pendidikan politik, pengawasan keamanan, dan ruang demokrasi agar suara rakyat bisa tersampaikan secara damai dan bermakna. (RP/YS/BS)*

Posting Komentar

0 Komentar