Joget di Ruang Sidang: Cermin Krisis Etika di Parlemen
JAKARTA, kiprahkita.com –Fenomena viralnya video Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Eko Patrio, yang tampak berjoget dan memutar musik keras di ruang sidang paripurna DPR RI menjadi sorotan tajam masyarakat. Aksi yang terkesan “hiburan” itu menuai gelombang kritik, bukan semata karena gestur fisiknya, melainkan karena makna simbolik yang melekat pada peristiwa tersebut—yakni hilangnya sensitivitas dan etika seorang pejabat publik di ruang yang seharusnya sakral bagi kepentingan bangsa.
![]() |
Dalam video yang beredar luas di media sosial, Eko Patrio tampak memainkan musik seolah seorang DJ profesional, disertai tarian santai dan antusiasme dari sejumlah orang di sekitarnya. Sayangnya, pemandangan ini terjadi bukan di tempat konser atau ruang hiburan, melainkan di jantung parlemen Indonesia—gedung tempat disahkannya berbagai kebijakan penting yang menentukan arah kehidupan rakyat.
Banyak pihak menilai bahwa aksi ini bukan sekadar soal gaya atau selera hiburan pribadi, melainkan menyentuh ranah yang lebih dalam: profesionalisme dan kesadaran etika pejabat publik. Ruang sidang DPR bukanlah panggung komedi atau acara variety show, melainkan simbol tertinggi aspirasi rakyat. Setiap tindakan yang dilakukan di dalamnya, sekecil apa pun, membawa beban moral dan representasi publik.
Netizen bereaksi dengan keras. Mereka mempertanyakan sensitivitas dan empati anggota dewan terhadap penderitaan rakyat. Ketika masyarakat tengah dihimpit tekanan ekonomi, kesenjangan sosial, dan krisis kepercayaan terhadap politikus, aksi joget di ruang sidang dianggap sebagai bentuk ketidakpedulian yang mencolok. Tidak sedikit yang juga menyentil kecenderungan maraknya pejabat dari latar belakang artis dan komedian yang—menurut sebagian publik—lebih piawai menghibur daripada memimpin.
Namun, bukan berarti latar belakang profesi seseorang otomatis menjadi masalah. Yang dipertanyakan adalah kemampuan adaptasi dan kesungguhan menjalankan amanah rakyat. Seorang komedian pun dapat menjadi pemimpin yang baik, selama ia memahami batas antara hiburan dan tanggung jawab publik. Sayangnya, dalam kasus ini, batas itu tampak kabur.
Peristiwa ini kembali mengingatkan kita bahwa wakil rakyat bukan hanya jabatan politis, melainkan juga peran simbolik dan moral. Mereka menjadi cermin sikap negara kepada rakyat. Ketika tindakan-tindakan yang tidak etis atau sembrono terjadi di ruang parlemen, maka yang terguncang bukan hanya institusi itu sendiri, tetapi juga kepercayaan publik yang sudah rapuh.
Baca Juga: Kediaman Anggota DPR RI Eko Patrio di Kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Menjadi Sasaran Amukan Warga | https://www.kiprahkita.com/2025/08/kediaman-anggota-dpr-ri-eko-patrio-di.html
Sebagai penutup, kasus Eko Patrio bukan hanya soal seorang politikus yang berjoget. Ini adalah gambaran dari kekecewaan kolektif masyarakat terhadap rendahnya kesadaran sebagian pejabat dalam menjaga marwah lembaga legislatif. Publik menuntut lebih dari sekadar kinerja administratif; mereka menginginkan keteladanan, empati, dan kesederhanaan. Karena pada akhirnya, kepercayaan bukan dibangun oleh janji, tetapi oleh sikap. (Yus MM)
0 Komentar