Lupakan Pola Asuh Kaku! Pesantren Kauman Galakkan "7 Jurus BK HEBAT" untuk Bentuk Karakter Santri Tangguh
PADANG PANJANG, kiprahkita.com –Dalam upaya membentuk karakter unggul santri, Pondok Pesantren Kauman Muhammadiyah Padang Panjang menyelenggarakan diseminasi dengan tema “Sinergi Bimbingan dan Konseling (BK) dengan Pola Asuh Pesantren”. Acara yang digelar pada Senin, 13 Oktober 2025 lalu ini menekankan transformasi peran para pengasuh dari yang sekadar pengawas menjadi pendamping yang empatik dan inspiratif, dengan keyakinan bahwa setiap anak adalah aset bangsa yang harus dilindungi dan dipenuhi haknya untuk tumbuh menjadi Generasi Emas 2045.
![]() |
![]() |
Mudir Pesantren Kauman Muhammadiyah Padang Panjang, Dr. Derliana, M.A., dalam sambutannya memberikan apresiasi dan dukungan penuh terhadap inisiatif ini. Beliau menegaskan, "Program ini sejalan dengan visi pesantren kami untuk mencetak kader bangsa yang tidak hanya unggul dalam ilmu agama dan umum, tetapi juga memiliki akhlak karimah dan ketangguhan mental. Transformasi peran Musyrif dan Musyrifah dari pengawas menjadi pendamping yang empatik adalah sebuah keniscayaan di era sekarang. Saya mendorong seluruh keluarga pesantren untuk mengadopsi 'Tujuh Jurus BK' ini dalam interaksi sehari-hari dengan santri."
Dalam pemaparannya, Ummi Hilyati menegaskan pentingnya perubahan paradigma dalam memandang santri. “Setiap anak bukanlah gelas kosong yang harus kita isi sepenuhnya, tetapi individu unik dengan potensi yang sudah Allah titipkan. Tugas kitalah untuk mengenali dan mengembangkannya. Peran Musyrif dan Musyrifah hari ini harus bertransformasi dari pengawas yang kaku menjadi pendamping yang memahami, mendengarkan, dan menginspirasi,” ujarnya.
Diseminasi ini juga mengurai secara jelas peran sentral Musyrif (untuk santri putra) dan Musyrifah (untuk santri putri). Mereka bukan hanya pengawas ibadah dan disiplin, tetapi lebih sebagai orang tua kedua yang bertugas membimbing, memberi keteladanan, dan memahami dunia serta kebutuhan psikologis santri. Perubahan paradigma berpikir inilah yang menjadi kunci dalam membangun hubungan yang sehat dan konstruktif antara pengasuh dan santri.
Islah Hayati dalam sesinya menekankan pentingnya pemahaman tentang hak anak. “Memahami dan melindungi hak-hak anak, termasuk hak untuk didengar, merasa aman, dan mendapatkan bimbingan, bukan hanya kewajiban moral. Ini adalah investasi kita untuk melindungi masa depan bangsa. Santri yang bahagia dan terpenuhi haknya akan tumbuh menjadi pribadi yang resilient dan berkontribusi positif,” paparnya.
Untuk mewujudkan sinergi tersebut, diseminasi ini memperkenalkan “Tujuh Jurus BK” yang dapat diintegrasikan ke dalam pola asuh sehari-hari oleh Musyrif dan Musyrifah. Ketujuh jurus tersebut adalah:
Kenali Potensi: Mengidentifikasi kekuatan, bakat, dan minat unik setiap santri.
Kelola Emosi: Membantu santri memahami dan mengelola emosi marah, sedih, dan kecewa dengan sehat.
Tumbuhkan Resilensi: Membangun ketahanan mental dan kemampuan bangkit dari kegagalan atau kesulitan.
Jaga Konsistensi: Menciptakan pola bimbingan yang konsisten untuk membangun rasa aman dan disiplin diri.
Jalin Koneksi: Membangun kedekatan dan hubungan personal yang tulus dengan setiap santri.
Bangun Kolaborasi: Bekerja sama dengan guru, orang tua wali, dan pihak lain untuk mendukung perkembangan santri.
Menata Situasi: Menciptakan lingkungan fisik dan psikologis yang kondusif untuk belajar dan tumbuh kembang.
![]() |
Antusiasme terlihat dari salah satu peserta diseminasi, Agus Irwanto, seorang Musyrif senior. "Selama ini kami sering fokus pada penegakan disiplin. Diseminasi ini membuka mata kami bahwa pendekatan yang lebih manusiawi dan memahami psikologi anak justru akan membuat disiplin itu lahir dari kesadaran sendiri. 'Tujuh Jurus BK' ini seperti panduan praktis yang sangat aplikatif. Saya merasa termotivasi untuk segera menerapkannya dalam mendampingi santri di asrama," ujarnya dengan semangat.
Diharapkan, dengan internalisasi Tujuh Jurus BK ini, pola asuh di pesantren menjadi lebih terarah, holistik, dan berpusat pada anak. Sinergi yang kuat antara layanan profesional BK dan pendekatan pengasuhan yang empatik dari Musyrif/Musyrifah ini diyakini akan melahirkan santri-santri berkarakter unggul; tidak hanya cerdas secara spiritual dan akademis, tetapi juga tangguh secara mental dan sosial, siap menyongsong Generasi Emas Indonesia. (TR)
0 Komentar