JAKARTA, kiprahkita.com –Polemik video hoaks yang mengklaim bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut guru sebagai "beban negara," serta klarifikasi resmi dan implikasi sosial-politiknya:
1. Latar Belakang dan Munculnya Konten Viral
Pada tanggal 7 Agustus 2025 lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan pidato dalam “Forum Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia” di Institut Teknologi Bandung (ITB).
Dalam pidato tersebut, beliau menyampaikan bahwa masyarakat di media sosial sering mengeluhkan gaji guru dan dosen yang “tidak dihargai karena nggak besar” – suatu tantangan nyata bagi keuangan negara. Ia kemudian menyoroti sebuah pertanyaan penting: apakah seluruh pembiayaan untuk pendidik harus ditanggung oleh APBN, atau adakah ruang bagi partisipasi masyarakat dalam mendukung sektor pendidikan. detikcom.Antara News
![]() |
Menteri Keuangan |
Namun, kemudian muncul potongan video viral yang tampak memperlihatkan Sri Mulyani menyatakan, “guru itu beban negara.” Pernyataan yang sangat kontroversial ini menyeretnya ke tengah-tengah kecaman publik. Antara News-suara.com
2. Klarifikasi Resmi: Hoaks dan Deepfake
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) segera membantah video tersebut. Kepala Biro Komunikasi Deni Surjantoro menyatakan bahwa video tersebut adalah hoaks—hasil manipulasi (deepfake) dan potongan tidak lengkap dari pidato asli. Sri Mulyani sama sekali tidak menyatakan bahwa guru adalah beban negara. Antara News, Infobanknews
Lebih jauh, dalam unggahan Instagram resminya, Sri Mulyani menegaskan bahwa dia tidak pernah menyampaikan pernyataan seperti itu, dan menekankan bahwa video tersebut merupakan rekayasa AI. Ia mengajak publik untuk bijak bermedia sosial. detikfinance, detikcom
Media seperti DetikEdu, Liputan6, dan BeritaSatu juga melakukan cek fakta. Mereka menegaskan bahwa frasa “guru beban negara” tidak ditemukan dalam pidato asli, dan video viral itu memang manipulasi. detikcom. Liputan6. beritasatu.com
3. Isi Pernyataan Asli Sri Mulyani dalam Konteks Pendidikan
Pidato Sri Mulyani terkait posisi anggaran pendidikan dikategorikan dalam tiga klaster:
Klaster 1: Anggaran untuk murid hingga mahasiswa (seperti beasiswa, KIP, BOS, dsb.).
Klaster 2: Anggaran yang mencakup gaji dan tunjangan untuk guru dan dosen.
Klaster 3: Anggaran untuk sarana dan prasarana pendidikan. Liputan6. beritasatu.com
Sri Mulyani menyebut bahwa isu kecilnya gaji pendidik menjadi tantangan besar bagi negara. Dalam konteks itu, ia menanyakan: apakah pendanaan pendidikan sepenuhnya mesti dari APBN, atau dapat dibantu melalui partisipasi masyarakat, tanpa menyatakan bahwa guru adalah "beban negara." detikcom Infobanknews Liputan6
4. Reaksi Publik dan Kritik Terhadap Isi Pidato Asli
Meskipun klip yang viral adalah hoaks, beberapa pihak menyorot bahwa intisari pertanyaan Sri Mulyani dalam pidato asli justru bermasalah. Menurut Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), pertanyaan semacam itu menandakan upaya melepaskan tanggung jawab negara terhadap kewajiban konstitusionalnya—karena menurut UUD 1945, pemerintah wajib menganggarkan minimal 20% APBN untuk pendidikan, termasuk untuk gaji dan tunjangan guru dan dosen. detikcom
JPPI juga menyatakan bahwa “beban” sejati bukanlah guru, tetapi misalokasi anggaran dan terutama, korupsi. Pejabat korup yang menikmati fasilitas pensiun, sementara guru dengan gaji rendah bertahun-tahun menunggu sertifikasi tunjangan, adalah salah satu ironi sistemik. Bahkan mereka dipersulit dengan efisiensi anggaran, detikcom.
Bukik Setiawan—Ketua Yayasan Guru Belajar—menambahkan bahwa pertanyaan Sri Mulyani mengesankan bahwa pendidikan guru adalah beban yang bisa dimurahkan, sementara partisipasi masyarakat yang selama ini lebih realistis terkait lahan atau fasilitas, bukan kesejahteraan guru. Ia meminta Sri Mulyani untuk melakukan klarifikasi, bukan hanya membantah hoaks. detikcom
5. Esensi Utama: Hoaks vs Realitas, dan Tantangan Sistem
a) Bahaya Deepfake dan Disinformasi
Kasus ini menjadi pengingat serius bahwa deepfake bukan sekadar isu teknis, melainkan ancaman terhadap reputasi individu dan kepercayaan publik. Seseorang bisa diframing dengan pernyataan yang tidak pernah diucapkan—apalagi dalam konteks sensitif seperti pendidikan. beritasatu.com. Antara News
b) Dilema Anggaran Pendidikan
Walaupun pernyataan “guru beban negara” tidak pernah ada, pertanyaan relevan mengenai pembagian tanggung jawab antara negara dan masyarakat tetap ada. Jawabannya seharusnya jelas: negara harus memegang peran utama dalam memenuhi hak pendidikan—terutama berdasarkan amanat undang-undang. Namun, partisipasi masyarakat tetap penting sebagai pelengkap, bukan substitusi. detikcom Liputan6
c) Pekerjaan Rumah Pemerintah
Kesenjangan kesejahteraan guru, lambatnya tunjangan dan sertifikasi, serta praktik korupsi harus segera diatasi. Jika anggaran pendidikan dijalankan transparan dan tepat sasaran, tantangan yang disebut Menkeu sebagai “tuntutan keuangan negara” bisa dikerjakan secara sistematis, bukan menimbulkan kesan beban yang murah.
![]() |
Demo di Gedung DPR |
Sementara itu di tengah riuhnya isu guru beban negara, sejumlah anggota DPR pun menebar pernyataan kenaikan tunjangan. Hal ini memicu aksi pula. Aksi demonstrasi mengepung Gedung Parlemen. Sebuah respons dingin pun datang pula dari dalam. Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDIP, Aria Bima, menyoroti adanya mekanisme resmi untuk menampung keluhan, seolah menyiratkan bahwa aksi di jalanan tidak perlu dilakukan.
Menurutnya, semua aspirasi, termasuk protes keras soal tunjangan fantastis anggota dewan, seharusnya disalurkan melalui wadah khusus yang sudah disediakan oleh DPR. "Semuanya tidak begitu saja mudah menerima aspirasi apalagi secara langsung, ada instrumen yang sudah dibuat oleh DPR untuk aspirasi-aspirasi yang masuk," katanya.
Menurutnya, semua aspirasi, termasuk protes keras soal tunjangan fantastis anggota dewan, seharusnya disalurkan melalui wadah khusus yang sudah disediakan oleh DPR.
Saat dimintai tanggapan mengenai gelombang protes yang terjadi di depan mata, Aria Bima justru menjelaskan soal prosedur birokrasi. Ia menyebut DPR sudah memiliki sebuah badan yang secara kelembagaan bertugas menampung aspirasi publik.
"Semua diberikan masukan saja kepada badan aspirasi, yang kita sudah terlembaga," ujar Aria Bima di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/8/2025) lalu. Ia menuturkan bahwa proses di DPR tidak bisa berjalan instan dan harus melalui prosedur yang telah ditetapkan.
Semuanya tidak begitu saja mudah menerima aspirasi apalagi secara langsung, ada instrumen yang sudah dibuat oleh DPR untuk aspirasi-aspirasi yang masuk," katanya.
Termasuk Protes Soal Tunjangan Anggota Dewan
Aria Bima secara spesifik menyinggung salah satu tuntutan utama para demonstran, yakni soal kenaikan tunjangan rumah anggota dewan yang dinilai tidak pantas. Menurutnya, kritik semacam itu pun bisa disalurkan melalui jalur resmi tersebut.
"Termasuk kritik-kritik terhadap penambahan uang sewa rumah dan lain-lain," tambahnya.
6. Kesimpulan
Esai ini menyimpulkan bagaimana sebuah pernyataan dan video hoaks bisa mencederai dialog publik, sekaligus mengangkat isu serius tentang pendidikan dan tanggung jawab negara.
Walau Sri Mulyani tidak pernah menyatakan bahwa “guru adalah beban negara,” tetap penting bagi pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan dan penghargaan terhadap tenaga pendidik, serta memperbaiki persepsi publik bahwa guru adalah investasi masa depan, bukan beban keuangan. Masyarakat pun hanya menyalurkan aspirasi.
Pendidikan memerlukan anggaran yang adil dan berkelanjutan; hanya dengan demikian martabat guru, kualitas pendidikan, dan kepercayaan publik dapat terjaga.
Referensi utama:
Klarifikasi Kemenkeu: video adalah hoaks dan berasal dari deepfake.
Antara News+1Infobanknews
Unggahan Sri Mulyani di Instagram: “Saya tidak pernah menyatakan guru beban negara.” detikfinance
detikcom
Isi pidato asli: kritik terhadap rendahnya gaji pendidik, tantangan keuangan negara, dan pertanyaan tentang pembiayaan pendidikan. detikcom Liputan6
Kritik masyarakat dan JPPI terhadap pertanyaan Sri Mulyani. detikcom (BS)*
0 Komentar